Elara Calista seorang wanita cantik yang menjadi istri kedua dari Erlangga Lysander pria tampan yang begitu dicintainya. Sayang saja hubungan mereka tidak pernah mendapatkan restu. Membuat rumah tangga mereka sering di landa masalah. Yang dibuat oleh istri pertama Erlangga serta ibu mertuanya yang begitu tidak menyukainya.
Mereka melakukan berbagai cara untuk menghancurkan pernikahan nya. Hingga akhirnya pernikahan Elara dan Erlangga benar benar berada di ujung tanduk.
Apakah Elara harus bertahan atau memilih untuk menyerah?. Dan apakah Erlangga akan membiarkan Elara pergi dari kehidupannya?.
(Jangan lupa yaww bantu folow akun Ig @sya_gelow )
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syana Elvania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesepakatan
Sudah hampir dua jam Elara berada di makam sang bunda. Rasanya Elara tak ingin beranjak pergi ingin tetap disini. Kini beban di pundaknya terasa lebih ringan setelah mengeluarkan apa yang selama ini ia pendam walaupun hanya berbicara sendiri di depan makan. Namun, itu membuatnya lega.
Saat tengah melamun sembari mengusap lembut batu nisan sang bunda tiba tiba saja ia dikejutkan dengan bayangan tubuh kekar menghalangi sinar matahari yang menerpa tubuhnya. Elara mendongak, tertegun menatap sang suami yang sudah berdiri di belakang nya dengan wajah cemas.
"Sayang... Aku mencari mu sejak tadi..." Lirih Erlangga lelah. Setelah mencari elara. Hingga akhirnya Erlangga pergi ke suatu tempat yang kemungkinan akan sering Elara datangi. Dan untung saja Elara ada disini.
Elara menatap dingin suaminya. Belum siap untuk berhadapan dengan suaminya. Pandangannya kembali menatap batu nisan sang bunda tidak berniat untuk membalas perkataan suaminya.
Erlangga menghela nafas kasar. Berjongkok, memegang salah satu bahu sang istri. "Kita bisa bicarakan baik baik. Dan biarkan aku menjelaskan nya..." Lirih Erlangga dengan hati hati takut Elara kembali marah.
"Aku butuh waktu sendiri. Jangan ganggu aku, dan selesaikan masalah mu... Aku sudah lelah dan muak." Cicit Elara dengan lelah. "Dan... Aku tidak butuh permintaan maaf mu lagi. Karna percuma jika kamu selalu mengulanginya lagi."
Erlangga terdiam jelas bimbang harus melakukan apa. Ketika semuanya menjadi kacau. Tapi yang pasti Erlangga tidak akan membiarkan wanita yang dicintainya pergi dan menyerah padanya. " Aku janji aku akan menyelesaikan masalah ini untuk mu dan untuk masa depan kita."
Elara tersenyum sinis. "Apa kamu tidak sadar?. Berapa kali kamu sudah mengucapkan itu pada ku?. Dan nyatanya?. Masih tetap sama. Jangan memberikan ku harapan palsu."
" Baiklah aku akan memutuskan hubungan dengan ibu ku dan aku akan menceraikan Lala setelah wanita itu melahirkan." Ujar Erlangga dengan pendirian yang teguh.
Elara mendongak menatap tajam suaminya tidak yakin dengan perkataan sang suami. "Kamu yakin?. Dan Lala sedang mengandung anak mu?!. Apa kamu ingin anak mu tidak memiliki seorang ayah?. Lebih baik kamu talak aku saja sekarang."
"Tidak!. Aku tidak akan membiarkan mu menyerah pada hubungan kita." Tegas Erlangga jelas tak ingin sang istri menyerah pada hubungan mereka. "Aku juga yakin anak itu bukan lah anak ku. Aku juga sadar. Jika hidup ku adalah pilihan ku. Dan aku memilih mu. Ku mohon tetap lah bertahan selagi aku mengurus semua itu dan membuktikan jika anak yang di kandung Lala bukan lah anak ku." Mohon Erlangga penuh harap pada sang istri untuk memberikan nya kesempatan lagi.
Elara tertegun melihat kedua mata suaminya yang memancarkan tekat dan kesungguhan. Ia menghela nafas kasar. "Baiklah. 7 hari jika kamu tidak bisa menepati ucapan mu. Maka tolong biarkan aku mundur dan pergi dari kehidupan mu." Lirih Elara kembali menunduk.
Erlangga menarik senyum lega melihat Elara yang masih ingin memberikan nya kesempatan lagi. "Aku akan melakukan nya sebelum waktu itu selesai."
Elara menarik nafas dalam dalam. "Tapi aku punya satu syarat. Selama itu, kamu jangan pernah temui aku dan aku akan tinggal dirumah lama ku. Jika kamu tidak mau maka. Batal." Sengaja Elara memberikan syarat itu karna jujur saja Elara ingin menenangkan dirinya.
Erlangga sempat terdiam lama. Jelas ingin menolaknya. Tapi sadar Elara juga butuh waktu untuk tenang. Setelah semua kekacauan yang terjadi.
"Bagaimana jika anak itu benar benar anak mu?. Aku sebenarnya tidak masalah menjadi madu. Tapi ibu dan istri pertama mu yang sangat tidak menyukaiku. Walaupun aku sudah mencoba berbagai cara untuk bersikap baik. Dan, kamu... Kamu sekarang tidak adil pada ku." Lirih Elara menarik nafas dalam dalam menguatkan hatinya. Mengeluarkan apa yang dipendamnya.
Erlangga terdiam merasa bersalah dan marah pada dirinya sendiri yang membiarkan wanita yang paling dicintainya menghadapi semua itu sendiri.
Elara tersenyum tipis, saat Erlangga tak menjawab pertanyaan nya. "Bun... Elara pulang dulu yah." Pamit Elara dengan senyum manis. Berdiri dan berlalu pergi. Baru satu langkah ingin beranjak pergi, pergelangan tangan nya di cekal suaminya. Membuatnya terpaksa berhenti.
"Kamu mau kemana. Pulang lah bersama ku kita bahas ini dengan kepala dingin. Aku tidak ingin kehilangan mu."
"Aku butuh waktu sendiri setelah semua yang telah terjadi. Aku ingin menenangkan pikiran dan juga hatiku. Aku tidak ingin salah mengambil keputusan karna suasana hati ku yang tidak baik. Jadi tolong jangan ganggu aku dulu. Saat aku sudah siap untuk kembali berbicara dengan mu barulah kita bahas semua ini." Pinta Elara melepaskan genggaman tangan suaminya. Dan pergi.
Erlangga diam, berdiri kaku. Memilih menyerah membiarkan Elara pergi untuk sementara waktu. Tidak ingin terlalu memaksa kan diri pada wanita nya.
Elara menguatkan langkah nya. "Ayo Elara kamu pasti bisa. Kamu harus kuat." Bisik Elara pada dirinya sendiri. Elara menunggu di luar pemakaman. Sembari memesan taksi terdekat.
Sedangkan tak jauh dari nya ada Erlangga yang menatap nya dengan tatapan yang tidak bisa ia artikan. Sesekali Elara akan mencuri pandang pada suaminya. Merasa kasihan melihat wajah lelahnya. Sama hal nya dengan Erlangga yang ikut menatap Elara tatapan pria itu seakan menembus dalam ke hati nya. Membuat Elara cepat cepat mengalihkan pandangannya.
Taksi pesanan Elara akhirnya sampai Elara segera masuk kedalam taksi. "Sesuai aplikasi ya pak." Ujar Elara yang diangguki si supir taksi yang langsung melakukan mobilnya ke alamat tujuan nya yang jarak nya tak jauh dari tempat pemakaman umum ini. Hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja.
Elara menoleh kebelakang mendapati mobil suaminya yang mengikuti dari belakang. Sepertinya suaminya itu ingin memastikan kemana ia akan pergi.
Akhirnya taksi berhenti disebuah rumah sederhana, Elara turun dari taksi setelah membayar taksinya. Ia menghela nafas berat menatap rumah sederhana dengan setengah tembok beton dan kayu. Ia menoleh kebelakang menatap mobil Erlangga yang juga menepi di dekat rumah nya dan Elara membiarkan nya saja.
Ia membuka pagar besi yang tinggi nya hanya sepinggang nya dan sudah mulai berkarat. Ia masuk ke berjalan dengan langkah pelan tapi pasti. Mengambil kunci yang disimpan nya di bawah pot bunga. Dengan yang berat Elara menggunakan kunci itu untuk masuk kedalam rumah.
Seutas senyum terbentuk dibibirnya. "Rumah ini... Masih sama seperti terakhir kali aku tinggal kan." Gumam Elara menatap seisi rumah yang rapih dan bersih tanpa debu. Lantaran waktu dulu menikah dengan Erlangga ia sempat kan untuk meminta pada pria itu agar rumahnya tetap dirawat dengan baik.
"Huh~, bun rumahnya masih sama tapi suasana nya sudah berbeda. Elara kangen waktu bunda selalu meluk Elara ketika Elara capek." Ia tersenyum getir. Menghapus kasar air matanya yang hampir jatuh ke pipinya.
Elara berbalik hendak menutup pintu. Sebelum itu ia menatap suaminya yang masih disana. Menatap kearahnya. Ia memaksakan senyum nya. Sebelum akhirnya menutup pintu rumah.