Harga Diri Seorang Istri
Matahari sudah kembali ke peraduan meninggalkan bayang-bayang kegelapan yang hampir menyelimuti bumi. Indira, wanita cantik berusia 25 tahun itu sedang asyik berkutat di depan kompor untuk menyajikan makanan istimewa untuk sang suami.
Hari ini, adalah hari anniversary pernikahannya bersama Rangga yang ke-3 tahun. 3 tahun menjalani biduk rumah tangga bersama Rangga, adalah hal yang paling membahagiakan dalam hidup Indira. Meski tanpa perayaan meriah dan hanya makan malam biasa. Namun hal itu tidak mengurangi kebahagiaannya.
Bagi Indira, Rangga adalah sosok suami yang sempurna. Sosok suami yang hangat, lembut, perhatian, dan penuh cinta.
Malam ini, Indira memasak menu kesukaan sang suami. Ada soto ayam dengan aroma rempah yang menggugah selera, perkedel kentang yang lembut dan gurih, serta sambal kecap dan emping melinjo sebagai pelengkapnya.
Selesai menata makanan di atas meja, Indira mengeluarkan cake dari dalam kulkas yang di atasnya bertuliskan happy anniversary pernikahan mereka yang ketiga.
Indira menatap puas ke arah meja makan yang sudah ia tata sedemikian rupa. Sekarang, saatnya ia mandi dan bersiap untuk menyambut kepulangan sang suami.
Saat ini, jam sudah menunjukkan pukul 07.00 malam. Seharusnya Rangga sudah sampai di rumah sejak 30 menit yang lalu. Namun hingga sekarang, sang suami belum menunjukkan tanda-tanda kepulangannya.
Indira menunggu dengan sabar di ruang tamu. berkali-kali ia melihat ke arah pintu, lalu menatap layar ponselnya. Karena siapa tahu, Rangga akan menghubunginya. Namun nyatanya, 2 jam sudah berlalu tapi Rangga belum juga sampai.
Indira sudah mencoba untuk menghubungi, baik melalui pesan maupun panggilan. Namum sayangnya tidak ada satupun yang mendapatkan respon. Hingga beberapa menit setelahnya, ponsel Indira berdering.
Dengan senyum lebar dan hati yang tidak sabar, Indira mengambil ponselnya. Tapi yang muncul di layar bukan nama sang suami, melainkan sahabatnya Rani.
"Assalamualaikum Dira," suara Rani terdengar terburu-buru dan tergesa-gesa diseberang sana.
"Waalaikumsalam. Apa kabarmu Rani?" setiap menerima telepon dari siapapun. Indira pasti akan menanyakan kabar mereka terlebih dahulu. Itulah kebiasaan kecil seorang Indira.
"Kabarku baik. Tapi kamu yang tidak baik!"
Kening Indira mengerut, tidak mengerti dengan maksud sahabatnya. "Apa maksud kamu Ran? Aku baik-baik aja kok."
Alih-alih menjawab pertanyaan Indira. Rani justru mengajukan pertanyaan yang lain. "Ra, Rangga mana?"
"Mas Rangga lembur di kantor. Memangnya ada apa Rani? Tumben kamu nanyain Mas Rangga?" Indira masih duduk dengan santai, senyum kecil juga masih terlihat di wajahnya. Tapi entah kenapa, Indira merasa jantungnya tiba-tiba berdetak dengan kencang.
"Kamu harus lihat ini." Rani mengubah panggilan telepon menjadi panggilan video. Indira menerimanya, tapi yang dilihatnya bukan wajah sahabatnya. Melainkan sepasang kekasih yang sedang duduk di dalam restoran dalam posisi yang sangat dekat dan mesra.
Jantung Indira tiba-tiba terasa berhenti berdetak. Walaupun posisinya dari belakang, tetapi Indira sangat mengenal baik postur tubuh pria yang sedang memeluk dan mengusap lembut rambut wanita yang ada di sampingnya.
"Mas Rangga," suara Indira pelan hampir berbisik. Kedua matanya membelalak, dengan muluta yang sedikit terbuka.
"Ra, kamu yang kuat ya?" Rani tidak tahu harus berkata apa. Dia tahu, Indira pasti syok melihatnya. Jangankan Indira, dia sendiri yang melihat hal ini pertama kali langsung syok bukan lain.
"I-itu Mas Rangga kan, Ran?" Indira ingin mengkonfirmasi. Ia takut penglihatannya salah, tetapi batinnya dengan kuat mengatakan jika pria itu adalah suaminya.
"I-iya Ra, itu Rangga. Dia...!" Rani tidak sanggup untuk melanjutkan kata-katanya. Tetapi fakta ini harus dia ungkapkan, agar sahabatnya tidak terus-terusan ditipu oleh pria brengsek seperti Rangga.
Bibir Indira bergetar. Air mata mulai mengalir perlahan. Ponselnya hampir saja terjatuh, tapi untungnya Indira masih bisa mempertahankan ponsel itu.
"Mereka ada di mana?" hati Indira teramat sakit. dadanya seperti dihujam oleh ribuan berlatih dalam satu waktu yang bersamaan.
"Oliver resto. Ra...!" Rani kembali memanggil. Fakta kedua yang akan ia beritahu kali ini, pasti akan lebih membuat sahabatnya terguncang. "ada satu lagi yang harus aku beritahu. Tapi kamu janji harus kuat ya?"
Suara Rani terdengar memohon. Andai mereka berada di kota yang sama, mungkin Rani akan langsung menghampiri Indira saat itu juga. Tapi sayangnya, saat ini Rani berada di luar kota dan dia tidak sengaja bertemu dengan Rangga disana.
Indira terisak. Dadanya teramat sesak bahkan ia sampai harus memukulnya sendiri agar masih bisa bernafas.
"Apa itu?" suara Indira terdengar pelan dan serak.
Satu pesan masuk ke ponselnya. Bukan pesan teks yang Indira dapatkan, melainkan undangan pernikahan yang semakin menghancurkan hatinya. Air mata Indira semakin deras. Dadanya seperti dihantam oleh palu Godam. Kepalanya pusing. Matanya berkunang-kunang dan hanya dalam hitungan detik, Indira sudah tidak sadarkan diri.
Rani, panik bukan kepalang. Layar ponselnya tidak lagi menampakan wajah Indira, melainkan langit-langit ruang tamu yang berwarna putih.
"Dira... Indira, kamu baik-baik aja kan?" Rani memanggil dengan panik. Ia langsung keluar dari restoran dengan terburu-buru.
Rani terus memanggil nama Indira berulang kali. Tapi sayangnya tidak ada sahutan apapun. Rani semakin panik, dia takut terjadi apa-apa dengan sahabatnya. Dia memacu mobilnya dengan kencang, membelah jalanan malam untuk kambali ke Ibukota.
Tujuannya kali ini hanya satu. Pergi ke rumah Indira untuk melihat keadaan sahabatnya. Demi Indira, Rani sampai meninggalkan pekerjaannya. Padahal, tadi dia sedang menunggu seorang client yang sangat penting.
---
Indira tidak tahu sudah berapa lama ia tidak sadarkan diri di atas sofa ruang tamu. Panggilan video call dengan Rani masih terhubung, tetapi indira sudah kehilangan tenaga hanya untuk sekedar mengambil ponselnya.
Indira menarik nafas panjang. Ddanya masih teramat sakit, saat mengingat undangan pernikahan yang tertulis jelas nama sang suami, serta seorang wanita yang sangat Indira kenali. Ayunda, cinta pertama Rangga. Yang Indira ketahui jika dulu, wanita itu yang meninggalkan Rangga demi cita-citanya jadi seorang model.
Air mata Indira kembali mengalir deras. Tubuhnya masih tergolek di atas sofa dengan bahu yang bergetar hebat. Nama, serta foto prewedding Rangga dengan Ayunda kembali berputar-putar di dalam otaknya.
Indira hancur, dia patah. Indira tidak pernah menduga, jika Rangga yang dia kira adalah pria setia yang paling mencintainya. Ternyata diam-diam menjalin hubungan dengan wanita lain.
Indira pikir dia satu-satunya. Tapi ternyata, dia hanya salah satunya.
"Mas, apa salahku..." batin Indira berteriak. "Kenapa kamu tega nyakitin aku?"
Indira ingin memaki. Memukul. Dan menghancurkan pria yang sudah menyakitinya hingga jatuh sampai ke dasar jurang. Tapi sayangnya, untuk saat ini dia belum bisa melakukannya.
Indira, harus melakukan satu hal yang paling penting, yaitu... menjaga dirinya agar tetap sehat dan waras. Karena apa yang Rangga lakukan sudah sangat keterlaluan. Indira harus menuntut balas. Rangga harus membayar 3 tahun waktunya yang terbuang percuma. Indira akan menagih semuanya satu persatu. Karena Indira Putri Zamora, bukan wanita biasa yang bisa Rangga permainkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments