Pengantin Pengganti Tanpa Nasab

Laura yang telah menginjakan kakinya di teras rumah, akhirnya tak tahan lagi. Tubuhnya luruh ke lantai. Dia menangis tersedu. Sekuat apa pun dia mencoba menahan air mata, dia tetap gadis kecil yang lemah. Semua yang dia hadapi begitu menghantam mentalnya.

"Jika ada yang bertanya, siapa orang yang paling jahat di hidupku, maka akan aku jawab dengan lantang seperti ini, dia yang telah mengandungku, dia yang telah melahirkan aku, dia yang telah merawat, mendidik dan membesarkan aku, tapi dia juga yang menghancurkan mentalku hingga hancur berantakan. Dan jika ada yang bertanya siapa lagi yang telah membuat mentalmu berantakan, maka akan aku jawab ayahku, dia yang telah membuat aku hadir ke dunia, tapi dia pula yang tak pernah mengakuinya!"

"Namun, aku selalu ngomong pada diri sendiri, sabar, kuat, jangan rapuh, harus bisa, jangan lemah, harus tetap bertahan sambil nangis dan mengusap air mata. Dada terasa sesak, ternyata menguatkan diri sendiri itu sakitnya luar biasa."

Tanpa Laura sadar, semua yang dia lakukan diawasi seseorang, yaitu Ariel ayah biologisnya.

"Maafkan aku, anakku. Mungkin apa yang telah aku lakukan saat ini adalah hal yang buruk. Aku tidak bermaksud memperlakukanmu seperti itu. Terimalah permintaan maaf aku dengan tulus.Maafkan ayahmu ini karena segala luka karena lisan dan perbuatanku. Ayah minta maaf karena ayah adalah seorang yang tidak sempurna."

Ariel menghapus air matanya. Semua terpaksa dia lakukan. Dia takut orang tuanya marah jika tau dia memiliki anak di luar nikah dan tak jadi memberikan harta padanya. Dia tak bisa terima itu, karena dia sudah merencanakan semua miliknya untuk sang putri, Laura. Dalam diam sebenarnya dia sudah mulai mencari tahu keberadaan anaknya. Dia menyesal karena pernah meninggalkan Sumarni. Dan Tuhan menjawabnya dengan mengirimkan langsung Laura padanya.

"Laura, ingin rasanya aku memelukmu, Nak. Dan memberikan bahu ini untuk tempatmu bersandar. Tapi semua hanya ada dalam anganku, Nak!" seru Ariel.

Tak berapa lama datang taksi yang Laura pesan. Gadis itu masuk dan tak menoleh lagi ke belakang. Hari ini dia akan menginap di hotel, besok baru mencari tempat tinggal. Tadi dia telah minta izin buat besok mencari kos dulu.

Baru saja taksi yang membawa Laura pergi, mobil yang dikendarai Adam masuk ke halaman rumah. Dia hanya sebentar pergi, karena takut Laura dan papanya akan bertengkar dan akan ada yang tersakiti dan terluka.

Sampai di rumah, setelah mama Ratna keluar dari mobil, Adam langsung mengunci dan berjalan cepat memasuki rumah. Tak peduli lagi sang mama tertinggal. Hal itu sempat membuat Ratna jadi curiga.

"Ada apa sebenarnya ini?" tanya Ratna dalam hatinya.

Ratna lalu mengambil gawai dari dalam tas. Dia menghubungi bawahannya.

"Tolong kamu selidiki wanita-wanita masa lalu Pak Ariel. Apakah ada salah satunya yang bernama Sumarni? Kamu harus cari tau sampai sedetail-detailnya!" seru Ratna.

Setelah menghubungi orang kepercayaannya itu, barulah Ratna kembali melangkah masuk. Dia melihat Adam dan Ariel yang sedang berdebat.

"Kenapa Laura pergi, Pa?" tanya Adam. Saat tadi masuk, Adam langsung bertanya tentang keberadaan Laura.

"Mana papa tau! Dia tak berkata apa pun dan kemana. Hanya minta Papa sampaikan ucapan terima kasih untukmu dan Mama," ucap Ariel dengan nada senormal mungkin agar Adam tak curiga.

Mama Ratna yang mendengar itu tampak terkejut. Dari pandangannya Laura anak yang sopan, tak mungkin pergi begitu saja tanpa pamit secara langsung jika bukan karena sesuatu hal.

"Pasti ada alasan yang membuat dia pergi! Bukan karena papa 'kan?" tanya Mama Ratna sambil memandangi pria yang telah dua puluh tahun ini menjadi suaminya.

"Kenapa Mama menuduh Papa?" tanya Papa dengan nada tinggi. Hal yang tak pernah dia lakukan selama ini. Pria itu selalu berkata lemah lembut biasanya.

Adam yang menjadi putrinya tak kalah terkejutnya mendengar suara papa Ariel yang keras. Selama menjadi putra mereka, tak pernah dia mendengar pria itu meninggikan suaranya.

"Aku bukan menuduh, Mas. Hanya bertanya. Takutnya dia pergi karena takut denganmu, Mas. Kenapa kamu jadi marah?" tanya Mama Ratna dengan suara lembut. Tak terbawa emosi.

"Dari kemarin kamu sepertinya curiga denganku, Ratna. Kamu seolah menuduhku, kalau aku ada hubungan dengan gadis itu," ucap Papa Ariel dengan nada yang mulai diturunkan.

"Jika Papa memang tak merasa ada hubungan, kenapa harus marah. Sepertinya biasa kalau seorang istri bertanya, karena melihat suaminya sedikit berbeda!" seru Adam.

"Apanya yang berbeda? Kamu jangan ikut campur, Adam!" seru Ariel dengan suara yang kembali terdengar tinggi.

"Sudah lah, Mas! Kenapa Mas jadi marahnya dengan Adam. Dia benar. Aku bertanya karena melihat perubahan sikap Mas sajak Laura ada di sini. Dan aku rasa pertanyaanku masih bersikap wajar. Kamu saja yang terbawa emosi," balas Ratna.

"Inilah yang aku kurang suka darimu, Ratna. Kau selalu saja membela anak ini, sehingga dia ngelunjak dan lupa siapa dirinya. Tak ada sopannya padaku!" seru Ariel dengan suara lantang.

Adam menarik napas dalam. Tak mau ikut terbawa emosi. Dia hanya kasihan dengan mamanya jika terjadi perdebatan antara dia dan sang papa.

"Maaf, jika Papa merasa ucapanku kurang sopan. Aku hanya mengingatkan Papa, seandainya tupai melompat pasti akan terjatuh jua suatu saat. Jangan menyembunyikan suatu kebohongan, karena akan terbuka jua nantinya!" seru Adam.

Setelah mengucapkan itu, Adam pergi meninggalkan kedua orang tuanya. Dia takut jika masih bertahan di sana, bibirnya akan membuka rahasia Ariel. Takut sang mama belum siap menerima kenyataan ini.

"Mas, apa benar yang Adam katakan itu? Apa ada yang kamu sembunyikan dariku, Mas?" tanya Mama Ratna dengan suara yang memohon, agar suaminya mau berkata jujur.

**

Selamat Siang. Mama hanya mengingatkan pada semua pembaca, agar membaca novel ini setiap update ya. Ini novel retensinya cukup rendah. Mau mama hapus, kasihan yang sudah setia membacanya. Jika kalian merasa belum siap membaca atau belum ada waktu, seharusnya jangan membaca bab satu. Tunggu tamat baru di baca. Mama harap pengertiannya. Terima kasih.