Keira hidup di balik kemewahan, tapi hatinya penuh luka.
Diperistri pria ambisius, dipaksa jadi pemuas investor, dan diseret ke desa untuk ‘liburan’ yang ternyata jebakan.
Di saat terburuk—saat ingin mengakhiri hidupnya—ia bertemu seorang gadis dengan wajah persis dirinya.
Keila, saudari kembar yang tak pernah ia tahu.
Satu lompat, satu menyelamatkan.
Keduanya tenggelam... dan dunia mereka tertukar.
Kini Keira menjalani hidup Keila di desa—dan bertemu pria dingin yang menyimpan luka masa lalu.
Sementara Keila menggantikan Keira, dan tanpa sadar jatuh cinta pada pria ‘liar’ yang ternyata sedang menghancurkan suami Keira dari dalam.
Dua saudara. Dua cinta.
Satu rahasia keluarga yang bisa menghancurkan semuanya.
📖 Update Setiap Hari Pukul 20.00 WIB
Cerita ini akan terus berlanjut setiap malam, membawa kalian masuk lebih dalam ke dalam dunia Keira dan Kayla rahasia-rahasia yang belum terungkap.
Jangan lewatkan setiap babnya.
Temani perjalanan Keira, dan Kayla yaa!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mila julia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35.Sebuah Perbedaan
Kayla menegang, tubuhnya kaku tapi matanya tak bisa lepas dari sorot tajam Revan. Jemarinya meremas ujung bajunya sendiri, seakan berusaha meredam degup jantung yang kian liar.
“Revan…” gumamnya lirih, hampir tak terdengar.
Perlahan, wajah Revan mendekat. Kayla refleks memejamkan mata, pikirannya sudah terhanyut pada kemungkinan yang tak berani ia ucapkan.
Namun—
Bruk!
Suara benda jatuh dari ujung lorong memecah detik yang menegangkan. Kayla membuka matanya seketika, napasnya tercekat. Revan langsung menoleh, rahangnya mengeras, pandangannya menusuk ke arah suara itu.
“Leo…?” bisik Kayla dengan suara gemetar.
Langkah berat terdengar mendekat. Leo muncul dengan tatapan menyala, wajahnya menegang. Dalam sekejap, ia menghantam Revan dengan pukulan keras.
Bugh!
Tubuh Revan terhempas ke dinding, mengerang kesakitan.
“Leo, berhenti!” teriak Kayla kaget, namun Leo tak menghiraukan.
Bugh! Bugh!
Tinju demi tinju mendarat, membuat Revan terhuyung. Leo lalu mencengkeram kerah bajunya, menariknya kasar hingga wajah mereka berhadapan.
“Apa yang akan kau lakukan dengan istriku,kau akan menciumnya ?!” desis Leo, napasnya memburu, matanya penuh murka.
Leo tertawa , namun garis senyumnya menunjukkan tawa yang menyakitkan "apa ini cara kau membalasku karna kau melihat keromantisanku dengan keira di kantor tadi? " Kau ingin membuatku merasakan apa yang kau rasakan tadi bukan?. "
Revan meringis, darah merembes dari bibir dan pelipisnya. Matanya tetap menatap balik, meski lemah. “Lo salah paham…” suaranya pecah, nyaris tak terdengar.
“Cukup!” suara berat Darma menggema dari arah tangga. Dengan langkah cepat ia menghampiri, wajahnya gelap menahan marah.
“Lepaskan tanganmu, Leo!” bentaknya keras sambil menarik Leo menjauh. “Kau mau bunuh adikmu sendiri?!”
Leo terhenti, dadanya naik-turun, sorot matanya masih penuh amarah. Tapi genggamannya perlahan terlepas, membuat Revan jatuh terhempas ke lantai.
Kayla terlonjak ingin menolong, tapi Darma lebih dulu meraih Revan, menopangnya agar berdiri. Ia memasang kembali penyangga tangan Revan yang terlepas, lalu menggiringnya pelan.
“Ke ruang keluarga. Sekarang,” suara Darma datar tapi tegas, tak bisa dibantah.
Revan menunduk, wajahnya pucat, darah masih menetes dari sudut bibir. Leo menatap pemandangan itu dengan rahang mengeras, tatapannya penuh kecewa sekaligus sakit hati.
Kayla hanya berdiri terpaku, tubuhnya masih bergetar. Pandangannya berganti antara Revan yang terhuyung dalam dekapan Darma, dan Leo yang kini berdecak kasar, mengalihkan tatapannya padanya.
Tatapan itu membuat Kayla tercekat—dingin, penuh tuduhan.
Leo mendekat, suaranya lirih namun tajam.
"ikut denganku Sekarang.”
Tangannya menggenggam pergelangan Kayla, menariknya paksa menuju ruang keluarga, menyusul Darma dan Revan.
______
Di ruang keluarga, suasana menegang. Semua berkumpul kecuali Tamara. Keira dan Leo duduk berdampingan, sementara Darma dan Tantri di hadapan mereka. Revan duduk agak terpisah, tubuhnya masih tampak lemah.
Darma menyapu pandangan ke sekeliling sebelum menatap Leo tajam.
“Jelaskan. Kenapa kau memukuli adikmu?” suaranya berat, tegas.
Leo mencondongkan tubuh ke depan, tatapannya membara.
“Dia hampir mencium Keira, Pa! Kalau aku nggak lihat sendiri, mungkin dia sudah lebih jauh dari itu.”
“Bukan begitu, Pa!” Revan buru-buru bersuara, nada parau tapi teguh. “Aku cuma ingin membantu Keira—”
“Membantu?!” Leo memotong, rahangnya mengeras. “Membantu melampiaskan dendammu padaku maksudnya? Papa tahu, kan? Dia sengaja menghasut Keira, memperalat dia untuk menghancurkan aku. Dan Papa biarkan aja?!”
Revan menggertakkan gigi, suaranya pecah.
“Kau salah paham, Leo. Aku benar-benar ingin—”
“Cukup!” bentak Darma. Suaranya menggema, telapak tangannya menghantam sandaran kursi. Hening menelan ruangan.
“Kalian bertengkar… hanya karena jaminan hutang ini?” tatapannya jatuh ke Kayla.
Kayla menunduk cepat. Dadanya serasa ditusuk. Kata-kata itu menghancurkan sisa harga dirinya.
Darma kembali menoleh pada Leo, nadanya dingin menusuk.
“Leo, apa hebatnya dia? Bukankah selama ini kau sendiri yang membiarkan istrimu dihina, disiksa, bahkan dilukai? Kenapa sekarang, giliran Revan, kau tiba-tiba merasa peduli?”
Leo membeku. Jemarinya mengepal, urat lehernya menegang. Matanya bergetar, marah bercampur luka.
Tantri akhirnya angkat suara.
“Yang bersalah di sini justru Revan. Dia baru saja mencoba merebut milik Leo.”
Darma menoleh sekilas, napasnya berat.
"Dia sendiri pernah bilang kalau Revan mengunci Keira di ruang pendingin dan berniat membunuhnya. Apa masuk akal kalau sekarang dia tiba-tiba menyukainya?. "
“Dia memang pernah keterlaluan. Tapi kali ini… aku tidak lihat dia menyakitinya.”
Kata-kata itu menampar Leo. Pandangannya kosong sesaat, sebelum matanya melebar, penuh keterkejutan sekaligus murka.
“Pa…” ucapnya lirih, seolah tak percaya.
Darma bangkit. “Selesaikan ini baik-baik. Papa tak mau lihat pertengkaran semacam ini lagi.” Tanpa menoleh, ia meninggalkan ruangan.
Keheningan menggantung. Lalu Leo perlahan menoleh pada Revan. Tatapannya tajam, membakar.
“Kau sengaja menjebakku. Supaya aku terlihat buruk di mata Papa.”
Revan berdarah di sudut bibirnya, tapi matanya tetap kokoh.
“Gue bukan lo, Leo.”
Dengan langkah gontai, ia bangkit dan meninggalkan ruangan.
Kayla hanya terpaku. Kata-kata Darma, tatapan Leo, dan keberpihakan yang aneh—semuanya membuat pikirannya berantakan.
___
Malam itu, Leo masuk ke ruang kerjanya. Sunyi rumah mengiringi langkahnya yang berat. Ia duduk, menyalakan laptop. Cahaya layar membias di wajahnya yang kaku, menajamkan sorot matanya yang dingin.
Folder tersembunyi ia buka, jemarinya bergerak cepat, tanpa ragu. Satu file video dipilih, ikon file itu bergetar di bawah kursor.
Klik.
Video mulai terunggah ke akun sekali pakai. Tak ada nama. Tak ada jejak.
Bar hijau merangkak penuh. Leo bersandar, bibirnya melengkung tipis. Senyum yang bukan milik kemenangan, melainkan tanda lahirnya sesuatu yang lebih gelap.
Begitu angka seratus persen muncul di layar, ia menutup laptop dengan bunyi klik tegas.
.
.
.
Bersambung
Keira lebih baik jujur saja. tapi aku tau maksud dari diam mu.