Di kehidupan sebelumnya, Duchess Evelyne von Asteria adalah wanita paling ditakuti di kerajaan. Kejam, haus kekuasaan, dan tak ragu menyingkirkan siapa pun yang menghalangi jalannya. Namun, semuanya berakhir tragis. Pengkhianatan, pedang yang menembus perutnya yang tengah mengandung besar itu mengakhiri segalanya.
Namun, takdir berkata lain. Evelyne justru terbangun kembali di usia 19 tahun, di mana ia harus menentukan jodohnya. Kali ini, tekadnya berbeda. Bukan kekuasaan atau harta yang ia incar, dan bukan pula keinginan untuk kembali menjadi sosok kejam. Dia ingin menebus segala kesalahannya di kehidupan sebelumnya dengan melakukan banyak hal baik.
Mampukah sang antagonis mengubah hidupnya dan memperbaiki kesalahannya? Ataukah bayangan masa lalunya justru membuatnya kembali menapaki jalan yang sama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35: Kekhawatiran Duchess Astria
“Baik, Nyonya,” ucapnya, namun dia masih belum diizinkan keluar dari sana.
“Kau, yang mengumbar gosip dan mengutarakan mantan tuan, hukumanmu adalah memotong lidah sendiri! Sebagai seorang pelayan, kau jangan pernah mengatakan apa pun yang terjadi di kediaman tuanmu atau mantan tuanmu. Itu adalah harga seorang pelayan. Tentu saja, kau juga bisa melakukan hal serupa dan membuat perjanjian. Bagaimana?” ucap lagi Evelyne dengan seringainya. Habis sudah seluruh pelayan yang memiliki maksud terselubung.
Bahkan beberapa ujian yang tidak dimengerti kepala pelayan langsung dijelaskan oleh Evelyne satu demi satu, dan kepala pelayan mulai mengetahui apa saja kewajiban tak tertulis yang harus disanggupi semua pelayan.
“Terima kasih, Nyonya. Anda adalah berkat bagi kami,” ucap kepala pelayan. Evelyne mengangguk dan baru pergi karena kelelahan.
Seorang pelayan pria yang masih berdiri kebingungan, dia tak dipersilakan keluar barisan ataupun mendapat hukuman atau dipecat. Dia terdiam kebingungan. Dia menatap kepala pelayan yang merupakan ibunya.
“Ibu, apa yang harus saya lakukan?” tanyanya bingung. Kepala pelayan mengambil susuk yang dipegang pria itu.
Plak!
Kepala pria itu dipukul hingga dia meringis kesakitan dan menatap sang ibu dengan jengah. Kepala pelayan tampak kesal karena anaknya masih nampak kebingungan.
“Kau hanya perlu memasak sekarang. Ini sudah jam makan siang. Kau mau membuat kita semua kelaparan!” teriak kepala pelayan dengan gayanya yang khas. Dia pun mengangguk sambil cengengesan dan kembali ke dapur.
“Anda kelelahan, Evelyne?” tanya Piter mendekat dan mengangkat tubuh istrinya.
“Iya, nyamannya,” ungkap Evelyne melingkarkan tangannya di leher sang suami.
“Kalian mulai belajar pada kepala pelayan. Aku tak perlu dilayani saat bersama suamiku,” ucap Evelyne mempersilakan kedua pelayan pribadinya yang bernama Indir dan Lauren.
“Baik, Nyonya,” ucap keduanya bersamaan. Evelyne sadar bila gosip pedas akan segera keluar di kalangan sosialita. Namun, dia juga akan menggunakan kesempatan itu untuk mengukuhkan posisinya saat ini.
“Apakah Anda juga akan melakukan ujian untuk kesatria pengawal Anda?” tanya Piter. Evelyne terkekeh mendengarnya.
“Saya percayakan itu pada Anda. Nampaknya para kesatria bayangan saja sudah cukup bagi saya,” ucap Evelyne lembut, karena untuk bidang kesatria, jelas bila Piter jauh lebih berpengalaman dibandingkan dengan dirinya.
Pada akhirnya, Piter setuju. Toh, kemampuan dari kesatria bayangan adalah yang terbaik di kerajaan. Jadi, menjadikan mereka pelindung Evelyne adalah hal yang baik menurut Piter.
“Tuan, Nyonya, Duchess Astria datang berkunjung!” Kepala pelayan tampak berlari dan menghampiri tuannya.
“Ibu?” tanya Evelyne bingung. Evelyne mengangguk dan bersama dengan Piter, dia berjalan menuju ke ruang tamu di mana ibunya tampak tengah menunggu.
“Evelyne?” Duchess Astria bangun dari duduknya dan mendekati putrinya. Seketika Duchess Astria melihat tanda kemerahan di bagian leher putrinya.
“Anda baik-baik saja, Nak?” tanyanya langsung menghampiri Evelyne dan memeluknya.
“Saya baik, Ibu.” Evelyne tersenyum dan membawa ibunya untuk duduk.
“Nampaknya saya tak dapat mendampingi kalian berdua. Saya izin pamit,” Piter menunduk memberi salam pada ibu mertuanya.
“Aku di belakang,” bisik Piter mengecup kening Evelyne sebelum akhirnya pergi.
“Nampaknya Duke Zisilus amat memperhatikanmu, Nak,” Duchess Astria tersenyum bahagia untuk putrinya.
“Ya, dia sangat memperhatikan saya, Ibu.” Evelyne membenarkan ucapan ibunya tanpa sungkan.
“Cinta memang sulit ada dalam pernikahan bangsawan. Mungkin Anda juga melakukan ini karena tuntutan dan juga rasa kewajiban. Namun, apa pun itu, Evelyne, saya berharap putriku ini selalu mementingkan kebahagiaannya,” ucap Duchess Astria. Evelyne mengangguk dan pelayan datang membawa teh dan juga camilan.
“Nyatanya saya dapat menjadi siapa pun atau menempatkan siapa pun di sisi saya, Ibu. Saya adalah calon Duchess Astria dulu, tak membutuhkan lagi gelar lebih tinggi dari itu. Namun, saya memilih Piter karena saya memang mencintai dia, Ibu,” jelas Evelyne pada ibunya. Mata ibunya membulat mendengar penuturan sang putri.
“Cinta kadang membuat luka dalam hati wanita, Evelyne. Jangan serahkan seluruh cintamu pada satu pria.” Merasa bila pengalaman buruk menimpa dirinya saat merasakan cinta, Duchess memperingatkan putrinya agar tak terjerumus dalam keputusasaan yang sama seperti yang pernah dia alami.
“Ibu, Piter adalah Zisilus. Anda lupa siapa Zisilus?” Kekeh Evelyne menyadari kekhawatiran ibunya.
“Seorang Zisilus bahkan pernah meluluhlantakkan satu kerajaan karena membunuh istrinya atau mengurung wanita yang dia cintai karena tak sanggup membuat wanitanya dalam bahaya. Mereka bukan Astria yang memiliki ketulusan hati dan kelapangan untuk menerima. Namun, Piter adalah Zisilus yang akan melakukan apa pun demi wanitanya,” ucap Evelyne berharap agar ibunya tak mengkhawatirkan dirinya secara berlebihan.
“Yah, sepertinya Ibu lupa siapa Piter. Namun, ketakutan yang Ibu alami terkadang membuat Ibu waswas akan segala yang menimpa putri Ibu di masa depan. Evelyne, jangan sungkan menceritakan kesahmu pada Ibu bila kamu dalam kesulitan, Nak.” Duchess Astria kembali memeluk Evelyne, setetes air mata ia jatuhkan.
Deg!
Jantung Duchess Astria berdegup kencang. Dia menatap pelayan yang menyediakan teh. Matanya yang dapat menilai tatapan seseorang, karena memiliki darah Harferd, langsung menahan.
“Siapa kau!” Mata Duchess Astria berubah menjadi keemasan. Dia menunjuk pelayan itu dan memeluk Evelyne agar aman.
“Menunduk!” perintah lagi Duchess Astria. Wanita itu seketika menunduk, menuruti perintah Duchess Astria yang menggunakan kekuatan Harferd untuk menekan jiwanya.
“I-Ibu, ada apa?” tanya Evelyne, menatap pelayan yang tadi tak ikut berkumpul itu.
Cetrak!
Evelyne menjentikkan jarinya dan dua pengawal bayangan datang. Duchess Astria berubah lemas karena menggunakan kekuatannya. Evelyne menatap yang menunduk itu.
“Serahkan dia pada suamiku!” perintah Evelyne, sedangkan Duchess Astria tampak sesak di dadanya dan beberapa kali berusaha menstabilkan napasnya.
“Ibu, Anda baik-baik saja?” tanya Evelyne. Dia mengusap punggung ibunya, berharap sang ibu perlahan tenang.
“Maafkan Ibu, Nak. Ibu tak bisa menggunakan kemampuan itu sesuai keinginan Ibu,” ucap Duchess Astria, karena memang hanya anak laki-laki Harferd saja yang bisa mengendalikan kemampuan itu dengan baik, dan tentu saja dengan latihan yang sangat ketat.
“Sebenarnya ada apa, Ibu?” tanya Evelyne. Duchess Astria kebingungan.
“Ibu merasa bila pelayan tadi memiliki niat membunuh kepadamu, Nak. Dia seolah mengatakan ‘Matilah!’ Ibu tidak mengerti, Nak.” Evelyne terkekeh dan memang kini dia harus mulai terbiasa dengan berbagai cara pembunuhan yang akan menimpanya.
“Tenang saja, Ibu,” dia memberi isyarat pada seorang pelayan untuk membuang semua makanan itu.
Racun, pembunuh bayaran, jebakan, dan tekanan sosial akan kentara terasa di masa depan. Evelyne tak ingin berlarut-larut dalam satu masalah. Kini, dia harus menyelesaikan semua urusannya dengan cepat.
Tempat yang terlihat paling aman terkadang adalah tempat yang paling berbahaya. Evelyne harus segera membersihkan kediaman itu dari mata-mata sebelum memulai rencananya dalam menghentikan peperangan.
“Nyonya, Tuan Duke berpesan bila pelayan itu bukan dari Zisilus, namun dari Arvis.” Evelyne mengangkat sudut bibirnya. Dia memang sudah menebaknya.
“Baik, kembalilah. Ibu? Sepertinya kita tak dapat berbincang dengan nyaman sekarang. Acara turunnya salju pertama akan dirayakan dengan pesta gaun musim dingin. Saya yang akan menyelenggarakannya,” ucap Evelyne memberikan kode pada ibunya.
“Ibu mengerti, Nak. Berhati-hatilah. Ibu sudah membawakan semua barang yang diperlukan. Ibu berharap ini akan mengefisienkan waktu yang akan memakan waktumu dalam mempersiapkan acara besar tersebut.” Duchess Astria berdiri dari duduknya dan memeluk lagi Evelyne sebelum akhirnya keluar dan berpamitan kembali ke kediaman Astria.
Kini, Evelyne akan mulai bekerja sebagai Duchess Zisilus. Maka, biar dia urus semua yang ada di kediaman itu tanpa terlewatkan.