NovelToon NovelToon
Seharusnya

Seharusnya

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:9.4k
Nilai: 5
Nama Author: Lu'lu Il Azizi

Tentang sebuah perasaan dan liarnya hati ketika sudah tertuju pada seseorang.
Rasa kecewa yang selalu menjadi awal dari sebuah penutup, sebelum nantinya berimbas pada hati yang kembali merasa tersakiti.
Semua bermula dari diri kita sendiri, selalu menuntut untuk diperlakukan menurut ego, merasa mendapatkan feedback yang tidak sebanding dengan effort yang telah kita berikan, juga ekspektasi tinggi dengan tidak disertai kesiapan hati pada kenyataan yang memiliki begitu banyak kemungkinan.
Jengah pada semua plot yang selalu berakhir serupa, mendorongku untuk membuat satu janji pada diri sendiri.
”tak akan lagi mencintai siapapun, hingga sebuah cincin melekat pada jari manis yang disertai dengan sebuah akad.”
Namun, hati memanglah satu-satunya organ tubuh yang begitu menyebalkan. Untuk mengendalikannya, tidaklah cukup jika hanya bermodalkan sabar semata, satu moment dan sedikit dorongan, sudah cukup untuk mengubah ritme hari-hari berikutnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lu'lu Il Azizi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

35. Cinta memang aneh

”gimana mas? Tak ada yang serius kan.”tanya Reno padaku setelah senyumnya diabaikan oleh Vika. Belum sempat aku menjawab, Vika tiba-tiba berdiri.

”aku ke toilet dulu El.”pamitnya ketus, seraya beranjak pergi. Reno terlihat menghela nafas panjang.

“aman Ren, terima kasih untuk pertolonganmu semalam. Eh.. tapi bagaimana bisa Ain bertemu denganmu?”aku mencoba mengalihkan topik, karena tingkah dingin Vika barusan.

"Semalam aku sedang main kartu sama anak-anak di pos ronda, tiba-tiba ada wanita berwajah gugup dengan keadaan menangis. Tentu saja kami segera berubah wujud menjadi pahlawan. Saat sampai di lokasi, aku cukup kaget ternyata wajahmu mas yang babak belur. ”Reno menjelaskan cukup detail.

”aku sangat beruntung Ain bisa bertemu kalian, semalam pelakunya tertangkap semua Ren? Aku beneran gak sadar jika kau yang telah menolongku.”

“ketangkap semua. Kau hebat mas, bisa tetap sadar meski dikeroyok lima orang. Bahkan bisa membuat salah satunya gak bisa jalan.”

“beruntung saja Ren, karena mereka mabok semua. Kalau gak, kondisiku jelas lebih parah dari ini.”ucapku, melirik ke arah Laras yang diam memperhatikan, sepertinya dia sangat penasaran dengan yang terjadi padaku semalam.

Beberapa kali Reno menengok ke arah pintu ruangan, aku paham dengan yang dia risaukan.

“temui saja dia Ren.”ucapku memberi saran, sekaligus menebak gelagatnya. Reno menoleh ke arahku, cukup kaget. Mungkin dia berfikir, apakah raut wajahnya sangat mudah dibaca.

”seharusnya kau yang lebihi tau, seberapa keras kepalanya dia. Belum lagi, setelah ini kau mungkin akan kesulitan mendapatkan momen seperti ini.”lanjutku, sekaligus menyemangatinya. Laras hanya melongo, tak paham dengan maksud perkataan ku, sedang Reno terlihat diam memikirkan sesuatu.

“aku pergi dulu mas.”pamitnya setelah meyakinkan diri.

”tunggu Ren!”

Aku melirik ke arah Laras.”ass, tolong ambilkan chargerku.”pintaku padanya, karena dia duduk tak jauh dari meja, lalu aku menyuruhnya lagi untuk memberikan charger itu pada Reno.

”bilang saja itu titipan dariku. Tadi dia bilang mau pinjem.”pesanku padanya. Dia pun segera pergi untuk mencari Vika. Sebenarnya Vika tidak butuh charger ku, aku hanya membantu Reno agar dia memiliki sebuah alasan.

“siapa dia mas?”tanya Laras setelah Reno pergi meninggalkan kami berdua, sepertinya dia tak kuasa menahan penasaran karena suasana canggung barusan.

“pemuda yang tersesat oleh cinta.”jawabku asal. Sambil menerka, pilihan seperti apa yang akan Vika ambil. Laras menghela nafas panjang seraya berdiri.

”kemana ass..? aku cuma bercanda.”aku sedikit panik karena Laras pergi tanpa sepatah katapun. dia berjalan ke arah pasien sebelahku berbincang dengan mereka, meninggalkanku berbaring sendiri. Setelah beberapa saat, barulah dia kembali dengan pisau yang ia genggam ditangan kanan.

”buat apa, Ass?”tanyaku penasaran sekaligus merasa lega karena dia kembali.

“nusuk orang bonyok, tapi lagaknya masih menyebalkan!!”jawabnya setelah kembali duduk di tempat semula dengan alis terangkat sebelah.

”hehe, bercanda mu jelek, Ass.”ucapku nyengir, karena tatapan kesalnya.

"Ceritakan padaku, detail."nada bicara Laras mengancam sambil memainkan pisau. Tapi bukannya menakutkan, justru malah terlihat lucu. Melihat ekspresiku menahan tawa, dia semakin kesal dan bersiap menyerangku.

Persis seperti yang tadi Ain lakukan, Laras bersiap menampol bibirku yang lebam."terus saja pasang wajah menyebalkan itu, mas!"

Aku Pun segera minta maaf karena jari-jari Laras tinggal berjarak beberapa centi dari lebam ku. Tidak ingin menggodanya lebih lanjut, akhirnya aku mulai bercerita tentang apa hubungan Reno dan Vika, tapi aku sengaja melewatkan cerita bagian Laksa, termasuk alasan kenapa aku sampai dikeroyok semalam. Aku rasa Laras tak perlu tau tentang itu.

“mass....”Laras menawariku apel yang sudah dikupas, sambil mendengarkan ceritaku dia mengupas buah itu menggunakan pisau yang sedari tadi ia genggam. Awalnya aku sedikit ragu, namun karena buah itu sudah tepat berada di depan mulutku, aku tak memiliki alasan untuk menolak suapan darinya.

”Cinta memang aneh. Meski tujuan akhirnya sama, namun cara dan masalah yang dihadapi setiap orang berbeda-beda.”keluhnya menatap selambu, tergerak pelan oleh angin yang masuk lewat jendela. Raut wajah itu, memunculkan kembali rasa tak enak hatiku padanya, aku salah tingkah sendiri.

"Ass, maaf."

"Untuk..."

"Lupakan, tak penting."

Tatapan kami bertemu, banyak kalimat tersirat didalamnya. Seakan kami sedang saling menjelaskan tentang perasaan masing-masing. Suara suster yang masuk untuk memeriksa pasien sebelahku, mengakhiri netra kami yang saling bertatap. Kami sama-sama merasa canggung, namun hanya sesaat, karena Laras sangat hebat dalam memilih sikap.

***

Setelah dua malam aku menginap di dalam ruangan serba putih. Akhirnya aku diperbolehkan pulang, tapi yang ku tuju bukanlah rumah orang tuaku. Aku bahkan tidak memberi tahu musibah yang menimpaku, aku tidak ingin membuat mereka khawatir berlebihan.

Sebenarnya tubuhku sudah tak perlu bantuan dari orang lain jika hanya untuk melakukan kegiatan normal. Namun karena pesantren Ain sudah memulai libur panjangnya, tentu saja aku tak ingin melewatkan kebersamaanku dengannya. Itulah kenapa aku memilih untuk pulang ke rumah ibuk.

Ain memboncengku dengan sepeda motornya, sepanjang perjalanan kami sama sekali tidak melakukan sebuah percakapan. Sebenarnya Laras memaksa untuk mengantarku pulang dengan mobilnya, namun aku tetap kekeh menolak karena tak ingin membuat Ain semakin kesal.

”dek….”

aku mengulurkan tangan setelah turun dari motor, bermaksud menggodanya dengan meminta bantuan.

”jangan manja! Jalan sendiri.”jawabnya ketus, dari semalam wajah kesalnya belum juga hilang. Aku menghela nafas panjang, lagi. Ain melenggang masuk rumah tanpa menungguku.

Semua bermula saat Ain kembali ke rumah sakit sehabis isya’. Awalnya dia bertanya berapa lama Laras dan Vika menjengukku, wajahnya mulai berubah ketika aku menjawab belum lama dia pulang. Aku senang melihatnya menahan cemburu, dengan sengaja aku memberi tahunya jika aku sudah makan dan minum obat, karena tadi Laras membelikan ku makanan. Wajahnya perlahan berubah menjadi kesal.

Entah kenapa, Ain seperti dengan sengaja menampakan rasa cemburunya. Aku sangat senang dengan hal itu, merasa bangga.

Namun, ketika aku berusaha mengembalikan moodnya. Ibu-ibu yang sedang menunggu anaknya, datang menghampiri kami, dia mengambil pisau yang tadi lupa belum Laras kembalikan. Ibu itu mengira jika Laras adalah saudaraku, dia membuat perbandingan dengan anak-anaknya yang selalu saja gaduh tak jelas. Katanya aku dan Laras sangat rukun, bergurau begitu lepas, bisa membuat iri orang yang melihatnya.

Mendengar itu, wajahku semakin masam karena melihat perubahan pada raut wajah Ain. Dia pasti memaknai cerita ibu itu dengan arti berbeda, aku sangat berharap ibu itu segera mengakhiri kesimpulan sepihaknya.

“tadi Laras mengupaskanmu buah? Menyuapimu juga?”pertanyaan nya sinis, wajahnya ketus. Aku hanya bisa mengangguk pelan menjawab pertanyaan yang menekan itu, dan wajah Ain semakin menyeramkan saat dia tau jika aku hanya berdua dengan Laras, karena Vika berada diluar bersama Reno.

Setelahnya, Ain sama sekali tidak menampakkan senyum. Dia hanya seperti suster yang sedang menjalankan tugas. Merawat pasien.

Hingga dia memaksaku untuk tidur, aku gagal mengembalikan moodnya. Bahkan saat aku bangun, posisi tidur Ain tidak seperti kemarin. Aku menyesal sengaja membuatnya cemburu!

Perasaan senang, takut, bangga, bingung, juga panik, berkecamuk menjadi satu.

Hati..! Bagaimana kondisimu saat ini.

1
Riyana Dhani@89
/Good//Heart//Heart//Heart/
mr sabife
wahh alur ceritanya
mr sabife
luar biasa ceritnya
mr sabife
bagus dan menarik
mr sabife
bgusssss bnget
mr sabife
Luar biasa
queen.chaa
semangat terus othorr 🙌🏻
Charles Burns
menisan 45menit biar setengah babak
Dale Jackson
muach♥️♥️
Dale Jackson
sedang nganggur le
Mary Pollard
kelihatannya
Wayne Jefferson
gilani mas
Wayne Jefferson
siap ndoro
Alexander Foster
mubadzir woii
Alexander Foster
mas koprohh ihhh
Jonathan Barnes
kepo kek dora
Andrew Martinez
emoh itu apa?
Andrew Martinez
aku gpp kok kak
Andrew Martinez
kroco noob
Jonathon Delgado
hemmbbbb
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!