**Sinopsis:**
Luna selalu mengagumi hubungan sempurna kakaknya, Elise, dengan suaminya, Damon. Namun, ketika Luna tanpa sengaja menemukan bahwa mereka tidur di kamar terpisah, dia tak bisa lagi mengabaikan firasat buruknya. Saat mencoba mengungkap rahasia di balik senyum palsu mereka, Damon memergoki Luna dan memintanya mendengar kisah yang tak pernah ia bayangkan. Rahasia kelam yang terungkap mengancam untuk menghancurkan segalanya, dan Luna kini terjebak dalam dilema: Haruskah dia membuka kebenaran yang akan merusak keluarga mereka, atau membiarkan rahasia ini terkubur selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alim farid, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32
luna meledak dengan kemarahan yang membara, “Pria kejam! Hanya tahu bermain-main dengan wanita!” Suaranya dipenuhi dengan kemarahan yang mendalam. Ia bingung apakah kemarahannya ini disebabkan oleh rasa cemburu atau ketidakpuasan melihat perilaku playboy akut dari kakak iparnya. Yang membuatnya semakin bingung adalah bagaimana mungkin Kak elise bisa memilih untuk menikah dengan pria seperti itu.
“Dia bisa dengan mudah bergaul dengan perempuan lain, sementara aku malah diancam jika mencoba keluar dengan pria lain. Huh! Selalu mau menang sendiri, benar-benar egois!” luna terus-menerus merutuki nasibnya, pikirannya dibanjiri dengan gambaran ciuman antara Damon dan wanita asing yang semakin memperburuk kemarahannya.
“Lebih baik aku pulang ke rumah orangtuaku saja!” luna menggerutu lebih keras, wajahnya menunjukkan kemarahan yang mendalam. Dengan Kak elise yang belum pulang dan kakak iparnya yang masih berada dalam rapat, ia memutuskan untuk memanfaatkan kesempatan ini dan melarikan diri ke rumah orangtuanya.
Setelah menempuh perjalanan sekitar empat puluh menit, mobil yang dinaiki luna akhirnya sampai di rumah orangtuanya. Mamanya tampak sudah berada di rumah, sedang duduk santai di ruang tamu.
“Mama, aku kangen...” luna berseru begitu melihat ibunya. Ia langsung memeluknya dengan penuh kehangatan dan kasih sayang.
“Sayang, kamu datang dengan siapa?” tanya mamanya sambil membalas pelukan luna.
“Naik taksi.”
“Loh, kakak dan kakak ipar kamu tidak mengantar?”
Pelukan luna terlepas dengan segera, wajahnya menunjukkan sedikit kemarahan saat mendengar nama kakak iparnya disebut.
“Mereka tidak ada di rumah saat aku pulang, Mama. Aku tidak ingin mengganggu mereka, jadi aku tidak memberi tahu kalau aku akan pulang,” jawab luna dengan malas.
“Tapi kalau mereka pulang dan menemukan kamu tidak ada di rumah, mereka pasti akan panik. Setidaknya beritahu mereka lewat telepon. Jangan seperti ini lagi. Kamu sudah dewasa dan cantik. Bagaimana jika ada sesuatu yang tidak baik terjadi padamu di jalan?” kata mamanya dengan nada khawatir.
“Tidak apa-apa, Mama. Aku sudah besar, bisa menjaga diriku sendiri. Oh ya, Mama tahu tidak, aku merasa hubungan Kak elise dengan Kak Damon aneh?” luna bertanya. Mamanya memandangnya dengan bingung.
“Aneh gimana?”
“Jadi begini. Mereka suami istri, tetapi kamar mereka terpisah. Kak Damon tidur di lantai atas, sementara Kak elise di lantai bawah. Kak elise tampaknya memiliki pria lain, dan sepertinya bahagia bersama pria itu. Sementara itu, Kak Damon tahu Kak elise jalan dengan pria lain tetapi tetap saja bersikap biasa. Yang lebih parah lagi, Kak Damon...” luna terdiam, tidak berani melanjutkan tentang keterlibatannya dengan kakak iparnya di belakang Kak elise. Ia merasa terjebak dalam situasi yang sangat memalukan dan tidak tahu harus berbuat apa.
“Kak Damon sama sekali tidak peduli dengan Kak elise. Tindakan dan sikapnya benar-benar tidak seperti seorang suami pada umumnya.”
“Sudahlah, sayang. Biarkan mereka mengurus urusan mereka sendiri. Kamu tidak perlu terlalu kepo mengenai hal ini.”
luna mendengus dengan kesal. Mamanya tampaknya tidak memahami situasinya. Ia merasa perlu meluapkan kemarahan tentang perilaku kakak iparnya yang sangat tidak bisa diterima olehnya.
“Ma, aku tidak mau tinggal di rumah Kak Damon dan Kak elise lagi. Tolong bantu aku untuk memberi tahu mereka,” pintanya dengan nada yang penuh harapan.
“Tidak bisa, sayang. Mama dan papa akan pergi ke luar kota lagi. Kali ini selama dua minggu. Mama juga sudah memberhentikan semua pembantu. Kamu berani tinggal di rumah sendirian?” Mamanya bertanya dengan nada khawatir.
luna menggelengkan kepala.
“Tuh kan. Tinggal saja dengan kakakmu sampai magangmu selesai. Jangan merengek seperti anak kecil. Kakakmu sangat menyayangimu. Jika dia tahu kamu tidak ingin tinggal bersamanya, dia pasti akan sedih,” ujar mamanya dengan penuh pengertian.
luna menghela napas panjang. Ia tidak bisa berkata-kata lagi. Mamanya benar, dan dia tahu tidak ada solusi lain. Namun, perasaannya tertekan karena telah mengkhianati Kak elise. Apakah ia harus mengaku? Tidak mungkin. luna merasa terlalu malu untuk mengungkapkan kebenaran. Kepalanya sudah penuh dengan berbagai pikiran. Lebih baik ia tidur dan melupakan semuanya untuk sementara waktu.
“Ya sudah, Mama. Tapi selama dua hari ini aku ingin tinggal di rumah. Aku pergi ke kamar dulu, ya Mama,” katanya sebelum pergi ke kamar, meninggalkan mamanya yang hanya menggeleng-geleng kepala. Perbedaannya dengan elise, anak sulungnya, sangat mencolok. Sementara elise sangat mandiri, luna jauh lebih manja dan bergantung pada orangtuanya.
Di tempat lain, Damon berada dalam keadaan cemas. Setelah rapat, ia langsung pulang, namun luna tidak ada di manapun—di kamar, balkon, ruang tamu, atau dapur. Ia telah mencoba menelepon berkali-kali, namun ponsel luna tidak aktif.
“Bangsat!” makinya sambil menghela napas dengan frustrasi.
“Kemana dia?” Pria itu mengusap wajahnya dengan putus asa, lalu turun ke dapur untuk menenangkan diri dengan minum.
“Damon, ada apa?” elise muncul tiba-tiba, menatap pria itu dengan penuh keheranan.
“Tidak ada apa-apa,” jawab Damon dengan nada datar. elise tertawa kecil, melihat ekspresi Damon yang menunjukkan kekacauan, tampaknya terkait dengan ketidakhadiran luna. Ternyata, luna pulang ke rumah orangtuanya.
“Kau bertengkar dengan luna?” tanya elise dengan nada ingin tahu.
Damon melirik elise dengan tatapan kosong.
“Bagaimana kau tahu?”
“Terlihat jelas dari wajahmu,” jawab elise dengan senyum sarkastis. Damon meneguk air putih dengan kasar, menghindari tatapan elise.
“Oh iya, Mama menelponku tadi. Dia bilang luna pulang ke rumah dan akan tinggal di sana selama dua hari. Aku hanya ingin memberitahumu karena sepertinya kamu sedang mencarinya.”
Damon merasa lega mengetahui luna berada di rumah orangtuanya dan aman, meskipun perasaan bersalahnya masih mengganggu.