Sejak lahir, Jevan selalu di kelilingi oleh para perempuan. Ia tak pernah tahu dunia lain selain dunia yang di kenalkan oleh ibunya yang bekerja sebagai penari pertunjukan di sebuah kota yang terkenal dengan perjudian dan mendapat julukan The sin city.
Jevan terlihat sangat tampan sampai tak ada satupun perempuan yang mampu menolaknya, kecuali seorang gadis cuek yang berprofesi sebagai polisi. Jevan bertemu dengannya karena ia mengalami suatu hal yang tak lazim di hidupnya.
Peristiwa apakah yang telah di alami oleh Jevan? Ikuti ceritanya yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sitting Down Here, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 Kejutan untuk Jenny
Seminggu sebelum prom, Jenny mengajak Jevan untuk jalan-jalan ke mall sambil mencari setelan untuk Jevan seperti yang telah Jenny janjikan sebelumnya. Sambil berkeliling, Jevan menceritakan tentang rencana yang telah ia jalani tehadap Barry dan Gio kepada Jenny.
"Menurut kamu, kira-kira dua orang itu akan berhenti ganggu Louisa lagi ga ya, Jev?"
"Entahlah, Mudah-mudahan sih ngga. Untuk itu aku butuh bantuan kamu untuk awasi Louisa, Jen"
"Oke, Jev. Aku akan jadi mata-mata untuk kamu"
"Thanks, Jen. Kamu selama ini sudah banyak bantu aku"
"Aku mau bantu kamu karna imbalannya sepadan"
"Karena aku akan jadi pendamping prom kamu?"
"Iya, kalau bisa setelah itu kita check-in di hotel"
"Maaf, kalau itu aku ga bisa. Aku harus adil karena aku ga begitu sama Louisa di prom dia tahun lalu" Ucap Jevan sambil menjawil hidung Jenny dengan gemas.
"Aah Jeev... Tak bisakah kamu pura-pura jadi kekasihku satu malam aja? Aku janji ga akan bilang siapa-siapa" Jenny pura-pura merajuk sambil menggelayut manja di lengan Jevan.
"Sorry Jen, aku tetap ga bisa. Lagian bukannya kamu katanya mau pilih cowok culun di sekolah untuk merayakan pesta kelulusanmu?"
"Aku kan cuma asal ngomong, Jev. Siapa tau aku ngomong begitu kamu jadi tergerak untuk akhirnya mengalah dan menerima mahkota milikku"
"Mahkota? Hahaha... Dari mana kamu dapat istilah itu, Jen? Kayak bukan kamu banget ngomong kayak gitu"
"Ga tau deh, kayaknya aku pernah dengar dari puisi yang di baca sama guru Bahasa Inggris aku"
"Oh, I see. Dan apakah itu berarti kamu suka pelajaran itu, Jen?"
"Ga juga. Yang aku ingat guruku tuh keliatan seksi, kayak kamu tapi versi lebih tua, Jev. Tapi sayang dia udah punya istri dan tipe setia. Kalau ngga kan aku bisa rayu dia supaya nilai bahasa Inggrisku jadi bagus"
"Baguslah kalau dia setia"
"Jev... "
"Ya, Jen?"
"Apa kita bisa jatuh cinta dan menikah kayak orang-orang normal lainnya?"
"Aku rasa ngga, Jen"
"Terima kasih udah jujur Jev, walau itu menyakitkan"
"Kamu tau kan aku ga bisa bohongin kamu atau Louisa. Satu-satunya yang benar adalah aku sayang kalian dan aku akan jaga kalian sampai kapan pun"
"Itu manis sekali, Jev. Anyway, sekarang tolong coba baju ini"
"Kamu serius, Jen? Ini kan norak banget! Masa aku harus pakai setelan motif kotak-kotak gini sih? Apa ga ada yang polos? Emangnya kamu ga malu kalau aku datang ke prom pakai baju kayak gini?"
"Hehe... Aku becanda kok. Kamu panik banget sih. Sekarang coba pakai yang ini"
"Dasar bandel! Kamu ngerjain aku ya!"
Jenny lalu mencoba kabur dan Jevan mengejarnya, membuat penjaga toko bingung melihat kelakuan mereka berdua.
***
Prom yang di nanti oleh Jenny akhirnya datang juga. Ketika menjemput Jenny, Jevan protes waktu ia melihat gaun Jenny yang menurutnya terlalu terbuka dan sexy.
"Aku sudah memberitahunya, Jev. Tapi dia ga mau dengerin aku"
"Ya sudah Lou, kalau maunya begitu biarin aja"
"Kalian ga ngerti sih, ini kan malam terakhirku ketemu teman-teman SMA-ku. Jadi aku harus pakai yang spektakuler agar mereka terpukau melihatku"
"Terserah kamu ajalah, tapi hati-hati Jen, jangan sampai kamu jadi di kerjain sama mereka gara-gara gaun yang kamu pakai ini"
"Iya Lou, aku akan hati-hati. Ayo kita berangkat sekarang, Jev!"
"Tunggu Jen, foto dulu sesuai tradisi"
"Oh iya, ayo kita lakukan dengan cepat supaya kita ga terlambat ke prom"
"Oke, Jen"
***
Jenny benar. Ketika ia dan Jevan datang, mata teman-temannya langsung tertuju padanya.
"Wow, Jenny! Kamu keliatan keren!"
"Terima kasih"
"Tunggu deh, cowok ini kan yang tahun lalu datang sama Louisa kan? Aku tahu karena aku salah satu panitia prom tahun lalu"
"Well yeah, keliatan sama ya? Mereka kembar, yang sama Louisa itu Jevan, tapi yang sama aku ini Jevin, kembarannya"
"Iya itu benar, babe"
Jevan kemudian mencium bibir Jenny sekilas untuk lebih meyakinkan mereka. Jenny terlihat puas. Setelah itu Jenny dan Jevan meninggalkan mereka yang masih melongo melihat kemesraan Jenny dan Jevan.
"Jadi sekarang namaku Jevin?"
"Iya, Jev"
"Oke"
Para teman wanita Jenny terlihat iri melihat Jenny yang datang dengan Jevan yang ketampanannya masih belum terkalahkan oleh teman-teman pria Jenny di sekolah. Sedangkan teman-teman pria di sekolah Jenny memiliki pendapat berbeda, terutama setelah melihat gaun seksi Jenny.
Beberapa orang yang terdiri atas pria dan wanita kemudian berkumpul di sudut ruangan.
"Kita harus mengerjai Jenny supaya dia kapok"
"Aku setuju. Ayo kita buat rencana"
***
Jenny sedang berdansa untuk yang kedua kalinya bersama Jevan ketika ia merasa perlu untuk pergi ke toilet.
"Tunggu disini dulu ya, Jev. Aku harus ke toilet dulu"
"Oke, tapi jangan lama-lama ya"
_"iyaa ganteng"
Jevan geleng-geleng kepala melihat kelakuan Jenny. Kemudian ia mendatangi meja Prasmanan untuk mengambil minuman.
***
Jenny awalnya merasa agak heran karena toilet sepi. Biasanya para gadis suka touch up rias wajah mereka, tapi kini tak ada satupun yang ada di toilet. Tapi Jenny tak terlalu ambil pusing soal itu karena ia sedang terdesak ingin buang air kecil ke toilet. Setelah selesai buang air kecil, Jenny lalu mencuci tangannya di wastafel. Tetapi ketika ia hendak membuka pintu toilet, pintunya macet. Ia melihat ke sekeliling dan toilet itu masih sepi, hanya ada ia seorang. Jenny yang panik kemudian menggedor-gedor pintu untuk meminta tolong kepada siapa saja yang ada di luar.
"Tolong! Tolong! Siapa saja yang ada di luar, Tolong aku!"
Jevan merasa kalau Jenny sudah terlalu lama berada di toilet wanita. Akhirnya ia memutuskan untuk menyusul Jenny. Tetapi ketika ia mendatangi toilet wanita, Jenny tak terlihat di sana. Seorang wanita kemudian keluar dari toilet.
"Maaf, aku perlu bantuanmu"
"Bantuan apa?"
"Kamu kenal Jenny?"
"Iya aku kenal. Dia teman kencanmu kan?"
"Iya. Tadi dia ke toilet tapi sampai sekarang belum kembali juga. Kamu bisa tolong carikan dia di dalam? Nanti aku akan membayarmu"
"Baiklah"
Tetapi ketika wanita itu keluar dari toilet, ia memberitahu kalau Jenny tidak ada di dalam dan ia sudah mengecek selama dua kali.
"Ya ampun Jenny, kamu ada di mana sih?"
Jevan mulai merasa khawatir karena bukan sifat Jenny yang suka tiba-tiba menghilang seperti ini. Kemudian Jevan mulai menelusuri gedung untuk mencari Jenny.
***
Jenny mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan diri dengan ruangan yang gelap. Tadi ia pingsan, tapi kenapa? Ia lalu mulai mengingat apa yang telah terjadi. Tadi seseorang menyelamatkannya keluar dari toilet yang sepertinya sengaja di kunci dari luar oleh entah siapa. Orang itu ternyata pandai membuka kunci pintu toilet.
Setelah pintu akhirnya terbuka, ia mendapati kalau yang telah menolongnya adalah salah satu kutu buku pintar di sekolah yang selama ini ia sebut cowok culun. Orang itu mungkin bisa di sebut sebagai pimpinan cowok culun di sekolah karena ia memimpin klub sains yang merupakan salah satu ekskul di sekolah Jenny.
Jenny lupa nama cowok itu, tetapi ketika ia mau berterima kasih, sekelompok pria dan wanita mendatangi mereka. Sekelompok wanita memegangi Jenny, sedangkan sekelompok pria memegangi cowok culun itu.
"Wah... Wah... Ternyata ada pahlawan yang mau menolong Jenny! Jadi, apakah kita harus mengubah rencana?"
"Sepertinya harus, karena aku tak mau mengerjai Jenny. Dia kan perempuan kotor!"
"Iya kamu benar! Jangan-jangan nanti kamu bisa kena penyakit karena berhubungan sama dia! Hiii... Jijik!"
"Jaga mulut kalian! Aku tak terima kalian menghinaku seperti itu!"
Jenny mencoba untuk berontak, tapi ia kalah jumlah dengan mereka. Para pria itu kemudian membuat Jenny pingsan. Dan sebagian lagi masih memegangi cowok culun itu.
"Hei, lepaskan dia! Kalian tak perlu sejahat itu padanya!"
"Kamu bela dia, George?"
Ternyata cowok culun itu bernama George.
"Dia juga kan manusia, sama seperti kita! Jangan jahat padanya! Dia kan tak pernah menyakiti kalian!"
"Kamu yakin, George? Memangnya kamu tau apa sih? Hei, Teman-teman! Aku jadi punya ide yang lebih baik"
"Ide apa? Ayo cepat ceritakan pada kami!"
Pria itu kemudian mengutarakan idenya kepada teman-temannya dengan suara pelan dan yang lain menyetujui idenya sambil menyeringai ke arah George dan Jenny yang sedang pingsan.