Tawanan Miliarder Posesif

Tawanan Miliarder Posesif

Bab 1 Hutang 10 Milyar

Pagi itu, sinar matahari musim semi yang hangat menyelinap masuk melalui jendela kamar Lily, membangunkannya dari tidur nyenyaknya. Ia meregangkan tubuhnya yang mungil sebelum melangkah keluar dari tempat tidur. Suara ceria burung-burung di luar jendela terdengar harmonis, seolah-olah tidak ada yang salah di dunia ini. Namun, ketenangan pagi itu segera berubah menjadi kekalutan.

Ketika Lily turun ke lantai bawah, ia melihat ayah dan ibunya duduk di meja makan dengan wajah tegang yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Ayahnya, yang biasanya tersenyum hangat setiap pagi, kini tampak kusut dan cemas. Sementara ibunya, yang selalu menyiapkan sarapan dengan penuh semangat, duduk diam dengan pandangan kosong menatap secangkir teh yang sudah dingin.

“Ada apa, Ma, Pa?” tanya Lily dengan suara yang sedikit gemetar, merasakan ada sesuatu yang tidak beres.

Kedua orang tuanya saling berpandangan, seolah-olah mencari keberanian untuk mengungkapkan berita yang akan mengubah hidup putri mereka. Akhirnya, ayahnya mengambil napas dalam-dalam dan berkata dengan suara berat, “Lily, ada sesuatu yang harus kami ceritakan kepadamu. Kami sebenarnya sudah lama menyembunyikan ini darimu, tapi sekarang waktunya kamu tahu.”

Lily duduk di kursi yang berhadapan dengan orang tuanya, merasakan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. “Apa yang terjadi?” tanyanya lagi, kali ini suaranya lebih tegas.

Ayahnya melanjutkan, “Beberapa tahun yang lalu, usaha kami mengalami kesulitan keuangan yang sangat serius. Kami terpaksa meminjam uang dalam jumlah besar untuk menyelamatkan bisnis keluarga. Pinjaman itu datang dari keluarga Sterling.”

Mendengar nama keluarga Sterling, mata Lily membesar. Keluarga Sterling adalah keluarga miliarder terkenal di kota mereka, dikenal dengan kekayaan yang luar biasa dan pengaruh yang luas. “Berapa banyak uang yang kalian pinjam?” tanya Lily dengan napas tertahan.

Ibu Lily, yang akhirnya angkat bicara, menjawab dengan suara bergetar, “Sepuluh milyar rupiah, Lily. Kami berhutang sepuluh milyar kepada mereka.”

Kata-kata itu terasa seperti bom yang meledak di kepala Lily. Ia terdiam, mulutnya terbuka namun tidak ada kata yang keluar. Sepuluh milyar? Angka itu terlalu besar untuk diungkapkan, apalagi dibayangkan.

“Bagaimana mungkin?” tanyanya dengan suara yang nyaris tidak terdengar.

“Mengapa kalian tidak pernah memberitahuku?”

Papanya menunduk, terlihat malu dan menyesal. “Kami tidak ingin membebanimu dengan masalah ini. Kami berpikir bisa menyelesaikannya sendiri, tapi keadaan semakin memburuk.”

Lily merasa seluruh dunianya runtuh. Pikiran tentang masa depan yang cerah dan bebas dari kekhawatiran finansial tiba-tiba terasa sangat jauh. “

"Apa yang akan terjadi sekarang?” tanyanya dengan ketakutan yang nyata.

Ayahnya menghela napas panjang. “Kami sedang mencoba mencari jalan keluar, tapi kami harus memberitahumu karena kemungkinan besar kamu akan terlibat dalam proses ini. Keluarga Sterling sangat berpengaruh, dan kami harus bekerja sama dengan mereka untuk menemukan solusi.”

Lily hanya bisa duduk terpaku, mencoba mencerna kenyataan yang baru saja menghantamnya. Dunia yang selama ini ia kenal terasa seperti berubah dalam sekejap. Keluarga Sterling, hutang sepuluh milyar, dan masa depan yang tidak pasti—semuanya membuatnya merasa terjebak dalam mimpi buruk yang tidak berkesudahan.

Suasana di ruang makan berubah menjadi sunyi setelah pengakuan yang mengejutkan itu. Lily masih terpaku di kursinya, matanya terpaku pada meja kayu di depannya. Ia berusaha memahami bagaimana keluarganya bisa terjerumus dalam situasi ini tanpa ia sadari sedikit pun.

Ayahnya, Pak Hendra, menatap putrinya dengan penuh penyesalan. Matanya yang biasanya penuh kehangatan kini tampak suram, seakan beban dunia ada di pundaknya. Ia menarik napas dalam-dalam, seolah-olah mencari kekuatan untuk melanjutkan percakapan yang sulit ini.

"Lily," suaranya lembut namun penuh dengan rasa bersalah, "kami benar-benar minta maaf karena menyembunyikan ini darimu. Papa dan Mama hanya ingin melindungimu, menjaga agar kamu bisa fokus pada sekolah dan masa depanmu tanpa harus memikirkan masalah keluarga."

Lily mengangkat kepalanya perlahan, matanya bertemu dengan mata ayahnya. Air mata yang sejak tadi ia tahan mulai menggenang, membuat pandangannya kabur. "Kenapa harus sebesar itu, Pa? Kenapa harus sepuluh milyar?" tanyanya dengan suara bergetar.

Pak Hendra menunduk, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Waktu itu, usaha kita benar-benar berada di ambang kehancuran. Kami tidak punya pilihan lain selain meminjam uang dalam jumlah besar. Kami pikir dengan itu, kami bisa membalikkan keadaan. Tapi nyatanya, semuanya semakin rumit."

Ibu Lily, Bu Tari, yang sejak tadi diam, kini menggenggam tangan suaminya dengan erat. "Kami tidak pernah bermaksud menyusahkanmu, Nak. Kami hanya ingin yang terbaik untukmu," tambahnya dengan air mata yang mulai menetes di pipinya.

Papanya kemudian menggenggam tangan Lily dengan lembut, tatapannya penuh harap. "Lily, ada satu hal lagi yang ingin Papa katakan. Dalam situasi seperti ini, kita harus siap menghadapi kemungkinan terburuk. Keluarga Sterling bukanlah orang yang mudah berurusan. Jika semuanya berjalan tidak sesuai harapan, Papa ingin kamu tahu bahwa apapun yang terjadi, itu bukan salahmu."

Lily mengerutkan kening, tidak mengerti arah pembicaraan ayahnya. "Apa maksud Papa?"

Pak Hendra menghela napas panjang, suaranya semakin berat. "Mungkin ada konsekuensi yang harus kita hadapi, dan itu bisa berarti kehilangan banyak hal, termasuk rumah kita atau bahkan lebih dari itu.Papa hanya ingin kamu siap dan tidak menyalahkan dirimu sendiri atas apa yang mungkin terjadi."

Kata-kata ayahnya membuat hati Lily terasa hancur. Ia tidak bisa membayangkan kehilangan rumah mereka atau melihat keluarganya menderita karena hutang yang begitu besar. "Tapi, Pa... apakah kita tidak bisa mencari cara lain? Apakah kita benar-benar tidak punya pilihan?" tanyanya putus asa.

Papanya mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca. "Kami akan terus berusaha mencari jalan keluar, Nak. Tapi dalam prosesnya, kita harus kuat dan siap menghadapi segala kemungkinan. Ayah hanya ingin kamu tahu bahwa kita semua ada di sini bersama, dan kita akan melalui ini bersama-sama."

Lily merasakan air matanya mengalir deras. Ia memeluk ayahnya erat-erat, merasakan kehangatan dan keamanan yang ia butuhkan saat ini. "Papa, Mama, aku akan selalu bersama kalian. Apapun yang terjadi, kita akan menghadapi ini bersama-sama."

Pak Hendra dan Bu Tari saling berpelukan dengan Lily di antara mereka, merasakan kehangatan keluarga yang sejenak menghapus kekhawatiran mereka. Meskipun masa depan tampak gelap dan penuh ketidakpastian, mereka tahu bahwa kekuatan cinta dan kebersamaan akan menjadi cahaya yang membimbing mereka melalui masa-masa sulit ini.

Lily melepaskan pelukan, dia pun segera menghapus air matanya.Gadis cantik itu beranjak pergi menuju ke taman belakang rumahnya.

"Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang?"gumam Lily.

"Utang itu terlalu besar."

Lily benar benar bingung untuk menyelesaikan masalah orang tuanya ini.Dia tak memiliki uang dengan nominal sebesar itu.Gadis cantik itu membuang napas berat, berusaha menenangkan dirinya.

Terpopuler

Comments

🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳🏡 ⃝⃯᷵Ꭲᶬ☠ᵏᵋᶜᶟɳҽ♋Ꮶ͢ᮉ᳟

🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳🏡 ⃝⃯᷵Ꭲᶬ☠ᵏᵋᶜᶟɳҽ♋Ꮶ͢ᮉ᳟

sabar lily

2024-07-02

0

yesi yuniar

yesi yuniar

hadir kak 🤗

2024-06-13

0

Miss Apple 🍎

Miss Apple 🍎

lanjut

2024-05-27

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!