Selintas Imajinasi

Persiapan berkas sudah rampung, akupun beranjak pergi ke kota dengan menggunakan bus.

Perjalanan memakan waktu 6 jam. Lelah sih, tapi apa boleh buat, coba saja dulu.

Pada saat itu maskapai penerbangan yang sedang aku lamar ini membuka perekrutan secara open day. Yang berarti pada hari itu siapapun boleh daftar tanpa harus menyertakan undangan.

Setelah sampai di tempat tujuan, posisi sudah sangat lelah ditambah dengan,

Ya, melihat orang begitu banyak yang mendaftar. Terlihat sekumpulan wanita - wanita cantik yang sedang berbaris dengan berat badan proporsional dan memiliki tinggi semampai, serta tidak ada keburikan sedikitpun.

Tidak percaya diri? Tentu, sesekali tapi.

Tapi apa boleh buat, sudah mengeluarkan biaya besar dari desa ke kota, memakan waktu yang panjang pula. Masa iya menyerah. Pikiranku pada saat itu yang membuatku terus maju.

Aku mendapatkan urutan 203.

Sudah tidak mood untuk ikut berbaris sebenarnya, tapi aku selalu menguatkan hatiku, ayo - ayo kamu pasti bisa.

"203" Ucap seseorang yang merupakan seorang rekruter.

Aku pun maju dan menyerahkan berkas - berkas yang sudah aku siapkan.

Setelah itu, aku langsung diperintahkan untuk membuka sepatu, kemudian melakukan pengecekan tinggi dan berat badan. Berat badanku proporsional, tinggi badanku juga. Sesuai dengan aturan BMI yang maskapai tentukan.

Aku pun lolos pada tahap 1.

Kemudian yang lolos tahap pertama langsung mengikuti tahap 2. Di sini rekruter memastikan bahwa kulit aku bersih, tidak memiliki bekas luka, dan tidak berjerawat. Aku pun lolos.

Lanjut kepada tahap 3 yakni tes bahasa Inggris, dan ya aku lolos kembali. Kemudian lanjut tes ke 4 ada tahap tes pengetahuan umum, aku pun kembali lolos. Kemudian ada medex (medical check up) namun di hari yang lain.

Lelah tidak Ayy? Tentu, tapi terbayarkan ketika rezeki tersebut berpihak kepadaku.

Sembari menunggu pemberitahuan untuk cek kesehatan, aku pun pulang ke desa. Di berikan satu minggu untuk istirahat kemudian tinggal menunggu panggilan saja.

Hari demi hari ku lalui dengan melakukan pengecekan email secara berkala. Namun undangan tersebut tidak kunjung datang, padahal estimasi sudah melebihi satu minggu lamanya.

Aku tidak bertanya, tidak pula protes. Berjalan seadanya saja. Tidak terlalu berharap A B C, karena menurutku harapan itu selalu menbuatku sakit. Aku percaya akan takdir saja. Jika hal tersebut rezeki aku, maka akan tetap menjadi rezeki aku. Jika bukan, yasudah, mungkin ada hal terbaik di depannya yang sudah di persiapkan untuk aku.

Keseharianku seperti biasa, tidak ada yang spesial. Mungkin malam ini bergadang, pikirku.

●●●

"Ayy" Tanya Rifal yang tidak aku ketahui kapan kedatangannya.

Tiba - tiba Rifal ada di dekatku.

Posisiku pada saat itu sedang terduduk di sofa,

Ternyata, Rifal sedari pagi sudah ada di rumah, aku yang bangun sing lantas tidak mengetahui kedatangannya.

Se effort itu memang Rifal ini.

Yasudah, seperti biasa, Rifal menemuiku dalam keadaan kusut.

Tapi yang aku suka dari Rifal, dirinya selalu memuji aku cantik. Yang pada saat ini aku merindukan pujian itu.

"Gadis cantik aku sudah bangun" Ucap Rifal.

Aku yang pada saat itu memiliki rasa ilfeel lantas beranjak dari tempat duduk.

Rifal pun dengan cekatan langsung menarik tangan aku, dan...

Kami terjatuh ke sofa.

Rifal menatapku sesekali melihat bibirku.

Aku yang pada saat itu deg - degan secara tidak beraturan, lantas mendorong badan Rifal.

Alih - alih mendorong Rifal supaya menepis, Rifal malah semakin terjatuh menimpa badanku,

Rifal yang pada saat itu entah ada angin apa tiba - tiba akan menciumku, aku pun menamparnya.

Rifal pun kaget dan meminta maaf. Terlihat mimik kecewa karena aku menamparnya. Namun dirinya sadar, bahwa perjanjian menjadi pacarku yakni tidak aneh - aneh. Rifal pun selalu memegang teguh janji tersebut. Pintaku pada saat itu, selain dari pada pelukan seorang kekasih, big no.

Selama kami pacaran, baik aku atau Rifal, kami berdua belum pernah merasakan ciuman pertama.