NovelToon NovelToon
Tawanan Miliarder Posesif

Tawanan Miliarder Posesif

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Menantu Pria/matrilokal / Nikah Kontrak / Crazy Rich/Konglomerat / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: ayu andita

follow aku di IG : ayu_andita28

Hutang 10 Milyar yang dimiliki orang tua Serenity Lily membuat gadis itu menjadi korban dari seorang CEO kejam. Dia menjadi tawanan sang CEO yang tampak marah dan dendam pada orang tua Lily.

Akankah Lily mampu terlepas dalam penjara yang dibuat oleh sang CEO atau justru terjerat dalam pesonanya. Sementara pria itu hanya menjadikan Lily sebagai tawanan!

Akankah Lily akan menemukan bahagianya atau justru sebaliknya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayu andita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 35 Amnesia

Hari itu, suasana di kediaman Xander terasa lebih sunyi dari biasanya. Lily duduk di sofa ruang tamu, merasa cemas. Sejak pagi, Xander belum pulang dari perjalanannya. Ia merasa ada yang tidak beres, tetapi berusaha menenangkan diri dengan meyakinkan bahwa suaminya hanya terjebak urusan pekerjaan. Namun, firasat buruk tak bisa diabaikan begitu saja.

Tiba-tiba, ponselnya berdering. Nama yang muncul di layar membuat hati Lily berdebar kencang. Itu telepon dari rumah sakit. Dengan tangan gemetar, Lily mengangkat telepon itu.

"Halo, ini Lily. Ada apa?" tanyanya dengan suara bergetar.

"Bu Lily, kami dari rumah sakit. Kami ingin memberitahukan bahwa suami Anda, Pak Xander, mengalami kecelakaan mobil tadi pagi. Kami telah membawanya ke rumah sakit dan dia sedang dalam perawatan intensif," kata suara di ujung sana.

Dunia Lily seketika runtuh. "Kecelakaan? Bagaimana kondisinya sekarang?"

"Dia stabil, tetapi ada satu hal lagi yang perlu Anda ketahui. Pak Xander mengalami cedera kepala yang cukup serius dan saat ini dia mengalami amnesia. Dia tidak ingat banyak hal, termasuk identitasnya sendiri," lanjut petugas rumah sakit.

Lily terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi yang baru saja dia dengar. Air mata mulai mengalir di pipinya. "Saya akan segera ke sana," ucapnya singkat sebelum menutup telepon.

Dengan langkah tergesa, Lily mengumpulkan kekuatannya dan segera pergi ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, pikirannya dipenuhi oleh kekhawatiran dan doa agar Xander bisa pulih. Dia berusaha menenangkan diri, meski hatinya terasa hancur berkeping-keping.

Sesampainya di rumah sakit, Lily berlari menuju ruang perawatan intensif. Dia menemukan Xander terbaring di ranjang rumah sakit, dengan berbagai alat medis terpasang di tubuhnya. Wajahnya pucat dan tampak lelah, tetapi masih bisa dikenali.

"Xander..." bisik Lily sambil mendekat. Tangannya menggenggam tangan suaminya yang dingin.

Mata Xander perlahan terbuka, menatap Lily dengan pandangan kosong. "Siapa... siapa kamu?" tanyanya lemah.

Hati Lily terasa hancur mendengar pertanyaan itu. "Aku Lily, istrimu. Kamu mengalami kecelakaan, tapi aku di sini sekarang. Aku akan selalu ada untuk kamu."

Xander menatap Lily dengan kebingungan di matanya. "Lily... maaf, aku nggak ingat apa-apa."

Lily mengangguk, berusaha menahan air matanya. "Nggak apa-apa, Xander. Kita akan melalui ini bersama. Aku nggak akan meninggalkan kamu."

Hari-hari berikutnya, Lily berada di rumah sakit hampir sepanjang waktu. Dia berbicara dengan dokter dan mengikuti semua instruksi untuk membantu pemulihan Xander. Setiap kali melihat suaminya yang tak mengenalinya, hatinya terasa perih, tapi dia tahu harus kuat demi mereka berdua.

Setiap malam, Lily duduk di samping ranjang Xander, menceritakan kenangan-kenangan indah mereka, berharap bisa memicu ingatan suaminya kembali. Dia membawa foto-foto, menceritakan kembali kisah-kisah lama, dan melakukan segala cara untuk membantu Xander mengenalinya lagi.

Di tengah kesedihannya, Lily menemukan kekuatan baru dalam cinta dan tekadnya untuk memulihkan suaminya. Meski perjalanan ini berat dan penuh tantangan, dia yakin bisa melalui semuanya. Bersama Xander, meskipun dalam kondisi yang sulit, Lily tidak akan pernah menyerah.

Waktu berlalu, dan sedikit demi sedikit, Xander menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Meski ingatannya masih kabur, dia mulai merespons lebih baik pada Lily. Setiap senyum dan sentuhan lembut dari Lily memberikan harapan baru.

Suatu hari, saat Lily sedang duduk di sampingnya, Xander meraih tangannya. "Lily... aku mungkin belum ingat semuanya, tapi aku tahu satu hal. Aku merasa aman dan nyaman saat kamu ada di dekatku."

Lily tersenyum sambil menahan air mata. "Aku juga merasa begitu, Xander. Kita akan melalui ini bersama, dan aku yakin kamu akan sembuh. Kita akan kembali seperti dulu, bahkan lebih kuat."

Dengan cinta dan kesabaran, Lily terus mendampingi Xander dalam setiap langkah pemulihannya. Meski ingatan Xander masih samar, kasih sayang dan dukungan Lily menjadi kekuatan yang tidak tergantikan. Mereka berdua tahu bahwa perjalanan ini masih panjang, tapi dengan cinta yang kuat, mereka yakin bisa menghadapi segala rintangan bersama.

Lily duduk tegak di kursi sebelah ranjang Xander di ruang perawatan intensif. Wajahnya penuh dengan harapan dan doa yang tak terucapkan, setiap detik terasa seperti perjuangan yang tak berkesudahan. Xander, dengan tatapan kosong yang masih mencoba memahami dunia di sekitarnya, tiba-tiba menggeleng pelan. Matanya menatap Lily dengan kedalaman yang mencerminkan kekosongan.

"Lily," gumamnya lembut, suaranya gemetar.

"Aku... aku hanya ingat nama Alina."

Lily merasa seakan dunianya runtuh dalam sekejap. Detik itu terasa seperti pukulan telak yang mematahkan hatinya. Segala kenangan indah mereka bersama, mimpi-mimpi masa depan yang mereka bangun bersama, hancur berantakan di hadapan kenyataan yang tak terhindarkan. Dia mencoba menahan air mata yang menggenang di matanya, mencari kata-kata yang tak kunjung muncul untuk menyikapi kenyataan yang menyakitkan ini.

Xander duduk di sampingnya dengan wajah penuh kebingungan, mencoba meraih potongan-potongan memori yang terpencar-pencar di dalam pikirannya. Lily bisa merasakan betapa putus asanya Xander, dan dalam keheningan mereka yang penuh dengan rasa sakit ini, Lily merasa seakan-akan harus membangun kembali seluruh kehidupan mereka dari awal.

Namun, di tengah keputusasaan itu, ada sebuah panggilan yang lebih dalam. Sebuah kekuatan yang muncul dari kesetiaan dan cinta yang tak tergoyahkan. Lily tahu, meski Xander mungkin kehilangan ingatannya, dia tetap di sini untuknya. Mereka akan melewati semua rintangan ini bersama-sama, bahkan jika Xander tidak lagi mengenalinya seperti sebelumnya.

Lily duduk tegak di sebelah ranjang Xander di ruang perawatan intensif, matanya terlihat lelah namun penuh dengan keputusan yang teguh. Xander duduk di kursi roda, menatap ke luar jendela dengan ekspresi kosong yang masih mencoba memahami dunia di sekitarnya. Udara di ruangan itu tegang, penuh dengan ketegangan yang tak terucapkan.

Tiba-tiba, dalam keheningan yang membelenggu mereka, Xander menggeleng perlahan dan bibirnya bergetar ketika ia berkata,

"Lily, maafkan aku... aku hanya ingat nama Alina."

Kata-kata itu menusuk hati Lily seperti belati yang menusuk-nusuknya tanpa ampun. Segala perjuangannya, segala harapan dan doa yang dia simpan selama ini hancur berkeping-keping di hadapan kenyataan pahit ini. Dia merasakan perasaan kecewa yang memenuhi dadanya, bercampur dengan amarah yang membara di dalam dirinya.

"Xander!" serunya tiba-tiba, suaranya terdengar gemetar namun penuh dengan keberanian.

"Bagaimana bisa kamu... kamu lebih mengingat mantanmu daripada aku? Bagaimana bisa kamu begitu egois untuk menghancurkan hidupku seperti ini?"

Matanya memancarkan kilatan kekecewaan yang dalam, dan suaranya bergetar ketika dia melanjutkan, "Apa aku tak berarti apa-apa bagimu?

"Apakah seluruh cinta dan pengorbanan yang aku berikan selama ini tidak berarti apa-apa? Kita berdua telah berjuang melewati semua ini bersama-sama, dan ini yang kamu ingat?"

Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan emosinya yang meluap-luap. "Aku tidak tahan melihatmu begitu, Xander."

"Aku... aku merasa hancur," bisiknya dengan suara yang hampir putus asa.

Xander menatapnya dengan tatapan yang masih terlihat kebingungan, mencoba untuk menjelaskan meski dalam keadaan yang terbatas. Namun, Lily bisa merasakan betapa sedihnya hatinya yang hancur, dan betapa sakitnya kehilangan ini baginya.

"Saat ini aku tengah hamil tapi kamu justru malah mengingat Alina!" pekiknya.

1
mbok Darmi
xander oon egois knp ngga mati aja sekalian saat kecelakaan bikin emosi
mbok Darmi
xander udah amnesia bikin kesel aja itu malah bikin masalah baru saat alina ada di mansion, lebih baik lily pergi saja biar kan xander hidup dgn alina yg ada kamu malah stress aku jamin xander akan lebih memperhatikan alina krn yg diingat hanya masa lalunya
Bivendra
lbh baik qm pergi ly jika dy mmg untukmu dy akan kembali dgn caranya sndri sdh ckup bertahan dlm kesulitan
kdg qt hrus pergi agar mengerti rasa kehilangan
Bivendra
aq kasihan bgt sm lily sllu menderita
merry jen
apa xanderr berubhh dingin gr gr Alina mnggllknn xanderr
Miss Apple 🍎
seru lanjut kak
Miss Apple 🍎
lanjut
Yanti Gunawan
gmn si ya sampe detik ini msh ga nyambung ktnya gak boleh jatuh cinta dn ada perjanjian trs knp tetiba ada kata mencintai oy
mbok Darmi
ternyata bram pecundang
Bivendra
enak aja ud sama2 bobo terus malah ninggalin gt aja
otak lu dmn bram
mbok Darmi
semoga alina hamil anak bram biar seru mau tdk mau alana hrs nikah sama bram demi anak yg dikandung nya
Miss Apple 🍎
nikah aja Bram dan Alina
Miss Apple 🍎
lanjut
Miss Apple 🍎
jangan tengok masa lalu
Bivendra
aq rada bingung sm xander n lily sllu
jwbn aq sayang cinta xander
kita akan melewati ini smw
tp lht lah
mading² sndri
Miss Apple 🍎: sama masih terbayang masa lalu keknya
total 1 replies
Miss Apple 🍎
seru
Miss Apple 🍎
kasihan Lilu
Miss Apple 🍎
seru
Miss Apple 🍎
lamjut
Miss Apple 🍎
lanjutlah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!