Satu tahun lalu, dia menolong sahabatnya yang hampir diperkosa pria asing di sebuah Club malam. Dan sekarang dia bertemu kembali dengan pria itu sebagai Bosnya. Bagaimana takdir seperti ini bisa terjadi? Rasanya Leava ingin menghilang saja.
Menolong sahabatnya dari pria yang akan merenggut kesuciannya. Tapi sekarang, malah dia yang terjebak dengan pria itu. Bagaimana Leava akan melewati hari-harinya dengan pria casanova ini?
Sementara Devano adalah pria pemain wanita, yang sekarang dia sudah mencoba berhenti dengan kebiasaan buruknya ini. Sedang mencari cinta sejatinya, namun entah dia menemukannya atau tidak?
Mungkinkah cintanya adalah gadis yang menamparnya karena hampir memperkosa sahabatnya? Bisakah mereka bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jadi Kita Pacaran?
Kini, mereka duduk di kursi yang berada di Kosan Leava. Secangkir teh hangat tersaji di atas meja. Leava menatap tangannya yang sejak tadi di genggam oleh Devan. Masih tidak menyangka jika akhirnya akan seperti ini. Padahal Leava sendiri sudah meyakinkan dirinya untuk tidak menerima Devan karena sahabatnya juga menginginkannya. Tapi ternyata, Devan tidak menyerah begitu saja.
"Sejak kapan kau tahu jika Kirana akan dijodohkan denganku?" tanya Devan.
Leava menoleh sekilas, lalu menghela nafas pelan. "Sejak awal Kirana sudah cerita. Tapi dia tidak mengatakan siapa nama pria yang akan dijodohkan dengannya. Sampai dia mengirimkan foto Tuan, barulah saya tahu jika itu anda"
Devan berdecak pelan, merasa kesal dengan cara bicara Leava yang masih begitu kaku dengannya. "Kita bukan berada di Kantor. Kenapa bicaramu kaku sekali?"
Leava tersenyum tipis, karena sudah terbiasa dengan bahasa formal dengan Devan. Maka meski sekarang status mereka berubah, tapi cara bicaranya masih saja sama.
"Belum terbiasa, lagian memangnya kita apa sekarang?"
Devan langsung melirik tajam pada Leava. Merasa kesal dengan pertanyaan tak bermutu dari gadis itu. "Kau pikir apa? Selain kau sekretarisku, maka kau sudah menjadi milikku sekarang!"
Leava tersenyum, entah kenapa dia tidak bisa menahan senyumnya sekarang. Bisa mendengar Devan berbicara seperti itu, sungguh membuatnya senang sekali. Sepertinya memang mengutarakan perasaan lebih baik, daripada memendamnya. Masalah tentang kedepannya seperti apa, itu urusan nanti saja.
"Kalo gitu aku panggil Sayang dong. Haha"
Ketengilan Leava langsung muncul begitu saja sekarang. Padahal wajah Devan yang begitu dingin, seharusnya membuat dia takut. Tapi malah senang menggodanya.
Devan langsung menarik tangannya hingga tubuh Leava berbalik dan menatap ke arahnya. Seketika mata mereka terkunci dalam tatapan yang lekat. Leava sudah merasakan detak jantungnya begitu cepat ketika Devan mendekatkan wajahnya ke arahnya, sampai bibir mereka benar-benar bertemu. Sebuah kecupan hangat yang diberikan Devan di bibirnya.
Mata Leava langsung terbelalak kaget, tidak menyangka jika Devan benar-benar akan langsung menciumnya seperti ini. Perlahan dia memejamkan mata ketika kecupan itu berubah menjadi sebuah lu*matan halus.
Tok..tok..
"Kak lo di dalem?"
Seketika Leava langsung mendorong tubuh Devan. Dia merapikan rambutnya dan mengusap bibirnya yang basah. Terkejut dengan kehadiran adiknya yang begitu tiba-tiba.
"Ish, Tuan ngapain si"
Devan hanya tersenyum dengan mengusap bibirnya dengan ibu jari. Melihat Leava menggerutu kesal dengan wajah yang memerah malu seperti itu, sungguh semakin terlihat menggemaskan di matanya.
"Kak, lo kenapa?" tanya Dika yang melihat wajah Kakaknya ada lebam. Lalu DIka terdiam saat melihat ada Devan disana. Dia menatap Leava dengan mata menyipit.
"Nanti gue jelasin. Sekarang gue tanya dulu, kenapa lo udah pulang jam segini?" tanya Leava.
"Gue pulang gara-gara lo" ucap Dika dengan menoyor kepala Kakaknya kesal. "Ibu Kos telepon gue, katanya lo pulang dianter teman kerja karena sakit. Jadi, gue cepet-cepet pulang. Eh, malah lagi pacaran"
"Apaan si Dek, gue gak..."
Leava terdiam bingung harus melanjutkan seperti apa ucapannya ini. Melihat tatapan tajam dari Devan. Sampai akhirnya dia hanya tersenyum saja pada adiknya.
Dika duduk di kursi depan Devan, dia menghembuskan nafas pelan. "Udah deh Kak, gue tahu kok. Gak mungkin lo mau berduaan disini, kalo gak ada hubungan apa-apa"
Leava langsung tersenyum, dia duduk di samping adiknya dan langsung merangkul tangannya. "Lo gak papa 'kan?"
"Kan gue udah bilang, kalo lo udah siap sama segala konsekuensinya, terserah lo aja. Yang jelas gue gak akan ikut campur urusan pribadi lo" ucap Dika.
Leava menyandarkan kepalanya di bahu Dika, adiknya ini memang terkadang bisa berpikir dewasa pada waktunya. Meski lebih sering begitu menyebalkan.
"Makasih ya Dek, pokoknya kalo gue ada masalah pasti cerita sama lo"
Devan langsung berdehem pelan, melihat Leava yang begitu dekat dengan adiknya itu. "Saya berjanji akan membuat Kakak kamu bahagia"
"Aku pegang janjinya"
Dika langsung menatap ke arah Kakaknya, menoel pipi lebam itu sampai Leava sedikit meringis. "Nah ini kenapa?Lo abis berantem?"
Leava memutar bola mata malas. "Gue di keroyok orang. Karena kelakuan Kak Hendi yang tiba-tiba mengatakan cinta di depan semua orang. Jadinya karyawan Perusahaan mengira kalo gue pelakor"
"Ck, tuh cowok masih aja cari gara-gara ya. Lagian, lo 'kan cewek bar-bar kenapa gak bisa lawan"
Leava menoyor kepala adiknya sekarang, kesal juga punya adik tidak simpati padanya. "Lo mikir dong, mereka 4 orang. Lah gue cuma sendirian. Lo pikir cewek bar-bar itu titisan avatar!"
Dika hanya tertawa saja, senang menggoda Kakaknya sendiri. "Yaudah lah, karena lo udah baik-baik aja. Jadi gue mau pergi ke Kampus lagi"
Setelah Dika pergi, Leava menghembuskan nafas pelan. Setidaknya adiknya tidak melarangnya, karena jika Dika melarangnya, maka dia akan berhenti saat itu juga. Meski terlihat sering berdebat, tapi orang yang paling Leava sayangi adalah adiknya. Dia akan selalu mendengarkan pendapat adiknya. Karena hanya dia yang selalu ada ketika Leava terluka.
"Kau dekat sekali dengan adikmu itu?"
Leava langsung menatap ke arah Devan, tentu saja dia langsung mengangguk. "Jika adikku tidak setuju dengan pasanganku. Maka, aku akan lepaskan dia. Karena aku hanya ingin orang yang bisa menerima keluargaku dan adikku. Jadi, aku akan tetap memilih adikku jika dibandingkan pasanganku. Jika dia tidak menyukai Adikku, maka akan aku lepas"
"Sini" ucap Devan dengan menggerakan tangannya agar Leava menghampirinya.
Leava langsung berjalan menghampiri Devan, berdiri disamping kursi yang di duduki oleh Devan. Namun, begitu terkejut saat Devan tiba-tiba menarik tangannya sampai Leava jatuh terduduk di atas pangkuannya.
Devan mengelus lembut rambut Leava, menyelipkannya ke belakang telinga. "Apapun yang kau inginkan akan aku turuti. Hanya untuk menerima adikmu, tentu tidak sulit bagiku. Karena aku juga mempunyai seorang adik yang sangat aku sayangi. Dan aku juga merasakan hal yang sama denganmu. Ingin pasanganku bisa akur dengan adikku"
Leava tersenyum, menatap lekat ciptaan Tuhan yang hampir sempurna di depannya ini. "Jadi, sekarang kita pacaran nih?"
"Masih saja bertanya? Kau pikir kita apa? Atau ingin langsung menikah?"
Leava langsung menggeleng dengan tersenyum tipis. "Hehe, enggak dong. Kan aku cuma memastikan saja. Kalo gitu, mau aku panggil apa? Mas, Bang, Uda, Abi, Ayah, Papa, apalagi ya"
Devan memutar bola mata malas, sekarang dia kembali melihat ketengilan wanitanya ini. "Tidak satu pun dari yang kau sebutkan"
Leava tersenyum, dia menoel hidung mancung Devan. "Maunya di panggil Sayang ya? Ih dasar"
Gemas sendiri dengan sikap Leava, membuat Devan tidak tahan dan langsung menciumnya. Kali ini tidak membiarkan ada yang mengganggu. Ciuman ini berlangsung cukup lama, sampai Leava mulai kehabisan nafas.
"Aku mencintaimu, Lea"
Bersambung