Mungkin benar kata pepatah. Tuhan memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.
Cinta memang terkadang hadir tanpa di rencanakan bahkan kita manusia tidak bisa memilih pada siapa kita jatuh cinta. Termasuk pada gadis kecil yang sama sekali tidak pernah ia sangka menjadi akan menjadi jodohnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34. Tidak untuk di contoh.
Perhatian Bang Arbath teralihkan karena Dindra mual hingga muntah hebat di ruang kesehatan Kompi.
"Kamu pasti masuk angin, dek..!!" Bang Arbath memijat tengkuk Dindra dan terus memberinya minyak angin.
"Panas, Bang. Jangan di oles minyak angin lagi..!!" Pinta Dindra.
"Kamu masih muntah terus. Pulang saja yuk, Abang kerokin..!!"
"Nggak. Abang nggak bisa di percaya." Kata Dindra kesal.
"Sekalian ganti pakaian. Kalau begini terus kapan sembuhnya????"
...
Sesampainya di rumah, Papa Shaleh berjingkat kaget melihat Bang Arbath membopong menantunya. Mama Roro pun ikut panik di buatnya.
"Dindra kenapa?????"
"Nanti saja ceritanya, Pa. Biar Dindra ganti pakaian dulu..!!" Jawab Bang Arbath kemudian membawa Dindra ke dalam kamar dan menutupnya rapat.
Kening Papa Shaleh berkerut melihat pucatnya wajah Dindra.
:
Lagi-lagi kening Papa Shaleh berkerut kemudian melirik Mama Roro. "Apa iya??? Apa aku harus segera pensiun??" Gumamnya pelan.
"Ada apa?? Biar Mama yang coba??" Kata Mama Roro.
Sejenak Mama Roro pun bingung dan kembali mengulang tindakan pemeriksaan nya.
Mama Roro dan Papa Shaleh saling pandang kemudian melempar pandangan mata pada Bang Arbath. Refleks Mama Roro mengambil bantal di samping Dindra, Papa Shaleh pun mengambil sandal di kakinya.
"Kenapa kau macam-macam sama Dindra??????"
"Apaaaa??? Aku buat macam-macam apa????" Jawab Bang Arbath yang sama sekali tidak paham kesalahannya.
"Dindra hamil." Kata Mama Roro.
"Haaaahh.. ko' bisa???"
"Kenapa tanya Papa???? Siapa yang bawa pistol celamitan??? Siapa yang punya peluru tak tau aturan???" Bentak Papa Shaleh kemudian menepak lengan putranya.
"Iyaaa.. iyaaaa.. aku tau. Maksudku bagaimana bisa hamil??? Aku hanya asal serempet aja. Nggak bakalan sampai hamil, Pa." Jawab Bang Arbath.
"Kau pikir menantu Papa hamil dengan siapa? Wiro sableng???? Atau kera sakti???????" Papa Shaleh semakin tidak sabar menghadapi putranya. "Kau ini anak dokter kandungan, bukankah seharusnya kau sudah paham. Papa juga tidak pelit ilmu, lalu kenapa kau seceroboh ini??"
"Aku sudah hati-hati. Tapi aku juga tidak menyangka kalau masih jebol juga gawang nya."
"Arbaaaaatthh..!!!" Kini Mama Roro yang tidak sabar langsung menghantam rahang putranya.
buugghh..
:
Setelah keadaan mulai tenang, emosi Papa Shaleh dan Mama Roro mereda, baru lah mereka duduk bersama. Dindra pun ikut disana.
Bang Arbath yang sedang mendapatkan hukuman dari kedua orang tuanya pun hanya bisa pasrah saat Papanya meminta putranya itu untuk memijat kaki Dindra.
"Aku Danki lho Pa..!!"
"Mau kau panglima sekalipun, kalau istrimu hamil ya harus semakin menjadi suami siaga. Bukankah kau juga yang buat Dindra jadi begini. Makanya, sebelum bertindak itu di pikir..!! Jangan asal tancap pasak lalu tidak mau tau." Tegur keras Papa Shaleh.
"Aku nggak tancap pasak Pa. Astaghfirullah..!!!"
plaaakk..
"Seharusnya Papa yang istighfar, yang susah ini Papa..!! Bocah gemblung..!!" Bentak Papa Shaleh.
Mau tidak mau akhirnya Bang Arbath memilih untuk tidak lagi berdebat dengan Papa Shaleh ataupun Mama Roro. Pada kenyataannya memang dirinya yang bersalah.
"Abang minta maaf. Abang yang tidak bisa mengontrol hawa nafsu." Bang Arbath meraih tangan Dindra lalu mengecup tangannya. "Dindra mau maafin Abang?"
"Mau tidak di maafkan bagaimana? Kita pun sudah menikah." Jawab Dindra.
Bang Arbath mengangguk karena memang tidak ada alasan untuk penerimaan dirinya selain pernikahan. Dadanya terasa sesak karena menyadari sudah melakukan kesalahan yang sebenarnya sangat fatal bagi hidupnya.
"Kalau tau hasilnya akan seperti ini, harusnya kemarin bablas saja." Gumamnya pelan.
"Apaaaa???????"
"Nggak.. nggak Paaaa... Aku bercanda..!!!!!!!!"
...
Setelah mengetahui istrinya tengah berbadan dua, sifat posesif Bang Arbath pun semakin menjadi. Setiap selimut Dindra tersingkap, Bang Arbath selalu membenahi letaknya agar Dindra tidak kedinginan apalagi dirinya sangat antipati dengan nyamuk.
Saking gelisahnya, Bang Arbath sampai tidak bisa memejamkan matanya. Ia pun menghubungi Prada Amri.
"Selamat malam. Ijin arahan, Danki..!!" Jawab Prada Amri.
"Coba kau lihat di gudang, apa masih ada selambu kita??? Kalau masih ada, bisa saya minta satu?" Tanya Bang Arbath.
"Siap. Saya cek sekarang, Danki..!!"
:
Bang Arbath menerima selambu yang di bawakan Prada Amri dari gudang.
"Besok kerahkan fogging di seluruh area asrama juga kompi, saya tidak mau ada nyamuk. Sementara jangan buat kolam ikan, saya tidak mau istri saya kecapekan." Kata Bang Arbath memberikan arahan nya.
"Ijin Danki, ibu sakit??" Tanya Prada Amri yang memang peduli dengan istri Dankinya.
"Hamil." Jawab Bang Arbath santai.
"Ha_mil???" Prada Amri terlihat bingung mendengar jawaban Bang Arbath karena pernikahan Dankinya baru seminggu yang lalu.
'Apa Danki ngelindur?'
"Kenapa??" Bang Arbath pun sebenarnya paham bahwa dirinya sudah memberikan contoh yang tidak baik tapi apalah daya, segalanya sudah terlanjur terjadi dan lagi apapun yang ada saat ini adalah urusan pribadinya dengan Dindra.
"Ijin, tidak ada.. Danki..!!"
.
.
.
.