Varel adalah seorang mantan prajurit yang berhenti karena suatu insiden yang besar.
Kini dia menjadi seorang pengawal dari seorang wanita cantik yang bernama Cintia. Cintia adalah wanita yang terkenal begitu cantik bak seorang Dewi di kota itu.
Cintia selain cantik juga begitu arogan terhadap Varel. Tapi Varel juga dengan profesional menjalankan tugasnya untuk melindungi Cintia.
"Kamu jangan terlalu dekat dengan ku!" marah Cintia kepada Varel.
"Oh, baiklah," jawab Varel.
Seorang pembunuh tiba-tiba saja muncul dan langsung menembakkan pistolnya ke arah Cintia. Cintia tampak terkejut dan begitu ketakutan.
Peluru itu melesat dan akan menembus dada Cintia, akan tetapi Varel sudah lebih dulu menarik dan memeluk tubuh Cintia, lalu jatuh bersama untuk melindunginya.
"Kamu... beraninya memelukku," marah Cintia yang sedang terbaring di lantai sambil di peluk Varel.
"Eh..." Varel seolah tidak percaya dirinya baru saja menolongnya, tapi justru malah di makinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agus budianto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 35 VAREL MABUK
Pagi hari pukul 8 pagi Varel duduk di ruang tamu seperti biasa menunggu Cintia muncul untuk mengantarnya pergi ke kantor.
Sesaat kemudian Cintia juga muncul dengan mata masih sedikit memerah karena menangis semalam.
Varel segera bangkit dan hendak berkata kepada Cintia, namun Cintia melewatinya begitu saja tanpa menolehnya sedikit pun.
"Cintia," ujar Varel sambil meraih tangan Cintia.
"Kamu jangan menyentuhku sembarangan!" balas Cintia sambil melepaskan tangannya.
"Kamu..." Varel tampak terkejut.
"Kita sudah tidak memiliki hubungan, dan kelak masih ada pria yang akan menjadi jodohku, jadi aku harus menjaga diri," sambung Cintia.
Mendengar itu, hari Varel merasa sedikit sakit. Varel tidak pernah menyangka bahwa Cintia akan berkata seperti itu kepadanya. Cintia yang sebelumnya begitu sangat dekat dengannya kini seolah menjaga jarak dengannya.
Mereka berdua kini telah berada di dalam mobil pergi menuju ke kantor. Di dalam mobil Varel mencoba untuk mengajak Cintia mengobrol, tapi Cintia menjawabnya dengan acuh dan singkat tanpa menolehnya sama sekali. Beberapa menit kemudian mereka telah sampai dan turun dari mobil.
"Kamu pulang jam berapa nanti?" tanya Varel.
"Tidak tahu, aku masih banyak pekerjaan, kamu bisa pergi dan tidak perlu menunggu ku," jawab Cintia langsung masuk kedalam perusahaannya.
"Hah," Varel hanya bisa mengusap wajahnya.
"Kenapa perasaanku begitu sakit ketika Cintia bersikap begitu kepadaku?" tanya Varel pada dirinya sendiri.
Setelah mengantarkan Cintia, Varel kembali pergi untuk mencari keberadaan dari Vanesa. Seharian Varel terus mencari namun sama sekali tidak mendapatkan petunjuk apapun.
"Varel," ujar seseorang sedang berjalan ke arahnya.
"Andini," balas varel.
"Sedang apa kamu di sini?" tanya Andini.
"Aku sedang mencari seseorang," jawab Varel terlihat begitu lesu.
"Siapa?" tanya Andini yang penasaran.
"Maaf, aku tidak bisa memberitahukannya kepadamu," jelas Varel.
"Baiklah, tidak apa-apa," ujar Andini.
"Sudah jam 5 sore, di mana Cintia, bukankah seharusnya kamu menjemputnya pulang bekerja?" tanya Andini.
"Dia pulang sendiri," jawab Varel.
"Apa kalian sedang ada masalah?" tanya Andini melihat ekspresi wajah dari Varel.
"Cintia minta putus dariku," Jawab varel.
Mendengar itu Andini terlihat terkejut, dan kemudian mulai menunjukkan senyum di bibirnya. Andini tidak menyangka mereka telah putus begitu cepat dan ini merupakan kabar baik baginya.
"Bagaimana jika kita pergi untuk minum, aku dengar bila seseorang mabuk maka akan menghilangkan semua masalah yang terjadi," ajak Andini.
"Ya boleh," balas Varel.
Entah mengapa selain sangat ingin bertemu dengan Vanesa, Varel juga merasakan hatinya begitu hampa dengan sikap Cintia yang sekarang menjauhinya.
Mereka berdua mulai pergi ke sebuah bar untuk pergi minum bersama. Terlihat sudah ada beberapa botol bir kosong tergeletak di atas meja mereka.
"Varel kamu sudah mabuk, tidak perlu minum lagi," ujar Andini.
"Tidak apa, aku masih bisa minum," balas Varel.
Varel terus minum, sementara Andini hanya sedikit saja minum agar juga tidak ikut mabuk.
Satu jam kemudian Varel sudah mabuk berat, bahkan pandangannya terasa kabur.
"Varel bagaimana jika kita pulang saja?" tanya Andini.
"Baiklah," jawab Varel.
Kemudian mereka berdua naik ke mobil Andini. Andini tidak mengantarkan Varel yang sedang mabuk ke rumahnya, melainkan membawanya pergi ke apartemennya.
"Kenapa kamu membawaku ke sini?" tanya Varel melihat ke sekelilingnya adalah apartemen milik Andini.
"Bukankah seorang pria mabuk akan senang dengan keadaan seperti ini," balas Andini dengan senyuman.
"Maksudmu?" tanya Varel.
Andini kemudian mulai menghampiri Varel dan menyentuhkan telapak tangannya di dadanya.
"Kamu tidak perlu memikirkan Cintia atau siapapun itu, jika kamu merasa sepi ada aku yang akan menemanimu," ujar Andini.
Andini mulai meraba dada Varel secara perlahan, namun Varel langsung menangkap tangannya.
"Kamu jangan bermain seperti ini, jika aku kehilangan kendali, kamu akan menyesalinya," ujar Varel.
"Aku tidak akan menyesal jika kamu bersedia," balas Andini.
Andini seketika menunjukkan Ekspresi yang menggoda dan mulai menonjolkan dadanya untuk merayu Varel. Alhasil Varel juga mulai merasakan seluruh badannya menjadi panas.
Andini kemudian hendak mencium Varel, namun Varel seketika mendorongnya menjauh darinya.
"Aku pergi dulu," ujar Varel dengan segera berjalan pergi.
Varel takut jika Andini terus seperti ini, maka dirinya tidak sanggup menahan diri lagi. Apalagi kini dirinya juga sedang mabuk dan pikirannya juga sedang tidak fokus.
"Brengsek, aku tidak menyangka di saat seperti ini kamu masih bisa menolakku," ucap Andini melihat Varel pergi.
"Tampaknya aku harus memikirkan cara lain untuk mendapatkannya," sambung Andini.
Varel terlihat sempoyongan meninggalkan apartemen Andini. Kini Varel mulai menaiki taksi untuk kembali ke rumah Cintia.
Sampai di rumah Varel melihat Cintia yang belum tidur berada di ruang tamu. Cintia sama sekali tidak menoleh walaupun melihat Varel telah kembali.
Varel langsung duduk di sebelah Cintia begitu saja.
"Kamu mabuk," ujar Cintia mencium aroma alkohol dari Varel.
"Ya, entah mengapa setelah minum justru membuatku semakin pusing," balas Varel.
"Oh," ujar Cintia begitu saja.
Tiba-tiba Varel yang dalam kondisi mabuk langsung memegang kedua bahu Cintia.
"Apa yang kamu lakukan, cepat lepaskan!" ujar Cintia.
Namun tanpa berkata-kata Varel langsung mencium bibir Cintia dengan intens.
Hal itu membuat Cintia sangat terkejut, apalagi Varel sama sekali tidak berniat melepaskan ciumannya.
Cintia mulai memberontak dan mendorong tubuh Varel menjauh.
"Plak," Cintia menampar wajah Varel.
"Brengsek, beraninya kamu mencium ku," ujar Cintia.
Namun Varel justru mendorong tubuh Cintia hingga membuatnya jatuh ke kursi sofa.
Varel mulai menatap lekat wajah Cintia dengan dalam.
"Varel, apa yang kamu lakukan?" Cintia terlihat tidak bisa bergerak.
"Aku..." Varel bingung harus berkata apa, seolah semua yang terjadi karena telah tubuhnya bergerak sendiri.
"Kamu jangan seperti ini," ujar Cintia.
"Minggir!" sambung Cintia mendorong dada Varel.
Tanpa di sadari, dorongan Cintia mengenai bekas luka tusukan di dada Varel. Seketika darah mulai keluar kembali, dan membuat Cintia menjadi khawatir.
"Varel lukamu berdarah," ujar Cintia.
"Kamu tunggu sini, aku akan mengambil kotak obat," sambung Cintia.
Sesaat kemudian Cintia telah kembali dengan membawa kotak obat. Varel mulai melepaskan bajunya, sehingga menunjukkan bentuk tubuhnya yang six pak.
Melihat bentuk tubuh Varel itu, tanpa di sadari membuat wajah Cintia sedikit memerah. Cintia mulai mengobati luka Varel dan mengganti perbannya.
Varel melihat Cintia begitu sangat serius mengobatinya, sehingga mulai timbul perasaan di dalam hatinya. Perasaan ini belum pernah dia rasakan sebelumnya, walaupun bersama Vanesa.
"Perbanmu sudah aku ganti, kalau begitu aku pergi dulu," ujar Cintia.
Cintia mulai mengemasi kotak obatnya dan bersiap pergi dari sana.
"Cintia tunggu!" ujar Varel menangkap tangan Cintia.
"Aku sudah bilang, kamu jangan menyentuhku sembarangan," ujar Cintia melepaskan tangannya.
"Dan juga... kamu jangan sembarangan mencium ku, karena perbuatanmu ini bisa membuat ku membencimu seumur hidupku," sambung Cintia berjalan pergi.
Hati Varel terasa begitu sakit mendengar perkataan Cintia ini. Varel seolah bingung dengan perasaannya sekarang, di satu sisinya hatinya masih terpaut dengan Vanesa, namun di sisi lain di hatinya juga ada Cintia.
Keesokan harinya, Varel kembali menelusuri kota untuk mencari keberadaan Vanesa.
Di sebuah keramaian dari kejauhan Varel melihat sosok wanita yang sangat mirip sekali dengan Vanesa. Varel dengan segera mengejar sosok tersebut.
Varel terus mengejar, namun kehilangan jejaknya ketika melewati sebuah komplek gudang yang telah sepi.
gk ad next??
kita temukan jawabannya pada chapter2 yg akan datang