Buat yang gak suka gerah, harap melipir!
Bukan bacaan untuk anak yang belum cukup umur.
Ketika Aishe didorong ke laut oleh Farhan tunangan tercintanya, semua rasa cinta berubah menjadi tekad untuk membunuhnya.
Aishe tidak pernah berpikir bahwa Farhan hanya mencintai uangnya, dan tega berselingkuh bahkan mendorongnya ke laut.
Ketika ombak menelan tubuh Aishe, dirinya berpikir akan mati, namun keberuntungan berpihak padanya. Aishe terdampar di sebuah pulau kosong selama 59 hari hingga suatu hari dia diselamatkan oleh Diego, seorang pengusaha yang tampan namun lumpuh.
Dengan kekuatan dan kekayaan Diego, Aishe memiliki identitas baru dan wajah baru, dia bahkan menjadi sekretaris pribadi Diego. Diego, pria yang kaya dan berkuasalah yang dapat membantunya membalas dendam pada Farhan.
Setelah balas dendam selesai, senyuman menyeramkan muncul di wajah Diego, yang membuat jantung Aishe berdegup kencang menunggu kalimat selanjutnya.
"Sekarang giliranmu untuk membalas budi padaku."
Aishe menatap pria yang mendekat di depannya, dalam hati dia berkata, "Lolos dari mulut buaya, malah masuk ke mulut singa."
Ini bukan novel garis lurus yang bisa diambil banyak pelajarannya. Jadi kalian bisa berhenti jika alir terasa berputar-putar, membosankan, jelek dan yang lain.
Silakan kembali tanpa meninggalkan kesan buru di komentar.
Selamat membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KAY_21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Diego --
Ketika kau jatuh cinta … ah tidak. Ketika kau dalam pengaruh gairah dan napsu, kau tidak akan peduli dengan sekitar.
Aku sudah terpesona, dengan setiap lekuk tubuhnya, dengan dua benda kenyal yang berhasil membuatku puas.
Dia bukan gadis cantik, bahkan tidak sebanding dengan Lyra. Namun entah kenapa, aku selalu puas hanya dengan memandangnya.
Sudah terbiasakah? Atau ada hal lain yang memacu gairahku?
Aishe menjatuhkan dirinya ke belakang, diikuti Diego yang terus menciumnya tanpa ampun. Bahkan, mengambil napas panjang sejenak saja tidak diperbolehkan. Sampai akhirnya, kedua bibir itu berpisah saat tiba-tiba saja telinga mereka mendengar gemuruh dari perut Aishe.
Diego langsung membalik posisinya, duduk di sebelah Aishe. "Lapar?" tanyanya mandangi wajah Aishe yang tampak malu.
"Sedikit. Anda lapar, Tuan?"
"Iya, tapi lebih suka sarapan yang lain." Diego melirik dengan tatapan menyeringai, seperti serigala licik menatap domba putih tidur di hadapannya.
Mendengar jawaban Diego, Aishe segera beranjak dari posisinya, dan tiba-tiba saja sudah berada di atas paha Diego. "Tidak ada kain penutup mata, Tuan. Apa saya boleh menutup mata saja?"
Diego meletakkan satu tangannya di belakang kepala, sambil tersenyum, dia berkata, "Turunlah!" pinta Diego. "Kamu sudah bekerja keras semalam, istirahat saja."
"Tapi, Tuan? Itu … sudah menegang."
Diego melirik Jargon andalannya yang memang sudah siap bertempur. Namun, entah kenapa, dia berubah pikiran dan ingin menyelesaikannya sendiri. Mungkin, dia sedang mempertimbangkan kondisi Aishe yang sudah di bekerja keras semalam.
"Aku bisa menyelesaikannya sendiri." Diego mendorong lengan Aishe agar beranjak dari kakinya. "Tutupi tubuhmu! Aku ingin memanggil Ashan!"
Aishe menurut dengan patuh tanpa protes. Setelah gadis itu menutupi tubuhnya dengan selimut, Diego kembali memanggil Ashan untuk memintanya mengambil kursi roda.
Dia meminta kursi roda?
Aishe melihat sekeliling dan akhirnya menyadari sesuatu yang ganjal. Di kamarnya, dia tidak menemukan kursi roda Diego. Lantas, bagaimana dia bisa datang ke kamarnya tadi malam?
Mungkin, dia diantar Ashan.
Atau ….
Dia kesini sendiri?
Pemikiran yang singkat, tapi terdengar tidak rasional. Aishe pun mencoba mengingat gerakan apa yang mereka lakukan tadi malam, karena dia hanya ingat adegan dimana Diego mendatanginya dengan mabuk, dan memaksanya meneguk Vodka.
Aishe memandangi punggung Diego yang sedang duduk di tepi ranjang sambil memakai pajamas. Pikirannya sedikit terganjal akan sesuatu hal yang aneh, tetapi ia tidak bisa menjabarkan perasaan aneh apa itu.
"Diam saja di tempat tidur, aku akan menyuruh pelayan mengantarkan sarapan!"
Ucapan Diego membuyarkan segala hal yang dia lamunkan. Dengan patuh, ia mengangguk dan menjawab perintah Diego. "Ba-baik!"
Ashan sudah selesai membantu Diego naik ke kursi rodanya, dan bersiap meninggalkan kamar. Namun sebelum pergi, dia sempat berbicara tentang balas dendam Aishe.
"Aku sudah mempertimbangkan taktik mu. Setelah kakimu sembuh, kau sudah bisa menjalankannya."
"Benarkah? Benarkah itu, Tuan?"
Wajah Aishe berbinar seketika, mendengar kabar baik yang dibawa Diego sebelum pria itu pergi. Aishe akhirnya bisa bernapas lega setelah hampir dua bulan menunggu. Akhirnya, dia bisa segera membalaskan dendamnya pada Farhan.
Kabar gembira yang datang, pun langsung memenuhi pikirannya, mengusir segala praduga aneh tentang Diego. Menggantikannya dengan bayangan-bayangan akan keberhasilan taktiknya nanti.
"Dia mulai menyadarinya, Tuan. Haruskah aku melenyapkannya?" tanya Ashan mendorong kursi roda Diego.
"Untuk apa? Kakiku memang mati rasa, hanya saja …." Diego tidak melanjutkan ucapannya dan tersenyum.
"Selidiki pria yang bernama Farhan itu, secepat mungkin!"
"Baik, Tuan!"