Virginia Fernandes mencintai Armando Mendoza dengan begitu tulus. Akan tetapi kesalah pahaman yang diciptakan Veronica, adik tirinya membuatnya justru dibenci oleh Armando.
Lima tahun pernikahan, Virginia selalu berusaha menjadi istri yang baik. Namum, semua tak terlihat oleh Armando. Armando selalu bersikap dingin dan memperlakukannya dengan buruk.
Satu insiden terjadi di hari ulang tahun pernikahan mereka yang kelima. Bukannya membawa Virginia ke rumah sakit, Armando justru membawa Vero yang pura-pura sakit.
Terlambat ditangani, Virginia kehilangan bayi yang tengah dikandungnya. Namun, Armando tetap tak peduli.
Cukup sudah. Kesabaran Virginia sudah berada di ambang batasnya. Ia memilih pergi, tak lagi ingin mengejar cinta Armando.
Armando baru merasa kehilangan setelah Virginia tak lagi berada di sisinya. Pria itu melakukan berbagai upaya agar Virginia kembali.
Apakah itu mungkin?
Apakah Virginia akan kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Virginia tidak percaya
“Armando, kita bersama sudah berapa lama? Selama itu, apa mungkin aku tidak mengenal sifatmu? Katakan saja! Apa yang sebenarnya kau inginkan dariku?”
Armando menggeleng sendu. Berlutut di hadapan Virginia. “Aku benar-benar tidak mau apa-apa darimu. Aku hanya ingin kau tetap disampingku. Apakah itu salah?”
Sakit rasanya melihat Virginia tidak bisa percaya padanya. Tapi dia harus bersabar, karena semua adalah kesalahannya. Sebelum waktu terulang, ia dan Veronica selalu memanfaatkan rasa cinta Virginia. Bahkan sampai Virginia dipaksa untuk mendonorkan sumsum tulang.
“Virginia, jika aku beritahu aku bermimpi, di dalam mimpi itu kau meninggalkanku karena aku melakukan banyak hal kejam padamu. Ketika aku sadar, aku baru tahu orang yang selalu kucintai sebenarnya adalah kamu. Apa kamu akan percaya?”
Virginia kembali menghela napas. “Armando Mendoza, aku tanya sekali lagi. Apa yang sedang kau rencanakan dengan Veronica kali ini? Apa yang benar-benar kalian inginkan dariku? Hati? Ginjal? Jantung?”
Armando menatap sedih. “Aku sungguh tidak ingin apa-apa, juga tidak merencanakan apa-apa. Aku sudah tidak ada hubungan apa pun dengan Veronica..”
“Armando Aku sedang hamil. Kali ini aku tak bisa memberikan apa pun. Apa kau tidak tahu?”
Armando mengangguk. “Aku tahu. Dan aku lah yang paling menantikan kedatangan buah hati kita.”
Virginia tertawa getir. Sebelumnya Armando menolak mentah-mentah bayi dalam kandungannya, lalu sekarang bilang menantikan? “Armando, aku sudah lelah. Mari kita bercerai.
Armando menggeleng, air matanya perlahan menetes. Mengulurkan tangannya ingin menggenggam tangan wanita itu tetapi Virginia menepisnya. “Pergilah, Armando! Cari Veronica! Kali ini aku melepaskanmu.”
Armando menangis tergugu. “Virginia, aku tidak mau bercerai. Percayalah padaku sekali lagi. Kali ini bukan urusan Veronica. Aku benar-benar menyesal. Anggap saja untuk bayi kita. Jika suatu saat kau merasa aku tidak layak, kau bisa pergi kapan saja.”
Virginia menghirup udara banyak-banyak melalui hidung, lalu mengeluarkannya melalui mulut. “Aku tidak tahu. Aku benar-benar bingung. Aku tidak terbiasa melihat sikapmu yang seperti ini. Semua sangat janggal.”
“Jangan lakukan apa pun. Kamu cukup diam. Kali ini biar aku yang mengejarmu! Armando menatap penuh harap.
Virginia bangkit, lalu berjalan tanpa sepatah kata. Armando mengikutinya dengan diam. Ia tahu perjuangannya tidak akan mudah.
;
“Akhirnya kita kembali ke rumah,” ucap Armando. Sebelum waktu terulang, rumah mereka terbakar habis. Itu adalah sesal terdalamnya.
Virginia menoleh lalu mengangguk, bingung dengan ucapan pria itu. “Aku mengambil sandal rumah untukmu,” ucap Virginia ingin berlalu.
“Tidak perlu.” Armando mencegahnya. “Mulai sekarang tidak perlu melakukan hal seperti itu lagi. Aku bisa ambil sandal sendiri. Kamu pasti lelah berjalan sejak tadi. Duduklah! kali ini aku yang akan melayanimu.”
Virginia diam, hanya mengangguk, lalu masuk ke dalam kamar mereka. Armando ingin mendekat, tapi mungkin ia harus memberi Virginia waktu. Berjalan keluar melewati pigura besar foto pernikahan mereka yang masih terpampang di dinding. Hatinya berdenyut nyeri. Sebelum waktu terulang, foto itu sudah tidak ada. Virginia membawanya pergi.
:
:
“Sayang, mau makan yang mana?”
Virginia yang sedang fokus dengan ponsel di tangannya menoleh, tertegun mendapati suaminya datang dengan sepiring buah yang sudah dipotong kecil-kecil. Pria itu benar-benar melayaninya.
“Itu, kata dokter, banyak makan buah bagus untuk wanita hamil.” Armando menggaruk tengkuknya, salah tingkah karena Virginia menatapnya.
;
Pagi datang. Waktunya Virginia untuk berangkat ke perusahaan. Lagi-lagi Armando tidak melepaskan wanita itu seorang diri. Dia ikut pergi bersamanya bahkan selalu mengingatkan Virginia untuk berhati-hati dalam melangkah.
“Armando, berhentilah mengatur gerakan kakiku!” Virginia merasa jengah.
“Sayang, aku tidak bermaksud seperti itu. Aku hanya khawatir.” Armando menatap sedih. Perhatiannya tidak membuat Virginia suka.
Barbara yang melihat kedatangan Virginia bersama dengan Armando mengerutkan kening. “Tuan Mendoza? Anda ikut datang ke grup Morantes?” tanya Barbara heran.
“Tentu saja, istriku sedang hamil. Mulai sekarang pekerjaan Virginia aku yang menanganinya.” Menepuk dada bangga, seolah sudah sukses sebagai suami siaga.
Virginia kaget mendengar itu begitupun dengan Barbara. “Armando, jadi yang kamu inginkan adalah grup Morantes? Asal kau tahu aku tidak akan melepaskan peninggalan terakhir ibuku.”
Armando seketika terkesiap dengan pertanyaan istrinya. Seburuk itukah dirinya di mata Virginia? Sakit. Dadanya terasa sakit.
“Virginia, sudah kukatakan. Aku tidak butuh apa pun. Aku hanya ingin kau berada di sisiku. Tapi tidak apa kalau kamu tidak percaya. Akan aku buktikan dengan tindakan.”
:
Semakin hari Armando semakin melakukan sesuatu yang tidak masuk akal bagi Virginia. Foto-foto yang bagi Armando dulu bukanlah hal yang penting kini justru pria itu yang suka memajang foto mereka berdua.
“Nanti bingkai foto yang kosong ini kita isi foto bayi kita.” Armando menatap Virginia sambil tersenyum. Virginia hanya mengangguk.
“Mulai sekarang, aku akan di sini sambil bekerja sambil merawatmu.”
Virginia lagi-lagi mengangguk. Haruskah dia mempercayai pria itu. Kini ia hanya duduk santai di sofa dalam ruangannya. Di depannya suaminya bekerja sambil meliriknya, sesekali tersenyum. Sedangkan grup Mendoza sendiri ia serahkan pada Cecilia.
:
:
“Kalian perhatikan tidak? Sudah beberapa hari ini Tuan Mendoza selalu datang menemani direktur Virginia ke kantor.”
“Apa ini bisa disebut sebagai penyesalan? Dulu dia yang selalu acuh tak acuh. Tak pernah datang ke grup Morantes. Ini kok tiba-tiba jadi mesra?”
“Hahhh … Siapa yang tahu alasannya?”
Tak pelak keberadaan Armando di grup Morantes menjadi bahan pergunjingan seluruh karyawan.
“Virginia Fernandez…! Virginia …, keluar kamu!”
Para karyawan yang sedang bekerja sambil bergosip terdiam seketika mendengar Veronica berteriak seperti orang kesurupan.
Barbara yang kebetulan ada di sana langsung menghadang. “Grup Morantes bukan milik keluarga fernandez. Untuk apa Nona Veronica berada di sini!”
Plakk
Dengan ganas Veronica menampar pipi Barbara. “Siapa kau? Aku ini adik Virginia Fernandez. Grup Morantes akan menjadi milikku.”
“Kamu sedang bermimpi, ya?” Barbara tertawa mengejek, tidak menghiraukan pipinya yang terasa sakit.
“Kau! Berani-beraninya bicara tidak sopan padaku!” Veronica hendak kembali menampar Barbara, tapi Armando yang baru saja datang bersama Virginia menghadang dan membalas tamparan itu dengan keras.
“Armando! Kenapa kau bantu dia dan malah memukulku? Dia itu hanya budak perusahaan. Budak Virginia berarti budak ku juga!” Veronica meringis memegang pipinya.
“Jika aku tidak membantunya, apa aku harus membantumu?” Armando berkacak pinggang di hadapan Veronica.
“Wahhh… Pukulan yang bagus!” seorang karyawan berseru memuji Armando.
“Pantas saja sudah beberapa hari sampai sekarang aku tak bisa menghubungimu. Ternyata kamu bersama Virginia?” Veronica merasa geram.
Armando berdecak kesal. “Bukan hanya telepon yang aku blokir. Tetapi mulai sekarang, aliran dana dari perusahaan Mendoza ke grup Fernandez juga sudah aku hentikan. Bahkan saham grup Fernandez merosot, para investor menarik diri, itu semua aku yang buat!”
“Apa maksudmu? Jadi ternyata kamu yang menyerang keluarga Fernandez?” Veronica benar-benar syok mendengar fakta itu.
“Kau dan juga orang tuamu selalu menindas Virginia. Maka sekarang terima balasannya.”
“Armando kamu ini bicara apa? Aku adalah wanita yang kamu cintai. Tidak mungkin kan, tiba-tiba saja kamu jatuh cinta pada Virginia? Virginia ini pasti akal licikmu, kan?”
Veronica hendak menyerang Virginia, tapi dengan cepat Armando menghadangnya. “Veronica Fernandez, dulu aku buta hati, tidak memahami hatiku sendiri. Tapi sekarang, aku mengerti Virginia adalah cinta sejatiku.
Armando mundur lalu menghampiri istrinya. “Mulai sekarang, jangan ganggu aku, apalagi istriku. Jika tidak, akan kubuat keluarga Fernandez hancur berantakan!”
yg udh buka puasa....smp bkin orng blak blik bwa mkann,ada jg yg nunggu d dpn pntu....pas udh kluar blangnya lupa....
reader aja ksl,apa kbr mreka.....🤣🤣🤣..
tp mklumin aja,nmanya pngntn baru....🙈🙈🙈