“Aku mohon! Tolong lepaskan!”
Seorang wanita muda tengah berbadan dua, memohon kepada para preman yang sedang menyiksa serta melecehkannya.
Dia begitu menyesal melewati jalanan sepi demi mengabari kehamilannya kepada sang suami.
Setelah puas menikmati hingga korban pingsan dengan kondisi mengenaskan, para pria biadab itu pergi meninggalkannya.
Beberapa jam kemudian, betapa terkejutnya mereka ketika kembali ke lokasi dan ingin melanjutkan lagi menikmati tubuh si korban, wanita itu hilang bak ditelan bumi.
Kemana perginya dia?
Benarkah ada yang menolong, lalu siapa sosoknya?
Sebenarnya siapa dan apa motif para preman tersebut...?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dendam 35
Samini menarik peti kayu yang permukaannya sudah di dihaluskan, memutar anak kunci, ia angkat penutup lumayan berat itu, terlihatlah isinya.
"Akh! Darimana datangnya Rayap ini?!”
Brak!
Dikarenakan begitu terkejut, penutup kayu dibanting hingga kembali tertutup.
Ayu yang penasaran membukanya kembali. Muncullah rayap kayu berwarna putih kekuningan. Bukan cuma satu ataupun dua, tapi berduyun-duyun berbaris.
"Uangnya dimakan Rayap!" Sama seperti ibu mertuanya, Ayu berteriak. Matanya terbelalak menatap tidak percaya sekaligus ngeri.
“Tidak!” Tubuh tambun itu lemas, Samini tak sadarkan diri setelah melihat uang kertasnya sudah tidak berbentuk lagi.
“Ulah siapa ini?!” Bahri berdiri, menendang peti berisi tumpukan uang yang kini berubah menjadi serpihan sampah.
Ayu termangu, wajahnya pias. Beberapa hari ini segala hal di sekitarnya sangat tidak masuk akal. Saat pulih dari rasa shock, langsung saja mendekati ibu mertuanya, berusaha menyadarkan.
“GANDI!!”
Terdengar derap langkah menghentak lantai. “Ya, Juragan?”
“Kau cari penyebab binatang menjijikkan itu! Mengapa bisa masuk ke dalam kamarku!!”
Bahri melepaskan sandalnya. Dia berlutut, memukul barisan rayap. “Dari mana asal mu hah?! Bernyali sekali merampok di hunian Bahri!”
Bunyi sandal memukul lantai terdengar nyaring. Betapa marahnya sosok tua itu, di luar rumah para warga sedang menuntut ganti rugi, dan di sini … di tempat teraman menurutnya, uang dari hasil menipu masyarakat, sedang dinikmati oleh ribuan rayap.
Gandi menatap sekilas isi peti yang terbuka, matanya menyipit melihat uang kertas tersobek kecil-kecil. Kemudian ia mencari sumber rumah Rayap. Menggeser rak sepatu, berjongkok mengetuk-ngetuk keramik.
Ada satu keramik berukuran 10x10 cm berbunyi kosong sewaktu di ketuk, garisnya renggang. Gandi mencongkelnya menggunakan ujung parang, ketika di buka sekawan rayap dalam jumlah besar keluar.
“Ambil sapu!” teriak Gandi.
Bi Ginem Bergegas mengambil sapu ijuk, dan langsung di rebut oleh pria berkaos ketat itu.
Setelah di sapu, terlihatlah tanah lembab berair, bukan hanya itu saja. Gandi menemukan pipa berlubang kecil, ditariknya benda bulat yang panjangnya satu meteran. Lagi dan lagi rayap keluar bak air bah.
Bahri berhenti membunuh binatang tidak bersayap, memicingkan mata melihat tidak percaya.
“Sejak kapan ada paralon di kamar ini?” seingatnya tidak ada aliran air.
Gandi menggeser lemari kayu jati yang beratnya luar biasa, tetapi pria paling perkasa diantara lainnya bisa mendorong sampai pindah posisi. Tenyata bagian bawahnya keropos dan bolong, dari sanalah Rayap masuk ke dalam lemari berisi peti penyimpanan uang.
“Saya akan memeriksa di luar, Juragan.” Ia keluar dari kamar utama hunian Bahri.
"Mengapa lama sekali? Waktunya hampir habis, warga_” Hardi melotot.
“Ibu?!” Pengantin baru itu berlutut, menggoyang lengan ibunya yang tertidur di paha sang istri. “Apa yang terjadi, Yu?”
"Lihat di sana!” Ayu menunjuk menggunakan dagu.
Tadi Hardi sangat terkejut, sehingga tidak memperhatikan sekitar, kini tatapannya melihat sang ayah menghamburkan isi peti, dan membanting benda yang dibeli dengan harga mahal.
“Uang kita_”
“Habis dimakan rayap,” sela Ayu. Dia menyanggah kepala ibu mertuanya agar duduk.
“Mustahil!” giliran Hardi yang murka, menggeleng tak percaya.
“Uang ku! Hartaku ludes!” Samini meracau, dia baru saja sadarkan diri, langsung menangis pilu.
"Mana kunci peti satunya?!" Intonasi Bahri terdengar menggeram, meminta kunci brankas berisi perhiasan.
Tangan Samini bergetar mengambil anak kunci yang selalu dia peniti di bra kembennya. Memberikan kepada sang suami.
"Biar saya saja!" Hardi merebut kunci tersebut, membuka gembok berwarna kuning, lalu mendorong penutupnya ke belakang.
"Hah! Kosong ... melompong!" Mulutnya menganga.
"Apanya yang kosong?!" Samini merangkak mendekati putranya.
Bak orang kesurupan, Samini mengamuk. Menghentakkan kaki seraya berteriak, memaki, menyumpahi. "Cari sampai dapat perampok itu! Aku tak mau tahu! Perhiasan dan uangku harus kembali!"
Baru kali ini juragan Bahri kehilangan kata-kata. Sosok yang biasanya selalu menekan, bahkan merampas hak warga miskin mudah di ditindas. Kini berada dalam keadaan tidak berdaya. "Panggil Ki Jaya!"
Pyaar!
Suara benda pecah memekakkan telinga. Si provokator melempar batu memecah kaca jendela susun rumah juragan Bahri.
"Hei! Jangan mangkir dari tanggung jawab! Ini sudah lebih dari satu jam! Bila dalam hitungan kesepuluh tak jua keluar, maka kami akan merusak rumah kalian!!"
Bahri tersulut emosi, tidak lagi memperdulikan tentang citranya. Dia mengambil senapan angin yang tergantung di dinding.
Hardi langsung menghalangi. "Yah, jangan gegabah!"
"Awas kau! Akan ku tembak kepala si mulut besar itu!"
Terjadilah adegan saling tarik menarik di ruang tamu luas.
Tin!
Tin!
Suara klakson mobil sedikit meredam riuh nya teriakan warga. Sugeng datang bersama dua orang pengawalnya.
Sebagai lurah yang selama ini berakting mengayomi masyarakat, Sugeng berusaha mencarikan solusi, meminta warga bersabar. "Sudah saya katakan tempo hari, akan sepenuhnya bertanggung jawab. Tunggu sebentar, biarkan saya masuk dulu kedalam rumah juragan Bahri."
Sementara itu disamping rumah, Gandi mencangkul tanah mencari patahan paralon.
"Apa mau saya bantu, Kang?" Lastri mendekati pria yang wajahnya bercucuran keringat.
"Tak usah! Kau sebaiknya jangan ke depan. Bahaya!" Kembali Gandi mencangkul.
'Selamat menikmati kejutan dariku.' Lastri tersenyum miring, tetap memperhatikan Gandi dengan raut polos.
Lastri lah yang membuat skenario ini sewaktu dahulu dia menaburkan tanah kuburan. Bukan cuma mengeluarkan hewan ternak dari kandang, tapi juga membuat rumah bagi Rayap.
Pernah satu kali dirinya disuruh mengantar makan siang ke dalam kamar Samini, pada waktu itu bi Ginem sedang tidak enak badan. Dari sanalah ide itu tercetus.
Pada saat mantan ibu mertuanya terlelap, Lastri melangkah dalam senyap ke pojok ruangan bersebelahan dengan lemari besar. Matanya menatap penuh minat pada satu kotak keramik, yang sisinya ada lubang kecil. Lastri segera beraksi, mengambil obeng di dapur, kembali lagi ke kamar.
Lastri membuka keramik itu, mengorek pasirnya, kembali menutupnya, dan menggeser rak sepatu tanpa pintu supaya tidak ada yang mengetahui.
Rayap sangat menyukai kelembaban, tanah sedikit basah. Seperti merawat bunga agar selalu segar bila disirami, begitulah cara Lastri mengundang rayap supaya membuat kerusakan di lemari peti.
Putri ni Dasah itu tahu betul kalau makanan kesukaan Rayap yaitu, Kertas, dan kayu.
Sedangkan raib nya perhiasan, itu ulah Gareng yang sebenarnya jelmaan para arwah mati penasaran.
Rencana kesekian kalinya berhasil. Kini Bahri dan lainnya bersiap menghadapi bencana buatan wanita yang dulu mereka perlakuan hina.
"Ayu, lepas emas yang ada di tubuhmu! Begitu pula kau Samini. Untuk sementara waktu perhiasan kalian bisa dijadikan jaminan, sampai kita bisa menjual sedikit aset agar bisa mengganti kerugian warga!" Akhirnya jalan tengah diambil, agar mereka tidak terkena amukan massa.
Dengan berat hati, Ayu dan juga Samini melepas perhiasan mreka.
Benar saja, hal tersebut dapat mendinginkan suhu panas di badan warga yang sudah terlanjur murka. Mereka akan kembali esok hari.
***
"Gunakan uang ini untuk membeli kebun Bahri dan juga Sugeng! Tekan harganya hingga jatuh ke jurang!"
.
.
Bersambung
kasih vote aja biar double up
owh ya kok lurah Yusuf bisa ada disitu ya
apa karna dia punya indra ke6 tau Lastri ada masalah lgsg datang
semoga Lastri gak kenapa2 dan ni dasah DTG untuk membantu anaknya
mana nih kelanjutannya