Dhea mencintai Vean, tapi Vean menjalin kasih dengan Fio—sahabat Dhea.
Mencintai seseorang sejak masih SMP, membuat Dhea terus saja berharap kalau cintanya akan bersambut. Sampai akhirnya gadis itu menyerah dan memilih pergi saat pria yang dicintainya akan bertunangan dengan sahabatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ROZE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22 Dunia Milik Berdua
Hari ini Vean akan segera dioperasi. Semua keluarga sudah ada di dalam ruang perawatannya untuk memberikan dukungan dan penyemangat.
"Kamu harus rileks, Vean."
"Operasinya pasti akan berjalan dengan lancar, Sayang."
Vean mengangguk, dia memang terlihat sangat santai, sesuai dengan kepribadian dia yang memang tidak banyak bicara dan datar.
"Oke, sekarang sudah waktunya."
Perawat mendorong brankar Vean menuju ruang operasi, sedangkan yang lain mengikuti dari belakang. Sebelum pintu ruang operasi tertutup, Vean melihat sekali lagi orang-orang yang mendampinginya. Tiba-tiba saja dia jadi teringat dengan Dhea. Apa yang akan gadis itu lakukan jika tahu dia dan Fio kecelakaan, dan Vean sempat koma, dan yang terburuk, salah satu ginjalnya rusak. Pasti gadis itu akan sangat bersedih bahkan menangis, pikir Vean. Ah tidak, mungkin saja dia akan masa bodo, mengingat selama ini dia juga selalu bersikap masa bodo dengan Dhea.
Ada bagusnya juga dia sudah pergi jauh, pikir Vean.
Bram mengangguk pada yang lainnya, kemudian ikut masuk ke dalam ruang operasi dan menutupnya.
Fio memeluk mamanya, mengusap sudut matanya yang berair.
Dhea, di mana pun kamu berada saat ini, aku hanya mau mengatakan kalau sekarang Vean sedang berjuang. Maafkan kami, dan tolong doakan dia.
Di dalam ruang operasi
"Sebelum kita memulai, ayo kita berdoa sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. Berdoa, dimulai."
Vean memejamkan matanya, berdoa agar semuanya bisa berjalan dengan lancar. Bukan demi dia, tetapi demi orang-orang yang sangat dicintainya.
Orang-orang yang sangat dicintainya?
Tiba-tiba saja Vean seperti teringat sesuatu. Dia merasa pernah mendengar seseorang mengatakan hal seperti itu padanya.
Berjuanglah demi seseorang yang sangat kamu cintai.
"Selesai," ucap Bram.
"Kita mulai sekarang," ucapnya lagi pada tim operasi kali ini.
"Vean, kita akan memulainya sekarang. Kamu siap?"
Vean tidak menjawab, hanya memberi anggukan kecil.
Lalu Bram mengangguk ke salah satu dokter.
Dokter anastesi mendekati Vean lalu mulai menyuntiknya. Tidak membutuhkan waktu lama, mata Vean mulai meredup. Sebelum matanya benar-benar terpejam, dia seperti melihat bayang-bayang Dhea.
Dhea ....
Dan mata itu benar-benar terpejam sekarang.
Mereka yang ada di luar menunggu dengan gelisah. Berdoa dan berharap semuanya berjalan dengan lancar tanpa ada halangan apa pun.
"Kok lama, ya?"
"Sabar, Sayang. Yang penting semuanya lancar."
Dari jauh, Vean melihat Dhea yang duduk di tepi danau. Vean mendekati gadis itu.
"Dhea," panggilnya.
Dhea menoleh, wajahnya langsung tersenyum sangat cerah dan terlihat begitu cantik. Dhea memang cantik, tapi belum pernah dia melihat Dhea yang secantik ini. Rambutnya lurus panjang tergerai. Gadis itu memakai gaun putih panjang, membuat Vean langsung berpikir tentang seorang pengantin perempuan.
"Kenapa kamu duduk di sini sendirian?" tanya pria itu.
"Bukankah aku memang selalu sendiri?" Bibir Dhea tidak bergerak sama sekali, meski masih tersenyum, tapi bagaimana bisa Vean mendengar suara itu? Apa karena keadaannya saat ini yang membuat dia bisa mendengar isi hati orang?
Pandangan mata Vean tidak lepas dari wajah Dhea. Gadis itu masih saja tersenyum, membuat Vean sendiri bingung, apa yang membuatnya senang?
Akhirnya Vean ikut duduk di sebelah Dhea. Hembusan angin menerbangkan helaian rambut Dhea. Vean melihat wajah Dhea dari samping, wajah yang terlihat tenang, yang terus memandang ke depan.
Dhea berdiri dari duduknya, berjalan dengan langkah yang pelan. Vean mengikuti Dhea dari belakang, lalu mensejajarkan langkah mereka. Ada keinginan untuk menggandeng tangan itu, dan Vean mulai menggenggam tangan Dhea. Dhea menoleh, sama sekali tidak menolak pegangan tangan Vean.
Mereka lalu tiba di taman bunga. Berbagai jenis bunga dan penuh warna ada di sana. Dhea menyentuh bunga-bunga, dan menghirup aromanya.
Vean menemani Dhea mengelilingi taman bunga yang sangat besar itu. Kakinya tidak mau berhenti untuk melangkah. Terus saja berjalan bersisian dan tetap bergandengan tangan.
Vean tidak tahu berapa lama sudah waktu yang dihabiskan oleh mereka, tapi dia tidak merasa lelah sama sekali.
Mereka lalu melewati sungai kecil dengan bebatuan besar. Dhea memasukkan kakinya ke dalam sungai itu dan tersenyum saat merasakan air dingin dari sungai. Dia duduk di atas batu yang paling besar. Vean juga sama, merasakan air sungai di kakinya membuat dia merasa nyaman. Dia duduk di batu yang lebih kecil, yang tepat di sebelah Dhea.
Setelah merasa puas, mereka lalu kembali berjalan. Melewati padang rumput beraroma lembut.
Vean merasa nyaman dengan semua ini, dia tidak mau semua ini cepat berakhir. Rumput-rumput bergerak mengikuti angin yang berhembus lembut.
Mereka selalu berdua sejak tadi. Tidak ada sesuatu pun yang mengganggu. Dunia serasa milik berdua, memang itu kata-kata yang sangat tepat sekarang.
sy mencari2 cerita yg berbeda..kebanyakan sama....hy beda nama tokok dan sedikit alur..trus klaim mrk yg awal membuat cerita..muak saya.
terima kasih thor,membuat cerita yg bagus..ah,knp baru nemu sy cerita bagus gini
cintanya dipupuk hingga subur
dimana nih rasa malunya
aku juga pernah lho namnya cinta dalam diam sama pacarnya sahabat sendiri tapi gk kyk Dhea terang²an dengan mengejar seseorang yang tak pasti!!
sakit hati kan rasanya ditolakk !!,,
udah baca 3 kali, udah tau Endingnya kek mana, tapi kenapa gk bisa nahan air mata