Dinda, 24 tahun, baru saja mengalami patah hati karena gagal menikah. Kehadiran seorang murid yang bernama Chika, sedikit menguras pikirannya hingga dia bertemu dengan Papa Chika yang ternyata adalah seorang duda yang tidak percaya akan cinta, karena kepahitan kisah masa lalunya.
Akankah cinta hadir di antara dua hati yang pernah kecewa karena cinta? Mampukah Chika memberikan seorang pendamping untuk Papanya yang sangat dia sayangi itu?
Bila hujan tak mampu menghanyutkan cinta, bisakah derasnya menyampaikan rasa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi tan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Demo
Pada saat Dinda mengajar di kelasnya, terdengar suara keributan dari lantai bawah.
Saat Dinda melongok ke bawah, beberapa orang tua murid sudah memenuhi depan ruang Kepala Sekolah.
Mereka berteriak-teriak di depan ruang Kepala Sekolah, wajah mereka menyiratkan kemarahan.
Dinda yakin ini ada kaitannya dengan kasus pertengkaran Chika dan Edo waktu itu, mungkin Edo mengadu pada orang tuanya, apa yang Chika lakukan hingga menyebabkan dia mimisan, sehingga orang tuanya tidak terima, dan dia mengajak beberapa orang tua murid lain untuk berdemo di sekolah.
Sekilas Dinda melirik kearah Chika yang sedang mengerjakan tugas menulisnya.
Sebenarnya anak itu sangat pintar, kemampuannya diatas rata-rata, di kelas 1 SD, dia sudah pandai membaca dan berhitung, mengerjakan tugas pun dia sangat cepat, bahkan lebih cepat dari teman-teman sekelasnya.
Bu Ribka, guru matematika, masuk ke dalam kelas Dinda, dia langsung menuju meja di mana Dinda duduk di sana.
"Bu Dinda, dipanggil Pak Roni ke bawah, orang-orang tua murid demo untuk mengeluarkan Chika dari sekolah, mereka mengancam akan mengeluarkan anak-anak mereka dari sekolah ini, kalau Chika tidak dikeluarkan dari sekolah!" kata Bu Ribka.
"Apa? Aduh gawat ini, apa yang aku khawatir kan terjadi juga, kasihan Chika!" seru Dinda.
"Ya mau bagaimana lagi Bu? Anaknya memang bermasalah di sekolah! Sudah kau turun ke bawah, biar aku menggantikan kelasmu!" ujar Bu Ribka.
Dinda menganggukkan kepalanya, kemudian dengan cepat dia keluar dari kelasnya, dan segera turun ke lantai bawah, menuju ke ruang Kepala Sekolah.
Pak Roni nampak berdiri di depan ruangannya, untuk menenangkan orang tua murid yang menyampaikan aspirasinya, kemudian dia menoleh kearah Dinda yang berjalan menuju kearahnya.
"Nah, ini ada Bu Dinda, wali kelasnya!" seru Pak Roni.
"Bu Dinda! Keluarkan anak itu dari sekolah! Dia tidak pantas sekolah di sini! Anak-anak kami bisa rusak karena bergaul dengannya!" teriak salah seorang yang dari orang tua murid itu.
"Benar! mau menunggu Berapa banyak korban lagi, jika anak itu dibiarkan sekolah di sini?!" timpal orang tua murid yang lain.
"Pokoknya kalau anak itu tidak keluar dari sekolah ini! Saya akan mengeluarkan anak saya dari sekolah ini!!" kata orang tua murid yang lain.
"Ya, saya juga!"
"Saya juga!"
"Keluarkan anak itu dari sekolah ini, atau kami akan buat nama sekolah ini buruk! Kami akan viralkan!!" ancam salah seorang di antara mereka.
Beberapa orang guru yang ada di situ nampak cemas dan takut, terlebih dengan ancaman dari para orang tua murid yang sedang berdemo itu.
Pak Roni juga kelihatan kan cemas dan hilang akal, dia tidak tahu lagi memakai alasan apa, untuk mempertahankan Chika tetap bersekolah di sekolah ini.
Kemudian Dinda maju, dan berdiri di tengah-tengah para orang tua murid yang sedang berdemo itu.
"Bapak-bapak, ibu-ibu saya mohon tenang lah dulu! Berikan kami kesempatan untuk memperbaiki semuanya ini, saya berjanji kasus yang kemarin itu, adalah kasus terakhir yang Chika berbuat di sekolah ini!" seru Dinda.
"Dari mana Bu Dinda yakin, kalau kasus kemarin itu adalah kasus terakhir? Memangnya apa jaminannya?!" tanya salah seorang dari antara mereka.
"Saya yang akan menjamin Chika! Jika Chika berbuat ulah lagi, saya berjanji saya akan mundur dari sekolah ini, bersama dengan Chika!" jawab Dinda lantang.
Pak Roni kemudian langsung menarik tangan Dinda mendekatinya.
"Bu Dinda jangan sembarangan bicara! Memangnya Bu Dinda bisa menghentikan sikap Chika? Dan menjamin dia tidak akan berbuat onar lagi?!" bisik pak Roni.
"Pak Roni tenang saja, biar saya yang bertanggung jawab!" ucap Dinda.
"Oke! kami pegang perkataan ibu! tapi ingat, kalau sampai hal yang kemarin itu terjadi lagi, dan Bu Dinda tidak bisa memenuhi janji, anak-anak kami akan keluar dari sekolah ini!!" cetus salah seorang yang yang ada di tengah-tengah kerumunan itu.
Tak Berapa lama kemudian, para orang tua murid yang berdemo itu segera bubar teratur, mereka kembali ke tempat mereka masing-masing dan sekolah kembali hening dan tenang.
"Bu Dinda, Perkataanmu yang barusan tadi berani sekali, profesimu yang akan ditaruhkan lho Bu!" kata Mr.Sam, guru bahasa Inggris, yang sejak tadi berdiri tak jauh dari tempat itu.
"Benar Bu Dinda, Memangnya Bu Dinda Bicara begitu tidak dipikirkan lagi? Masa hanya karena demi Chika agar tetap sekolah, Bu Dinda rela sih mengorbankan diri sendiri?!" timpal Bu Dita.
"Saya akan coba untuk mengubah Chika menjadi lebih baik, walaupun saya sendiri tidak tahu, apakah saya akan berhasil atau tidak, tapi saya tahu apa yang membuat dia melakukan kenakalan itu!" ucap Dinda.
Kemudian dengan langkah gontai, Dinda kembali naik ke atas menuju ke kelasnya untuk kembali mengajar.
****
Siang itu setelah selesai mengajar, Dinda berjalan kaki ke arah depan gerbang sekolahnya, untuk pulang ke tempat kosannya.
Jarak dari sekolah ke tempat kosannya lumayan dekat, jadi setiap hari Dinda selalu berjalan kaki sekalian olahraga.
Tempat kos Dinda ada di belakang sekolah, untuk sampai ke sana dia harus melewati gerbang depan, dan memutar melewati sebuah gang kecil.
Tiba-tiba dia menghentikan langkahnya, saat dilihatnya Chika yang berdiri sendirian di depan gerbang, sementara murid-murid yang lain terlihat sudah pulang ke rumahnya masing-masing. Dinda pun segera menghampiri Chika.
"Chika? Kau belum di jemput? Kenapa tidak menunggu di lobby?" tanya Dinda.
"Aku mau pulang naik taksi saja Bu!" jawab Chika.
"Naik taksi? Jadi kau di sini menunggu taksi? Memangnya tidak ada yang menjemputmu?" tanya Dinda sambil memegangi bahu Chika.
"Tadi pagi Papa kasih aku uang buat naik taksi, karena Papa harus ke luar kota ada urusan!" sahut Chika.
"Papa mu keterlaluan sekali! Anak sekecil kamu masa iya di suruh naik taksi sendiri? Lalu kenapa bukan suster yang menjemputmu?" tanya Dinda.
"Suster baru keluar kemarin Bu, karena dia aku siram pakai kuah sayur, habis main ponsel terus kerjaannya!" kata Chika.
Dinda geleng-geleng kepala membayangkan tingkah Chika yang bar-bar itu.
"Chika, Ibu antar kamu ya, Ibu tidak akan membiarkanmu pulang sekolah sendirian, kau masih kecil Chika!" ucap Dinda.
"Bu Dinda mau antar aku pakai apa? Bu Dinda saja jalan kaki!" cetus Chika.
Dinda terdiam, benar juga apa yang di katakan Chika, Dinda tidak punya kendaraan yang bisa mengantarnya pulang.
"Bu Dinda akan antar Chika naik taksi, nanti Bu Dinda bisa pulang naik angkutan umum, yang penting Chika jangan pulang sendirian!" kata Dinda.
Chika kemudian menganggukan kepalanya.
Dinda lalu mengeluarkan ponselnya dan mulai memesan taksi online.
Bersambung...
****
Masih slow update ya guys ...
Nanti di awal januari baru up 2x sehari.
Di tunggu dukungannya selalu...