Di dunia modern, Chen Lian Hua adalah seorang medikus lapangan militer yang terkenal cepat, tegas, dan jarang sekali gagal menyelamatkan nyawa. Saat menjalankan misi kemanusiaan di daerah konflik bersenjata, ia terjebak di tengah baku tembak ketika berusaha menyelamatkan anak-anak dari reruntuhan. Meski tertembak dan kehilangan banyak darah, dia tetap melindungi pasiennya sampai detik terakhir. Saat nyawanya meredup, ia hanya berharap satu hal
"Seandainya aku punya waktu lebih banyak… aku akan menyelamatkan lebih banyak orang."
Ketika membuka mata, ia sudah berada di tubuh seorang putri bangsawan di kekaisaran kuno, seorang perempuan yang baru saja menjadi pusat skandal besar. Tunangannya berselingkuh dengan tunangan orang lain, dan demi menjaga kehormatan keluarga bangsawan serta meredam gosip yang memalukan kekaisaran, ia dipaksa menikah dengan Raja yang diasingkan, putra kaisar yang selama ini dipandang rendah oleh keluarganya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon `AzizahNur`, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 35 : Rui An terjatuh dari menara
Setelah menelan obat pahit itu, Wei Ming akhirnya terlelap dengan tenang. Napasnya teratur, wajahnya tidak lagi setegang sebelumnya. Lian Hua menunduk, merapikan selimut dan menariknya hingga menutupi dada pria tua itu. Jemarinya singgah sejenak di pergelangan tangan, memastikan denyut nadinya. Stabil. Bahkan sedikit lebih kuat dari sebelumnya. Efek ramuan itu ternyata jauh lebih baik dari yang ia perkirakan.
Helaan napas lega meluncur dari bibirnya. Ia bangkit, berniat meninggalkan ruangan setelah semua adu mulut, kesalahpahaman, dan ejekan yang sempat mewarnai hari ini. Ia hanya ingin mencari udara segar di luar. Namun begitu pintu terbuka, tubuhnya langsung terhenti.
Lei Feng berdiri di ambang pintu. Nafasnya memburu, wajahnya penuh peluh, keningnya basah oleh keringat seakan baru saja berlari tanpa henti.
Lian Hua refleks mengerutkan kening. “Ada apa?” tanyanya, nada suaranya tegas namun sedikit khawatir.
Bukannya menjawab, Lei Feng langsung melangkah, hendak masuk. “Aku harus menemui Yang Mulia!” serunya terburu-buru.
Namun tangan Lian Hua cepat bergerak, merentangkan lengannya ke sisi pintu, menghadang jalan. Tatapannya tajam menusuk. “Yang Mulia sedang beristirahat. Ia baru saja meminum obat. Jangan ganggu.” Lalu ia mengulang pertanyaan dengan suara yang lebih rendah namun penuh penekanan. “Apa yang sebenarnya terjadi, Paman Lei Feng?”
Lei Feng terdiam, ragu. Wajar, karena wanita di depannya tidak memiliki otoritas menuntut penjelasan darinya. Namun kilasan kejadian semalam, ketika ia menyaksikan sendiri bagaimana Lian Hua memperlakukan Wei Ming, membuat lidahnya kelu. Ia menundukkan suara.
“Rui An… jatuh dari menara kediaman.”
Darah Lian Hua seakan membeku. Degup jantungnya meloncat liar, dadanya terasa sesak. Tanpa pikir panjang, ia menutup pintu kamar rapat-rapat, memastikan Wei Ming tidak mendengar satu pun kata itu.
“Di mana dia sekarang?” desisnya cepat, nyaris tak terdengar.
“Di halaman kediaman,” jawab Lei Feng. “Bersama Raja Rui Feng, Permaisuri Xin Yi, dan… Raja Yi Chen.”
Nama terakhir membuat wajah Lian Hua berubah pucat. Ia menatap Lei Feng tak percaya. “Sejak kapan mereka di sini?”
“Sejak fajar,” ucapnya pelan. “Tapi bibi Xueli melarang mereka masuk karena kau masih berada di sisi Yang Mulia.”
Lian Hua mengumpat dalam hati. “Bibi Xueli…” desisnya. Napasnya kini tak teratur, pikirannya kacau. Ia berlari melewati Lei Feng tanpa sempat menoleh. Suara Lei Feng memanggil dari belakang, namun langkahnya tak melambat sedikit pun.
Rui An… Serigala itu bukan sekadar hewan. Ia adalah bagian dari Wei Ming… sahabat, sekaligus simbol kekuatan yang masih membuatnya bertahan hidup. Jika berita ini sampai ke telinga pria tua itu, semua usaha pemulihan akan runtuh seketika. Rencana untuk membuatnya berdiri dan berjalan lagi besok bisa hancur sebelum sempat dimulai.
Di lorong panjang istana, langkah Lian Hua bergema cepat. Tatapannya lurus ke depan, penuh tekad sekaligus ketakutan. Ia harus sampai lebih dulu, sebelum siapapun membuka mulut pada Wei Ming.
Sesampainya di halaman kediaman, Lian Hua terperanjat. Pandangannya langsung tertuju pada tubuh Rui An yang tergeletak lemah di tanah. Wajahnya pucat, napasnya tersengal, dan Yi Chen berlutut di sampingnya sambil berusaha menyadarkannya.
Tanpa pikir panjang, Lian Hua berlari dan menjatuhkan diri di samping Rui An. Jemarinya gemetar saat menyentuh lengan serigala itu.
“Rui An! Apa yang terjadi? Bagaimana bisa dia seperti ini?” suaranya pecah, penuh panik dan amarah bercampur jadi satu.
Yi Chen menoleh, terkejut melihat Lian Hua datang dengan wajah berkeringat dan tubuh yang sedikit goyah. Tatapannya menelusuri leher Lian Hua yang dipenuhi bulir keringat. Dengan nada tenang, ia mengingatkan, “Lian Hua… kau juga masih terluka. Jangan memaksakan diri.”
“Jangan omong kosong padaku!” Lian Hua membentak, matanya berkilat marah. “Aku tidak peduli dengan lukaku sekarang! Yang kutanya, siapa yang membuat Rui An jadi seperti ini?!”
Ia lalu mengalihkan pandangannya ke arah Lei Feng yang berdiri tak jauh dari sana. Suaranya tajam menusuk, “Kau! Katakan padaku… siapa orang terakhir yang datang ke sini?”
Lei Feng sempat terdiam, menelan ludah, seolah menimbang kata-katanya. Matanya bergulir sekilas ke arah Yi Chen dan Xin Yi, lalu kembali pada Lian Hua. Dengan berat, ia menjawab pelan, “Orang terakhir yang kulihat datang ke halaman ini… adalah Yi Chen dan Xin Yi.”
semakin penasaran.....kenapa Lin Hua....
ga kebayang tuh gimana raut muka nya
orang orang istana.....
di atas kepala mereka pasti banyak tanda tanya berterbangan kesana kemari....
wkwkwkwk....😂