Istri mana yang terima bila diduakan dengan orang yang ditolongnya? Apalagi alasannya karena untuk membungkam mulut orang yang mengatakannya mandul. Hingga akhirnya sang suami melakukan perbuatan yang sangat dibencinya.
"Baiklah, aku beri kau 2 pilihan, terima Ima dan anaknya, atau ..." Nafas Adnan tercekat saat hendak melanjutkan ucapannya.
"Aku pilih yang kedua, BERPISAH." potong Aileena cepat tanpa basa-basi membuat Adnan bagai tersambar petir di siang bolong.
'Hebat banget kamu, Mas. Kamu lebih memilih menjandakan istrimu sendiri demi janda lain.' lirih Aileena Nurliah.
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.5 Pesan ibu
tok tok tok ...
"Assalamualaikum." ucap seseorang wanita paruh baya seraya memasuki rumah Aileena.
"Wa'alaikum salam. Eh, ibu ...! Ibu sama siapa kemari? Kok nggak kabarin dulu mau kesini, Bu?" ujar Aileena pada ibunya, Bu Anne.
"Emang kenapa harus kabarin dulu? Ibu kan pingin nemuin putri kesayangan ibu. Ibu kangen banget sama kamu, Ai." ujar Bu Anne.
"Iya, Bu. Maaf, Aileena belum sempat berkunjung ke rumah ibu. Nanti kalo mas Adnan ada waktu, kami pasti akan kesana." ujar Aileena seraya berjalan menuju ruang tamu. "Duduk dulu, ya Bu. Ai mau minta Ima buat minum dulu." ujar Aileena yang diangguki oleh Bu Anne.
Setelah ke dapur, Aileena kembali lagi ke ruang tamu dan berbincang dengan ibunya. Tak lama kemudian, Delima datang dengan membawa 2 gelas jus mangga dan sepiring cheese cake lalu menghidangkannya ke atas meja.
"Silahkan, nyonya." ujar Delima sebelum beranjak kembali ke dapur.
"Terima kasih, Ima." ucap Aileena, sedangkan Bu Anne hanya terdiam di tempatnya.
Setiap gerak gerik Delima tak lepas dari perhatian Bu Anne. Dalam hati ia tiba-tiba khawatir melihat perempuan muda itu. Setelah Delima benar-benar menghilang dari pandangan Bu Anne, Bu Anne pun segera mencecar Aileena dengan berbagai macam pertanyaan.
"Siapa dia? Art baru kamu, Ai?" tanya Bu Anne.
"Iya, Bu. Namanya Delima." jawab Aileena.
"Kemana Dijah?"
"Mbok Dijah sedang pulang kampung, Bu. Ada saudaranya yang meninggal, jadi mbok Dijah izin sementara waktu."
"Sudah berapa lama di bekerja di sini? Apa suami kamu mengizinkan?" cecar Bu Anne.
"Baru semingguan, Bu. Iya, mas Adnan udah kasi izin kok. Kasian lho Bu si Ima itu. Dia itu janda, anaknya baru berusia 2 tahun. Ai ketemu dia waktu dalam perjalanan pulang dari ngajar. Waktu itu Ai liat dia lagi gendong anaknya yang lagi nangis-nangis di halte bis. Ternyata anaknya lagi sakit, jadi Ai bawa aja ke rumah sakit. Dia juga nggak punya keluarga dan rumah, jadi Ai ajak aja kesini untuk kerja. Biar bisa sekalian kasi tempat tinggal juga." jelas Aileena.
Bu Anne menghela nafasnya, putrinya ini memang terlampau baik. Tak ada rasa was-was atau curiga sedikitpun.
"Ai, ingat pesan ibu ini, ya! Kamu boleh bersikap baik, tapi tetap kami harus hati-hati apalagi kamu membawa perempuan ke dalam rumah kamu. Perempuan itu masih muda, apa kamu nggak ada khawatir sedikit pun?" Aileena menggeleng. "Ai, kamu tau, dari awal melihatnya, ibu udah khawatir. Yang ibu khawatirkan, dia bisa saja menjadi duri dalam pernikahanmu dan Adnan. Karena itu pesan ibu, hati-hati. Suamimu masih muda takutnya ia terjerat perempuan itu. Kamu nggak mau kan rumah tanggamu kandas di tengah jalan?"
"Bu, jangan su'udzon ih! Doain aja rumah tangga Ai dan mas Adnan baik-baik aja till Jannah." ucap Aileena seraya tersenyum. "Lagi pula, nggak mungkin mas Adnan berbuat macam-macam, dia kan bucinnya. Aileena." ujar Aileena sambil terkekeh.
"Ya udah, yang penting ibu udah berpesan. Ibu selalu mendoakan semoga rumah tangga kamu selalu aman dan damai serta bahagia selamanya." doa Bu Anne tulus.
...***...
Aileena sedang merenung di kamarnya seorang diri. Kamar itu masih hangat semalam. Bahkan ia dan Adnan masih sempat melakukan kegiatan mendulang pahala. Tapi kini, ranjang yang biasa hangat itu telah dingin. Sedingin hatinya yang telah membeku. Entah berapa lama ia sanggup bertahan di rumah itu sebab rumah itu begitu banyak menyimpan kenangan. Kenangan akan kebersamaannya dengan Adnan.. Begitu banyak suka duka ia habiskan berdua di sana. Kini kenangan itu berganti menjadi luka. Luka yang begitu menyakitkan tapi tak berdarah. Luka yang begitu menganga tapi tak berbekas. Hanya meninggalkan rasa sakit yang begitu menyesakkan.
Seandainya ia dulu mendengarkan apa yang dikatakan ibunya. Seandainya tidak membawa Delima ke rumahnya. Seandainya ia lebih waspada. Tapi semua telah terlambat. Tak ada gunanya menyesal. Kini ia tinggal menjalani semuanya. Biar perih, ia akan berusaha dan bertahan, bukan hanya demi dirinya sendiri, tapi juga demi calon buah hatinya.
Langit makin gelap, tapi mata Aileena masih terjaga. Semakin larut dadanya makin sesak. Bahkan saat hendak memejamkan mata pun, ia langsung terjengit. Sepertinya tinggal di rumah itu memberikan sedikit rasa trauma padanya Andai sang ibu masih ada, mungkin ia takkan terlalu kesepian seperti saat ini. Setidaknya, ia memiliki tempat berbagi. Namun sayang, ibunya telah pergi tuk selamanya 1 bulan yang lalu. Seketika ia mengingat sahabatnya, Khanza. Aileena pun segera menghubungi sahabatnya itu.
"Assalamu'alaikum, Za." ucap Aileena serak pada Khanza.
"Wa'alaikum salam, Ai. Ai, kamu nggak papa kan? Suara kamu kok kayak beda gitu." tanya Khanza tiba-tiba saat mendengar suara Aileena tampak berat dan serak.
"Ai, boleh aku menginap di sana malam ini?" tanya Aileena tanpa menjawab pertanyaan Khanza.
"Kapan pun kau mau, pintu rumahku selalu terbuka untukmu. " sabuah jawaban yang cukup membuatnya merasa lebih tenang.
"Terima kasih, Za. Kalau begitu, aku segera meluncur ke sana." ucap Aileena senang.
Aileena pun segera mengambil tas selempangnya, lalu mengambil kunci mobil, ia pun segera keluar dari dalam rumah penuh kenangan yang menyesakkan itu.
Tak sampai 1 jam, Aileena telah tiba di sebuah rumah minimalis yang dihuni oleh Khanza dan kedua orang tuanya. Ia pun bergegas turun dari mobil. Tampak di teras rumah itu, Khanza telah menanti kedatangannya dengan senyum lebarnya.
"Za, aku kangen." seru Aileena yang langsung disambut Khanza dengan pelukan.
"Aku juga, Ai, kangen banget. Udah lama kita nggak jalan bareng." sahut Khanza.
"Aku nggak ganggu waktu istirahat kamu kan!" tanya Aileena khawatir.
"Nggak kok, tenang aja."
"Paman dan bibi, kemana?"
"Udah tidur. Kamu pikir ini jam berapa, hm?" tanya Khanza dengan mata memicing membuat Aileena meringis.
"Maaf udah gangguan waktu istirahatmu." ucap Aileena penuh penyesalan.
"Nggak masalah kok, aku hanya bercanda. Yuk, masuk. Kita langsung ke kamar aja. Kayaknya banyak yang mau kamu ceritakan." ujar Khanza sambil menyeringai lalu tersenyum.
"Kamu emang yang terbaik deh, Za. Selalu tau kalau perasaanku sedang buruk. Ya, banyak yang akan aku ceritakan. Tapi bisa kasi aku makan dulu, nggak? Aku belum makan malam soalnya." ucap Aileena meringis geli.
Khanza mendengus saat tau sahabatnya itu belum makan.
"Ternyata di saat sedang dalam masalah pun, kau takkan melupakan hobi makanmu ya, Ai!"
"Ya harus dong, kan bukan hanya aku yang sekarang butuh makan, tapi juga calon keponakan mu." ujar Aileena santai.
Khanza yang sedang berdiri di depan kompor hendak memanaskan sisa lauk, lantas menoleh ke arah Aileena. Ia memandang Aileena dengan tajam seolah meminta penjelasan. Lalu Aileena berdiri dan meraih tangan Khanza dan menyentuhkannya pada perutnya.
"Seperti dugaanmu, di sini, di dalam perut rata ini, ada calon keponakanmu yang baru saja hendak tumbuh." ujar Aileena membuat mata Khanza seketika berkaca-kaca.
"Masya Allah, Alhamdulillah, selamat ya, Ai. Ah, akhirnya kamu akan menjadi seorang ibu. Aku turut senang mendengarnya." ujar Khanza yang langsung memberikan pelukan bahagia pada Aileena.
...***...
...Happy Reading 🥰🥰🥰...
Janjangan Delima mantannya Radika.. dan Doni kk nya Radika.. 😱😱😱