NovelToon NovelToon
Cincin Peninggalan Kakek

Cincin Peninggalan Kakek

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Kebangkitan pecundang / Menjadi Pengusaha / Anak Lelaki/Pria Miskin / Balas Dendam / Mengubah Takdir
Popularitas:25.7k
Nilai: 5
Nama Author: RivaniRian21

Di sebuah desa kecil di lereng Gunung Sumbing, Temanggung, hidup seorang pemuda bernama Arjuna Wicaksono. Sejak kecil, ia hanya tinggal bersama neneknya yang renta. Kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan saat ia masih balita, sementara kakeknya telah lama pergi tanpa kabar. Hidup Arjuna berada di titik terendah ketika ia baru saja lulus SMA. Satu per satu surat penolakan beasiswa datang, menutup harapannya untuk kuliah. Di saat yang sama, penyakit neneknya semakin parah, sementara hutang untuk biaya pengobatan terus menumpuk. Dihimpit keputusasaan, Arjuna memutuskan untuk merantau ke Jakarta, mencari pekerjaan demi mengobati sang nenek. Namun takdir berkata lain. Malam sebelum keberangkatannya, Arjuna menemukan sebuah kotak kayu berukir di balik papan lantai kamarnya yang longgar. Di dalamnya tersimpan cincin perak kuno dengan batu safir biru yang misterius - warisan dari kakeknya yang telah lama menghilang. Sejak menggunakan cincin itu, kehidupanNya berubah drastis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RivaniRian21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19 Kehebohan Kampus

Suara adzan Maghrib berkumandang lembut dari masjid terdekat saat Arjuna melangkahkan kakinya memasuki gang kos. Langit yang tadinya jingga kini menggelap, dan lampu-lampu di sepanjang lorong kos sudah menyala, menciptakan suasana yang hangat dan tenang.

Ia tiba di teras depan dan mendapati teman-temannya sudah berkumpul seperti biasa. Budi sedang menyetel senar gitarnya, sementara Ucup dan Toni tampak serius bermain gaple, sesekali diiringi tawa atau gerutuan pelan. Suasana terasa santai dan akrab.

"Nah, ini dia yang ditunggu-tunggu, juragan semen kita pulang!" sapa Budi dengan cengiran khasnya saat melihat Arjuna.

Arjuna tersenyum. "Baru pulang, Mas?"

"Iyalah. Tinggal si Gofar aja yang belum balik," jawab Toni sambil membanting kartu gaplenya. "Katanya ada lemburan deadline lukisan. Paling juga lagi ngejar 'inspirasi' di kafe."

Ucup mendongak dari kartunya, menatap Arjuna. "Gimana, Jun? Muka lo kelihatan capek tapi lebih cerah dari tadi pagi. Dapet kerjaan?"

Pertanyaan itu membuat Budi dan Toni ikut menatapnya dengan penuh harap. Arjuna tidak langsung menjawab. Ia meletakkan tas selempangnya, lalu duduk di antara mereka, meregangkan punggungnya yang terasa pegal. Di dalam sakunya, tiga lembar uang seratus ribuan terasa begitu nyata dan hangat.

"Gimana kalau kita makan malam di luar malam ini?" kata Arjuna tiba-tiba, suaranya terdengar santai. "Di warung sate depan jalan raya itu, kelihatannya enak."

Ketiga temannya terdiam sejenak, saling berpandangan.

"Makan di luar? Tumben banget," kata Budi, menyipitkan matanya. "Lo lagi dapet undian atau gimana?"

Arjuna tertawa kecil, sebuah tawa yang terdengar ringan dan lepas. "Nggak, Mas. Cuma pengen traktir kalian aja." Ia berhenti sejenak, sebelum menambahkan dengan nada bangga yang terselip di antara kerendahan hatinya. "Alhamdulillah, hari ini... saya yang bayar."

Seketika, suasana menjadi heboh.

"SERIUSAN, JUN?!" Budi langsung meletakkan gitarnya dan merangkul Arjuna. "WIIH! Bos baru kita ini! Kesambet jin baik mana lo di jalan?!"

"Traktir?" Ucup bahkan sampai berhenti mengocok kartunya, menatap Arjuna dengan kacamata yang sedikit melorot. "Wah, ini momen langka, harus diabadikan."

Toni tersenyum lebar, menepuk punggung Arjuna dengan keras. "Mantap! Jadi, dapet kerjaan di mana lo?"

Arjuna pun menceritakan pengalamannya hari itu, tentu saja dengan versi yang sudah ia sunting. Ia bercerita tentang bagaimana ia nekat melamar di proyek bangunan dan diterima sebagai kuli angkut semen. Ia tidak menceritakan tentang bagaimana ia mengangkat tiga karung sekaligus atau tentang jumlah total yang ia angkut. Ia hanya berkata bahwa pekerjaannya berat, tapi upahnya lumayan.

"Gila lo, Jun! Kerja jadi kuli bangunan?" Budi menatapnya tak percaya. "Badan kayak lidi gitu, nekat banget!"

"Yang penting halal, Mas," jawab Arjuna sederhana.

"Salut gue sama lo, Jun," kata Toni tulus. "Kerja keras lo luar biasa. Pantesan bisa traktir kita."

Malam itu, mereka berempat berjalan kaki menuju warung sate di jalan raya. Aroma sate ayam dan kambing yang dibakar di atas arang terasa begitu nikmat. Untuk pertama kalinya, Arjuna makan malam di Jakarta tanpa perlu khawatir tentang harganya. Ia memesan sate, nasi, dan es teh manis untuk teman-temannya, merasakan kebahagiaan sederhana dari hasil kerja kerasnya sendiri.

Melihat tawa dan canda teman-temannya yang menikmati traktiran pertamanya, Arjuna merasa semua lelah dan pegalnya hari itu terbayar lunas. Ini adalah kebahagiaan yang nyata. Kebahagiaan yang ia ciptakan dengan tangannya sendiri, dengan keringatnya sendiri, dan tentu saja, dengan sedikit bantuan dari cincin wasiat kakeknya.

Di warung sate pinggir jalan, tawa riang membahana dari meja yang ditempati Arjuna dan teman-temannya. Asap dari bakaran arang mengepul, membawa aroma sedap yang bercampur dengan hiruk pikuk lalu lintas. Budi sedang dengan semangat bercerita tentang dosennya yang galak, sementara Ucup dan Toni menimpali dengan komentar-komentar lucu.

"Sumpah, Jun! Lo harus liat muka si Budi pas ketahuan main game di kelas!" seru Toni sambil tertawa terbahak-bahak.

Arjuna ikut tertawa. Untuk sesaat, ia lupa akan semua bebannya. Dikelilingi teman-teman, menikmati sate ayam panas dan es teh manis dari hasil jerih payahnya sendiri, ia merasa seperti mahasiswa biasa. Ia merasa normal. Ia tidak tahu, bahwa di saat yang bersamaan, namanya sedang menyebabkan kegemparan di tempat yang paling tidak ia duga.

Sementara itu, puluhan kilometer jauhnya, di dalam sebuah ruangan kantor yang dingin dan megah di lantai atas Gedung Rektorat Universitas Nusantara Global, suasananya jauh dari kata santai. Profesor Budiarto, Dekan Fakultas Teknik yang disegani, memijat pelipisnya sambil menatap layar tablet di hadapannya. Di seberangnya, duduk Ibu Ratna, kepala bagian penerimaan mahasiswa baru, dengan wajah tegang.

"Bagaimana bisa seperti ini, Bu Ratna?" tanya Profesor Budiarto, suaranya yang berat terdengar penuh rasa tak percaya.

"Kami juga tidak mengerti, Pak," jawab Ibu Ratna. "Tim pemeriksa sudah mengeceknya tiga kali. Hasilnya tetap sama. Ini... ini sebuah anomali."

Di layar tablet itu, terpampang hasil ujian saringan masuk beasiswa atas nama Arjuna Wicaksono. Deretan angka yang tercetak di sana sungguh tidak masuk akal.

Matematika & Sains Dasar: 100%

Pengetahuan Umum & Analitik: 99% (Salah 1 nomor)

Bahasa Inggris (Struktur & Pemahaman): 99% (Salah 1 nomor)

"Skor nyaris sempurna," gumam sang Dekan. "Sudah bertahun-tahun kita tidak pernah melihat hasil seperti ini, bahkan dari lulusan sekolah internasional terbaik sekalipun."

"Bukan itu saja yang aneh, Pak," timpal Ibu Ratna. "Tim sudah menganalisis dua nomor yang salah itu. Coba Bapak lihat."

Ia menunjuk layar. "Di bagian Bahasa Inggris, nomor yang salah adalah pertanyaan paling dasar tentang penggunaan 'is' dan 'are'. Sangat tidak mungkin seseorang yang bisa menjawab soal-soal pemahaman bacaan paling rumit melakukan kesalahan sekecil ini. Dan di bagian analitik, nomor yang salah adalah soal logika paling sederhana di seluruh set pertanyaan."

Profesor Budiarto terdiam, matanya yang tajam menatap lekat pada data di hadapannya. Ia menggulir layar, melihat profil pendaftar: Arjuna Wicaksono, lulusan SMA negeri kecil dari sebuah desa di lereng gunung, tanpa catatan prestasi olimpiade nasional maupun internasional. Semuanya terasa kontradiktif.

"Ini bukan kesalahan," desis Profesor Budiarto setelah hening beberapa saat.

Ibu Ratna menatapnya dengan bingung. "Maksud Bapak?"

"Anak ini," kata sang Dekan sambil menunjuk nama Arjuna di layar, "tidak membuat kesalahan. Dia sengaja menjawabnya dengan salah."

Ibu Ratna semakin bingung. "Sengaja? Untuk apa, Pak?"

"Untuk tidak terlihat sempurna," jawab sang Dekan, matanya kini berkilat penuh minat. "Dia tahu skor sempurna akan menarik terlalu banyak perhatian dan mungkin dicurigai sebagai hasil kecurangan. Dengan sengaja membuat dua kesalahan kecil yang acak, ia mencoba terlihat manusiawi. Ini bukan tanda kebodohan, Bu Ratna. Ini adalah tanda kecerdasan tingkat tinggi yang dibalut dengan kesombongan yang sangat halus."

Sang Dekan bersandar di kursinya, senyum tipis tersungging di bibirnya. Misteri ini jauh lebih menarik daripada sekadar menemukan seorang jenius biasa.

"Saya tidak peduli bagaimana caranya," kata Profesor Budiarto dengan nada final. "Anak ini harus kita dapatkan. Cari tahu semua tentang dia. Latar belakangnya, keluarganya, semuanya. Saya mau bertemu langsung dengan anak bernama Arjuna Wicaksono ini."

Di warung sate, Arjuna baru saja menghabiskan tusuk sate terakhirnya. Ia tertawa mendengar lelucon Toni, sama sekali tidak menyadari bahwa namanya baru saja menjadi sebuah prioritas utama di salah satu universitas paling bergengsi di negeri ini, bukan hanya karena kecerdasannya, tetapi karena sebuah misteri yang tanpa sengaja ia ciptakan sendiri.

1
agus purnomo
kopi plus vote suhu
biar nulisny makin lancar...💪
Was pray
kalau merasa terbebani dengan cincin warisan kakeknya ya dilepas saja Juna, daripada kamu mengeluh terus, kayaknya gak ikhlas menerima takdirmu juna
Aman Wijaya
jooooz jooooz gandos lanjut terus
Aman Wijaya
lanjut terus Thor
Aman Wijaya
top markotop ceritanya Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz pooolll lanjut terus
4U2C
𝘆𝗮 𝗶𝗻𝗴𝗮𝘁 𝗮𝘀𝗮𝗹 𝘂𝘀𝘂𝗹𝗺𝘂 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗯𝗶𝗮𝗿 𝗽𝗮𝗿𝗮 𝗿𝗲𝗮𝗱𝗲𝗿 𝘀𝘂𝗸𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗰𝗮 𝗸𝗶𝘀𝗮𝗵𝗺𝘂..
4U2C
𝗷𝗮𝘂𝗵𝗶 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴-𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗼𝗻𝗴𝗹𝗼𝗺𝗲𝗿𝗮𝘁 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝘀𝗲𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗸𝗮𝗺𝘂 𝘀𝗲𝗻𝗱𝗶𝗿𝗶 𝗷𝗮𝗱𝗶 𝘀𝗼𝘀𝗼𝗸 𝗸𝗼𝗻𝗴𝗹𝗼𝗺𝗲𝗿𝗮𝘁 𝘀𝗲𝘀𝘂𝗻𝗴𝗴𝘂𝗵 𝗻𝘆𝗮,,𝗶𝘁𝘂 𝘀𝗲𝗺𝘂𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗽𝗲𝗿𝘀𝘂𝗹𝗶𝘁𝗸𝗮𝗻 𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽𝗺𝘂 𝗻𝗮𝗻𝘁𝗶𝗻𝘆𝗮,,𝗹𝗶𝗵𝗮𝘁 𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗮𝗽𝗮-𝗮𝗽𝗮 𝘀𝘂𝗱𝗮𝗵 𝗮𝗱𝗮 𝗺𝘂𝗻𝘀𝘂𝗵𝗺𝘂 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗱𝗶𝗺𝗮𝗻𝗮-𝗱𝗶𝗺𝗮𝗻𝗮..𝘁𝗲𝘁𝗮𝗽𝗹𝗮𝗵 𝗿𝗲𝗻𝗱𝗮𝗵 𝗵𝗮𝘁𝗶 𝗯𝗮𝗻𝘁𝘂 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗻𝘁𝘂 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝘂𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗮𝗺𝗽𝘂..𝗷𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝘁𝗲𝗿𝗴𝗶𝘂𝗿 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮 𝗿𝗮𝘆𝗮..
4U2C
𝗽𝗮𝗰𝗮𝗿 𝗺𝗶𝗮 𝗥𝗜𝗔𝗡 𝗱𝗶𝗮𝗺𝗯𝗶𝗹 𝗦𝗜𝗡𝗧𝗔 𝗱𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗸𝗮𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗗𝗜𝗢𝗡,,𝗮𝗽𝗮 𝗮𝗱𝗮 𝗵𝘂𝗯𝘂𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗗𝗜𝗢𝗡 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗠𝗜𝗔 𝘆𝗮,,𝗱𝗮𝗻 𝗹𝗮𝗴𝗶 𝗸𝗲𝗺𝗮𝗻𝗮 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗽𝗲𝗻𝗴𝗮𝘄𝗮𝗹 𝗶𝗯𝘂 𝗟𝗜𝗔𝗡𝗔 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗠𝗜𝗔,,𝗺𝗲𝗹𝗮𝗺𝘂𝗻,𝗮𝗽𝗮 𝗺𝗮𝘀𝗶𝗵 𝗺𝗲𝗹𝗼𝗻𝗴𝗼..𝗮𝗸𝘂 𝘀𝗮𝗿𝗮𝗻𝗸𝗮𝗻 𝗷𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗯𝘂𝗮𝘁 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗱𝗲𝗸𝗮𝘁 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮 𝘀𝗲𝗱𝘂𝗻𝗶𝗮..𝗺𝗮𝘂 𝗻𝘆𝗮𝗸 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗯𝗶𝗮𝘀𝗮 𝗮𝗷𝗮 𝘁𝗮𝗽𝗶 𝗸𝗲𝗿𝗮𝘀,,𝗱𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁𝗶 𝗴𝗮𝗱𝗶𝘀 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗯𝗶𝗮𝘀𝗮,,𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗠𝗜𝗔 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗔𝗨𝗟𝗜𝗔,,𝗽𝘂𝘁𝗿𝗶 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮..
agus purnomo
kopi lagi suhu
Aman Wijaya
lanjut terus Thor semangat semangat ditunggu lagi updatenya 💪💪💪 sehat selalu untukmu Thor sehingga bisa berkarya terus
Aman Wijaya
Arjuna rasa disidak seperti seorang terpidana lanjut terus Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz pooolll Thor 💪💪💪
Aman Wijaya
babat semuanya Juna jangan beri ampun bikin mereka semua tidak bisa bangun
Aman Wijaya
top top markotop lanjut terus Thor semangat semangat semangat
Aman Wijaya
lanjut terus Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz jooooz pooolll Thor lanjut terus
Rita Natalia
Dion siapa ya ?
Achmad
ayo Thor lanjut semangat jangan kendor
Achmad
semangat Thor lanjut semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!