Menjelang hari pernikahannya, Amara menghilang tanpa jejak. Dengan waktu yang semakin sempit, keluarga calon pengantin pria mendesak agar pernikahan tetap berlangsung demi nama baik. Helena, adik Amara yang diam-diam mencintai tunangan kakaknya, Lucian, dipaksa menjadi pengantin pengganti.
Namun ketika ia menerima peran itu dengan hati yang penuh luka, Helena menemukan jejak kejanggalan: apartemen Amara yang terlalu rapi, koper yang tertinggal, dan waktu yang tidak sinkron dengan hari hilangnya Amara. Semakin ia melangkah ke dalam pernikahan, semakin besar pula misteri yang membayangi keluarga mereka.
Jejak-jejak ganjil tentang hilangnya Amara membuat Helena ragu: apakah ia sedang mengambil tempat seorang pengantin yang kabur, atau menggantikan seseorang yang sudah tak akan pernah kembali?
.
Jika ada kesamaan nama tokoh, dan latar hanyalah fiktif belaka, tidak ada hubungannya dengan kehidupan nyata.
follow ig: @aca_0325
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Helena meneguk udara, jantungnya berdegup lebih cepat. “Pria? Serius? Kau yakin?” suaranya pelan tapi tegang.
Alina mengangguk, tetap tenang. “Iya, serius. Aku cuma lewat, lihat sebentar saja, tapi pria itu terlihat seperti… dia ada urusan penting. Tidak lama, cuma beberapa menit, terus pergi lagi.”
"Itu bisa jadi petunjuk. Mungkin ada hubungannya dengan hilangnya Amara, Helena.” Darren menyandarkan siku di meja, menatap Helena
Helena menelan ludah, pikiran dan hatinya campur aduk. Ada rasa lega karena setidaknya ada jejak, tapi juga gelisah, siapa pria itu, dan apa hubungannya dengan Amara?
“Terima kasih, Lin,” ucap Helena pelan. “Aku… aku harus menelusuri ini lebih jauh.”
Alina tersenyum lembut. “Kalau kau butuh teman untuk menemani, aku bisa ikut. Kita bisa lihat sekitar apartemennya lagi nanti.”
Helena mengangguk, sedikit tersenyum tipis. Meskipun masih banyak ketidakpastian, setidaknya ada satu langkah kecil yang bisa ia ambil dan dia tidak harus menghadapi semuanya sendiri.
Helena menunduk, jari-jarinya mengetuk-ngetuk meja pelan. Pikiran tentang pria yang Alina lihat terus berputar di kepalanya. Rambut hitam, tinggi, terlihat serius… deskripsi itu begitu familiar.
'Rafael… bisa jadi dia yang datang ke apartemen Amara pagi ini,' pikirnya dengan hati-hati. 'Tapi kenapa dia tidak membalas pesanku semalam?'
Kepalanya terasa panas, penuh pertanyaan yang tak kunjung berhenti. Apa dia tahu sesuatu yang penting? Atau ada alasan lain kenapa dia muncul di apartemen Amara tapi tetap menghilang dari jangkauanku?
Darren yang duduk di depannya mengubah posisi menghadapnya. Pria itu memastikan tidak ada yang memperhatikan mereka lalu berbisik. "Tadi malam aku berkumpul sama beberapa kating dua tahun lalu. Mereka juga cukup dekat dengan Amara, aku tak sengaja mendengar kalau mereka membicarakan tentang kepulangan Amara."
Helena membelalak lebar. Apa pada akhirnya Amara memang kembali ke kota ini? Setelah pernikahannya menyeret Helena ke dalamnya?
"Serius? Ah, nggak mungkin! Kalau dia kembali, seluruh kota pasti sudah heboh. Kau tahu sendiri, gimana hebohnya orang-orang saat Amara menghilang tanpa jejak." Sahut Alina tidak percaya. Amara cukup terkenal di kota ini, sama dengan Lucian. Mereka pasangan serasi.
"Lupakan soal itu, belum pasti dia kembali. Aku cukup penasaran siapa pria yang datang ke apartemen Amara," gumam Helena.
Helena menatap jauh ke luar jendela kelas, bayangan jalan dan apartemen Amara muncul di benaknya. Ia membayangkan Rafael berdiri di sana, mungkin diam-diam mengamati atau memastikan sesuatu.
“Kalau itu memang Rafael… berarti dia ada hubungannya dengan Amara, dan mungkin dia tahu sesuatu yang penting,” bisiknya pelan pada diri sendiri.
Hati Helena berdebar. Rasa penasaran dan khawatirnya semakin kuat. Ia tahu, langkah berikutnya harus hati-hati. Tapi satu hal jelas, ia harus segera menemukan Rafael, dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Amara.
Tidak lama kemudian dosen masuk ke kelas mereka membuat ketiganya berhenti mengobrol. Helena berusaha untuk fokus ke depan meskipun ia terus memikirkan Amara dan pria yang datang ke apartemen Amara.
\=\=\=\=
Kelas Helena sudah berakhir dari tadi, namun Helena masih berada di kampus sampai menjelang sore. Cahaya matahari condong dari jendela ruangan, menerangi meja-meja yang kini mulai kosong.
Helena memasukkan buku catatannya ke dalam tas sambil menarik napas panjang, hari ini pikirannya sulit fokus, terlalu banyak hal yang mengganggu. Dari ucapan Alina tadi pagi, sampai Amara yang terus menghantui kepalanya.
Saat ia melangkah keluar kelas, ponselnya bergetar pelan. Helena berhenti, menunduk, lalu melihat layar. Sebuah pesan masuk. Dari Rafael.
> “Aku bisa ketemu malam ini. Kau tentukan tempatnya.”
Helena terdiam beberapa detik, jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya. Ia menelan ludah, mencoba menenangkan diri. Sejak lama ia menunggu balasan itu, tapi begitu Rafael benar-benar membalas, rasa gugup justru menyergap.
Tangannya gemetar sedikit saat ia membalas singkat:
> “Baik, bagaimana kalau di kafe dekat kampusku? Jam tujuh?”
Tak lama, notifikasi balasan masuk.
> “Setuju. Sampai jumpa.”
Helena menutup ponselnya, merasakan napasnya memburu. Di antara rasa lega dan cemas, ada sesuatu yang samar, perasaan bahwa pertemuan itu bukan sekadar obrolan biasa, melainkan sebuah awal dari sesuatu yang lebih rumit.
...***...
...Like, komen dan vote....
...💙💙💙...