NovelToon NovelToon
Demi Semua Yang Bernafas Season 2

Demi Semua Yang Bernafas Season 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Balas Dendam / Identitas Tersembunyi / Raja Tentara/Dewa Perang / Pulau Terpencil / Kultivasi Modern
Popularitas:12.7k
Nilai: 5
Nama Author: Babah Elfathar

Yang Suka Action Yuk Mari..

Demi Semua Yang Bernafas Season 2 Cerita berawal dari kisah masalalu Raysia dan Dendamnya Kini..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Babah Elfathar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15

Bab 15 –

Di sisi lain Kota NewJersey, di sebuah kasino bawah tanah yang berkilau bagai surga bagi para konglomerat.

Tempat itu, meski tersembunyi dari pandangan dunia luar, tetap berdetak hidup dengan gemerlap lampu dan hiruk-pikuk tawa para pengunjungnya. Tak peduli siang atau malam, kasino itu selalu padat. Di sanalah orang-orang kaya mencari sensasi—menukar uang dengan adrenalin, dan ketegangan dengan kebahagiaan sesaat.

Bagi kebanyakan orang, bangunan ini hanya memiliki tiga lantai. Tapi hanya sedikit yang tahu, bahwa di balik dinding baja di lantai paling bawah, tersembunyi satu tingkat lagi—lantai keempat bawah tanah, yang tak tercantum di blueprint mana pun.

Dan lantai itu adalah laboratorium rahasia milik Prof. Q.

Di ruang yang dipenuhi cahaya redup dan aroma logam itu, Prof. Q duduk di balik meja panjang, memainkan sebuah kotak besi berukuran telapak tangan. Jari-jarinya bergerak ringan, mengetuk-ngetuk sisi kotak dengan ritme tertentu, seolah sedang memainkan melodi yang hanya dia yang tahu.

Klik.

Kotak itu terbuka, memperlihatkan rangkaian kecil bercahaya di dalamnya. Ia mengutak-atik sesuatu dengan ujung pinset, dan seberkas cahaya biru menyala terang, menyilaukan matanya.

“Hm?” gumamnya dengan dahi berkerut.

Ia memiringkan kepala, lalu mengarahkan sinar itu ke dinding.

Sekejap kemudian, sebuah tampilan holografik berwarna biru terbentuk di udara—huruf dan simbol melayang, berputar pelan di hadapannya.

“Menarik sekali…” ujarnya sambil tersenyum tipis.

Ia melambaikan tangan ke arah belakang ruangan.

Dari sofa kulit hitam, Eben—asistennya yang berwajah dingin—bangkit berdiri.

“Ada yang bisa saya bantu, Prof. Q?” tanyanya dengan nada datar.

“Kirimi data di layar itu ke pihak Night Watcher,” jawab Prof. Q, matanya masih menatap hologram yang berputar. “Katakan pada mereka… aku ingin melihat seberapa cepat mereka bereaksi.”

Eben terdiam sejenak, lalu mengangguk. “Saya mengerti.”

“Oh ya,” lanjut Prof. Q dengan nada santai, “kau tertarik pergi ke Kota Binjai?”

Eben menatapnya heran. “Tidak, tempat itu… bukan tempat yang layak dikunjungi.”

Prof. Q terkekeh pelan. “Bagaimana kalau aku bilang, tempat itu sebentar lagi akan jadi medan perang utama? Dan… Dirman mungkin akan menemui ajalnya di sana.”

Ucapan itu membuat Eben membeku sesaat. Ia tak menjawab. Dengan langkah berat, ia berbalik dan meninggalkan laboratorium tanpa sepatah kata pun.

Begitu pintu menutup, Prof. Q melepaskan tawa pelan yang menggema di ruangan. “Hahaha… begitu mudah terpancing.”

Ia menatap ke sisi ruangan, di mana seragam hitam Night Watcher tergantung rapi.

“Sudah waktunya seragam mereka diperbarui. Yang lama… terlalu membosankan.”

Ia mengambil ponselnya, menekan nomor tertentu.

Beberapa detik kemudian, suara lembut seorang wanita terdengar dari seberang sambungan.

“Halo, Prof. Q. Ada yang bisa saya bantu?”

“Datanglah ke laboratoriumku,” ujarnya tenang. “Ambil beberapa tulang di sini. Saat Rangga tiba di Kota NewJersey, berikan tulang-tulang itu padanya.”

“Baik, Prof. Q,” jawab suara lembut itu patuh.

Telepon ditutup.

Prof. Q bersandar di kursinya, menatap kosong ke arah layar biru yang mulai redup, lalu tersenyum samar.

“Rangga masih terlalu lemah,” gumamnya pelan. “Jika ingin eksperimen ini mencapai hasil maksimal, aku harus menyiapkannya… agar lebih kuat.”

 

Kediaman Rahasia Keluarga Stanley, Kota Yanzim

Suasana di tepi danau buatan malam itu membeku.

Tubuh Miko Stanley melayang ke udara, lalu terhempas keras ke tanah, menimbulkan suara debam berat. Dari mulutnya, semburan darah merah keluar, membasahi rerumputan.

Di sekelilingnya, semua orang terdiam.

Tak ada yang berani bergerak—bahkan bernapas pun terasa menakutkan.

Dalam sekejap, Miko Stanley, lelaki yang dulu dikenal sebagai salah satu master tingkat dewa, telah dikalahkan Rangga hanya dengan satu serangan.

Satu. Serangan.

Tubuh Miko gemetar hebat. Sementara Rangga berdiri beberapa meter di depannya, tenang, tanpa sedikit pun goyah. Ia bahkan tidak terlihat menggunakan seluruh kekuatannya.

Kekuatan pria tua itu sebenarnya tak sebanding dengan Eben, yang menempati posisi ketujuh dalam Daftar Master. Namun dibandingkan Larry, yang ada di posisi paling bawah, Miko masih jauh lebih kuat.

Tetapi tetap saja—di hadapan Rangga, perbedaan itu tidak berarti apa pun.

Orang-orang di sekeliling mulai saling pandang, ketakutan menggantung di udara.

“Apakah… benar perbedaan kekuatan antar-dewa bisa sejauh ini?” bisik salah satu pengawal dengan suara bergetar.

Rangga menepuk kedua tangannya, seolah membersihkan debu tak terlihat. Ia melirik ke arah Raysia dan tersenyum tipis.

“Sudah selesai.”

Miko berusaha berdiri, tapi lututnya goyah. Tidak satu pun dari kerabatnya berani maju membantunya. Semuanya tahu—orang yang menumbangkannya kini berdiri hanya beberapa langkah jauhnya.

“Rangga!” seru Miko dengan suara serak, “Kau tidak boleh membunuhku! Jika kau melakukannya, Dirman takkan diam saja! Kau tak sanggup menanggung akibatnya!”

Dia terengah-engah, lalu melanjutkan, “Ratusan orang bertingkat puncak sudah bergabung dengan RedLotus! Kau paham, Rangga? Kau—”

Rangga mengangkat tangan, memotong kata-katanya dengan tenang.

“Aku sudah bilang, aku bukan lagi bagian dari Night Watcher.”

Suasana mendadak hening.

Raysia, yang sejak tadi berdiri diam dengan sarung tangan tinju di tangannya, maju perlahan. Cahaya malam memantul di matanya yang memerah.

“Pernah terpikir,” ucapnya datar, “bahwa suatu hari, orang yang kau kirim ke Barbar City akan kembali… untuk menghancurkanmu?”

Wajah Miko memucat.

Raysia menunduk sedikit, lalu dalam sekejap, tubuhnya melesat cepat.

Satu pukulan keras mendarat di perut bagian bawah Miko!

“Pukulan ini… untuk kakekku,” suaranya bergetar. “Dia menyelamatkan nyawamu, mengajarimu, tapi kau membalasnya dengan pengkhianatan!”

Miko memuntahkan darah segar.

Raysia tak berhenti. Ia mengayunkan tinjunya lagi, kali ini ke arah dahi pria tua itu.

“Yang ini… untuk ayahku. Anak angkatmu sendiri! Kau bunuh gurunya, dan dia yang membuka pintu untukmu!”

Pukulan demi pukulan mendarat tanpa belas kasihan.

Air mata mulai menetes di wajah Raysia, tapi tangannya tak berhenti bergerak.

Empat puluh tahun—semua kebencian, kehilangan, dan dendam yang ditahannya, meledak sekaligus malam itu.

Rangga berdiri di sisi danau, diam, menyaksikan semuanya tanpa sepatah kata.

Tak seorang pun di sana berani mendekat. Bahkan ketika Miko meraung minta tolong, anak buah dan keluarganya hanya menunduk ketakutan.

“Tolooong aku…” jeritnya parau. Tapi tak ada jawaban.

Rangga menghela napas pelan. “Akhiri saja.”

Raysia berhenti, menarik napas panjang.

Cahaya menyala dari sarung tangannya—cakar logam tipis menajam. Dalam satu gerakan cepat, ia menyayat leher pria tua itu.

Hening.

Tubuh Miko Stanley jatuh tanpa suara ke tanah yang lembap.

Seorang master tingkat dewa… telah benar-benar tiada.

Rangga menutup matanya sejenak, seolah melepaskan beban yang menempel di udara.

Raysia berjongkok, suaranya serak menahan tangis.

“Kakek… aku sudah membalas dendammu. Empat puluh tahun aku menunggu saat ini…”

Rangga melangkah mendekat, menepuk lembut kepala wanita itu, seperti yang pernah ia lakukan pada Thania dan yang lain.

“Kau sudah menuntaskan urusan keluargamu. Mulai sekarang, kau bukan sendirian. Kami… adalah keluargamu.”

Raysia tetap berjongkok, menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

Tangisnya pecah.

Tak ada yang berani bersuara—semua hanya menunduk.

Sepuluh menit berlalu, hingga akhirnya Raysia bangkit, menatap dingin ke arah lelaki tua di dekat pintu.

“Berikan padaku semua tulangnya,” ucapnya datar.

Lelaki itu gemetar hebat, tapi segera mengangguk cepat.

“Ba… baik, Nyonya! Saya ambilkan sekarang!”

Tak lama, ia kembali membawa sebuah kotak hitam, menyerahkannya dengan tangan gemetar.

Raysia membuka kotak itu tanpa ekspresi.

Rangga melirik ke dalam—delapan atau sembilan tulang tersusun rapi, tapi tak ada yang tampak istimewa.

“Tidak ada yang menarik,” pikir Rangga pelan. “Bukan tulang naga.”

Raysia menutup kotak itu perlahan. “Kita pergi.”

Rangga mengangguk, dan keduanya berjalan menjauh dari tempat itu—meninggalkan malam yang sunyi, dan jasad tua yang menjadi saksi berakhirnya sebuah dendam empat dekade.

Bersambung.

1
Was pray
ya memang Rangga dan raysa yg harus menyelesaikan permasalahan yg diperbuat, jangan melibatkan siapapun
Was pray
Rangga memang amat peduli sama orang2 yg membutuhkan pertolongan dirinya tapi tidak memikirkan akibatnya
hackauth
/Pray/ mantap update terus gan
Was pray
MC miskin mantaf ..
Was pray
Rangga. dalam rangka musu bunuh diri kah?
adib
alur cerita bagus..
thumb up buat thor
adib
keren ini.. beneran bikin marathon baca
Maknov Gabut
gaskeun thor
Maknov Gabut
ceritanya seru
Maknov Gabut
mantaff
Maknov Gabut
terima kasih thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!