Novel ini terinspirasi dari kisah Mayor yang saat ini sedang viral di mana-mana. Ini hanya kisah fiktif belaka tidak ada sangkut pautnya dengan kisah nyata ataupun yang saat ini sedang viral. Nama tokoh dan nama negara Author samarkan ya🙏
*
*
*
Bagaimana jika seorang Presiden di sebuah Negara mempunyai ajudan para pria-pria tampan? Para Ajudan itu harus bekerja selama 24 jam tanpa henti untuk menjaga keamanan Sang Presiden.
Terlebih Mayor Rendi, Ajudan pribadi itu harus mengikuti sang Presiden ke mana pun tanpa ada waktu sedikit pun. Lalu, bagaimanakah takdir cinta sang Mayor?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 35 Pacaran Ala Militer
Keesokan harinya....
Semuanya mulai kembali ke aktivitas masing-masing. Dari hari senin sampai jum'at sudah dipastikan tidak akan ada bertemu satu sama lain. Sasa mulai sibuk mengurus toko bunganya dan bersyukur sekali toko bunganya saat ini menjadi ramai.
"Pesona Mayor memang tidak kaleng-kaleng ya, Mbak. Baru saja tadi malam dia posting kebersamaan kalian berdua, sudah banyak yang kepo sama toko bunga kita," ucap Lia.
"Alhamdullah, itu namanya rezeki jadi kita jangan sia-siakan fenomena ini," sahut Sasa.
"Kalau bisa sering-sering Mbak ajak jalan Mayor, terus foto bareng sama Mayor lalu posting biar pada tantrum tuh para pemuja Mayor," ucap Lia dengan kekehannya.
"Lumayan kan, follower Mbak naik secara drastis," timpal Kiki.
"Bahkan follower toko bunga ini juga naik Mbak, tadi malam kita live toko kita laris manis banyak yang pesan bunga dari toko ini. Kebanyakan mereka bilang, kalau pesan dari toko ini berharap nasibnya sama kaya Mbak dapat cowok berseragam," ucap Lia.
Sasa terkekeh. "Mereka memang lucu ya, mana ada beli bunga di sini bakalan dapat jodoh cowok berseragam, itu hanya faktor keberuntungan saja," sahut Sasa.
Sasa menyimpan ponselnya di atas meja, sampai tidak terdengar suara panggilan masuk. Mayor Rendi yang dari tadi menghubungi Sasa merasa kesal, darahnya langsung naik ke ubun-ubun.
"Kamu ke mana sih? berani-beraninya dia tidak mengangkat telepon dariku," geram Mayor Rendi.
Sasa begitu sangat sibuk, hingga tidak terasa perutnya sudah sangat lapar. Sasa melihat jam sebentar lagi masuk waktu makan siang. Sasa merentangkan kedua tangannya yang terasa sangat pegal dari tadi merangkai bunga pesanan orang-orang.
"Pantas saja perut aku lapar, ternyata sudah masuk waktu makan siang. Ki, beli makanan dulu sana!" perintah Sasa.
"Siap, Mbak."
Kiki langsung bangkit dari duduknya, dan segera membeli makan siang untuk mereka bertiga. "Astaga, kaki aku kesemutan," keluh Sasa.
"Luruskan dulu kakinya Mbak, biar sembuh," ucap Lia.
Setelah berdiam beberapa menit, Sasa pun bangkit dan memeriksa ponselnya. Betapa terkejutnya Sasa saat melihat puluhan panggilan telepon dari Mayor Rendi bahkan ada beberapa pesan yang isinya hanya emot marah saja.
"Astaga, kayanya bisa jadi bencana ini," batin Sasa.
Sasa pun segera masuk ke dalam ruangannya dan menghubungi Mayor Rendi balik. Satu kali panggilan tidak di angkat, hingga kedua kalinya telepon dari Sasa malah di tolak dan itu membuat Sasa memanyunkan bibirnya.
"Lah, kok malah ditolak panggilanku," kesal Sasa.
Tidak lama kemudian, ponsel Sasa kembali berdering dan kali ini Mayor Rendi menghubunginya dengan video call. Sasa secepat kilat mengangkatnya dan langsung memasang senyuman yang lebar. Namun berbeda dengan Mayor Rendi yang terlihat menyeramkan dengan tatapan tajamnya.
"Hai, tampan," sapa Sasa dengan centilnya.
"Ke mana saja? dari tadi aku telepon gak diangkat-angkat?" kesal Mayor Rendi.
"Tadi aku sibuk, soalnya banyak pesanan bunga," sahut Sasa.
"Tidak ada alasan, masa angkat telepon satu menit saja tidak bisa. Kalau hanya dengan kerjaan kamu sampai tidak sempat mengangkat telepon, bagaimana kalau nanti kamu sudah menjadi istriku? Kalau aku dikirim ke negara konflik dan aku hanya bisa menghubungimu satu menit saja bagaimana? masih untung jatah satu menit itu bisa dilakukan sebaik mungkin, kalau kaya tadi kamu gak angkat-angkat, gimana? sedangkan aku gak tahu, kapan lagi bisa menghubungi kamu, bisa jadi berbulan-bulan aku gak bakalan bisa telepon kamu, mau seperti itu!" Mayor Rendi memarahi Sasa membuat Sasa takut dan menundukkan kepalanya.
"Tapi kan sekarang Mayor masih ada di sini gak di kirim ke negara konflik," lirih Sasa.
"Masih bisa jawab lagi!" geram Mayor Rendi.
"Siap salah, Mayor," sahut Sasa.
"Kenapa diam saja? bukanya kamu tahu kalau kamu melakukan kesalahan, apa yang harus kamu lakukan?" seru Mayor Rendi.
Sasa ternyata masih ingat, dia pun menyimpan ponselnya dan mengarahkannya kepada Mayor Rendi. Lalu dia mulai push up di lantai dengan wajah cemberutnya. Sedangkan Lia dan Kiki, melihat Sasa dari balik pintu yang terbuka sedikit itu.
"Astaga, ngeri sekali pacaran sama tentara. Sedikit melakukan kesalahan, hukumannya fisik coy," ucap Kiki.
"Heem, aku jadi ragu cari pacar tentara. Takutnya kaya Mbak Sasa, masih untung Mbak Sasa fisiknya bagus, lah aku, ketiup angin saja langsung oleng," timpal Lia.
"Makanya minum vitamin, biar badanmu gemukan sedikit gak kerempeng-kerempeng amat," ledek Kiki.
Kiki dan Lia pun memutuskan untuk menunggu Sasa di luar saja. Mayor Rendi tampak menahan senyumannya, dia merasa lucu ternyata Sasa masih ingat dengan itu. Setelah selesai melakukan hukuman, Sasa pun kembali mengambil ponselnya.
"Siap, sudah Mayor," ucap Sasa.
"Bagus, lain kali jangan diulang lagi. Kalau bisa, ponsel kamu kalungkan di leher karena aku bisa menghubungimu kapan saja," ucap Mayor Rendi.
"Siap, Mayor!"
"Ya sudah, kamu sudah makan belum?" tanya Mayor Rendi.
Sasa menggelengkan kepalanya dan itu membuat Mayor Rendi kembali marah. "Baru saja kemarin-kemarin aku peringatkan kamu, jangan sampai telat makan dan sekarang masih belum makan. Mau aku hukum lagi?"
"Gak mau. Ya, sudah aku makan dulu, bye-bye." Sasa dengan cepat mematikan ponselnya.
Mayor Rendi awalnya kesal tapi sedetik kemudian dia pun tertawa. Sasa memang benar-benar wanita unik karena bisa membuatnya marah dan tertawa dalam waktu yang bersamaan.
"Mana makanan aku?" tanya Sasa.
"Ini. Tadi aku mau panggil Mbak tapi aku lihat Mbak sedang push up jadi aku balik lagi," sahut Kiki.
"Iya biasalah, aku kena hukuman karena tadi teleponnya gak diangkat-angkat," sahut Sasa.
"Ngeri banget, itu hukuman gak angkat telepon terus apa kabar jika kaya aku yang kadang-kadang lupa punya pacar dan pas ketemu pura-pura amnesia karena takut kena amuk," ucap Kiki.
"Bisa-bisa kamu digantung, bukan disuruh push up lagi," ledek Lia.
"Serem ya, kalau pacaran sama tentara, gaya pacarannya gaya militer," ucap Kiki sembari tertawa.
Sasa hanya bisa geleng-geleng kepala saja mendengar ocehan kedua karyawan yang sudah dia anggap seperti adik Sasa sendiri. Dan kali ini Sasa benar-benar mengikuti ucapan Mayor Rendi untuk mengalungkan ponselnya di leher. Sasa sudah bucin akut, bahkan semenjak masih tinggal di rumah Palapa, Sasa sudah bucin duluan kepada Mayor Rendi walaupun saat itu Mayor Rendi sama sekali belum punya perasaan kepada Sasa.
"Mbak, ponselnya gak perlu dilihatin terus setiap detik kali, kalau ada telepon pasti kan ponsel Mbak bunyi," ucap Kiki.
"Hehehe...kali aja gak kedengaran, aku takut Mayorku sayang marah lagi," sahut Sasa cengengesan.
"Cielah, Mayor sayang gak tuh," ledek Lia.
Ketiganya pun tertawa bersama, dan mulai melanjutkan pekerjaan mereka kembali.