NovelToon NovelToon
HAZIM

HAZIM

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Keluarga / Persahabatan / Romansa
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Haryani Latip

Awal pertemuan dengan Muhammad Hazim Zaim membuat Haniyatul Qoriah hampir terkena serangan Hipertensi. Meski gadis itu selalu menghindar. Namun, malangnya takdir terus mempertemukan mereka. Sehingga kehidupan Haniyatul Qoriah sudah tidak setenang dulu lagi. Ada-ada saja tingkah Hazim Zaim yang membuat Haniyatul pusing tujuh keliling. Perkelahian terus tercetus diantara mereka mulai dari perkelahian kecil sehingga ke besar.

apakah kisah mereka akan berakhir dengan sebuah pertemanan setelah sekian lama kedua kubu berseteru?
Ataukah hubungan mereka terjalin lebih dari sekadar teman biasa dan musuh?

"Maukah kau menjadi bulanku?"

~Haniyatul Qoriah~

🚫dilarang menjiplak

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haryani Latip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Drama Pisang Goreng

Ternyata mengenalimu

seseru ini.

___________________________________________

Kini bulan mengintip malu di balik pepohonan, angin menyapa sekali lagi. Bahkan bunyi jengkrit pun terdengar lebih indah. Zaim memejamkan matanya. Merasakan angin yang menyapa lembut di wajahnya. Pikirannya kini kembali pada kejadian siang tadi, terputar bagaikan film di depan matanya.

Zaim mengambil posisi duduk di sebelah Aydan. Kedua lelaki itu menatap nanar kearah lapangan sekolah.

"Lagi memikirkan apa?" tanya Zaim. Sesekali terdengar ia berdehem untuk menghilangkan rasa canggung yang mengimpit jiwa.

Aydan menoleh kearah Zaim. Berusaha memastikan benarkah Zaim sedang berbicara dengannya.

"Soal kemarin, maaf. Aku sudah keterlaluan," ujar Zaim.

"Tidak, kamu tidak salah. Yang salah itu aku." Aydan menunduk.

"Aku berusaha menafikan perasaanku pada Haniyatul. Tapi, pada kenyataannya aku tidak bisa membohongi diriku terus menerus," lanjutnya lagi.

"Aku mengerti, Dan. Aku tau, aku juga sudah keterlaluan. Intinya disini aku ingin kita saling memaafkan. Tapi, itu bukan berarti aku akan memberi celah untuk mu mendapatkan Haniyatul,"

Aydan tersentak, dari raut wajah Zaim tergambar keseriusan lelaki tersebut.

Zaim membuka matanya, bunyi getaran telepon di meja belajarnya membuyarkan lamunannya saat itu.

"Halo, Assalamualaikum," Zaim memberi salam. Ia tahu siapa gerangan si pemanggil tersebut.

"Walaikumsalam, Za, keluar yuk," ajak Mukhlis di seberang.

"Ke mana?"

"Ke mini market di depan rumahmu, besok libur. Lagian sudah lama kita tidak nongkrong bersama,"

Zaim mengangguk. Seolah Mukhlis sedang melihatnya. "Iya, otw."

Panggilan telepon pun di matikan. Zaim menutup jendela kamarnya. Lalu bersiap-siap untuk keluar.

*

Dari kejauhan terlihat Mukhlis sedang melambaikan tangan pada Zaim. Di sebelah Mukhlis terdapat Aydan yang sedang menikmati kacang rebus yang di belinya tadi di depan mini market. Di depan mini market tersebut di sediakan pula dua buah meja dengan masing-masing meja terdapat empat buah kursi yang berpasangan.

Malam itu Zaim memilih memakai pakaian santai. Celana kain, tanpa motif dan berwarna abu-abu dengan baju sweter berwarna hitam. Sedangkan Aydan pula lebih memilih memakai celana panjang cargo dengan baju putih berlengan pendek. Dan Mukhlis pula hanya menggunakan baju piyama berwarna hitam dengan motif bulan. Sungguh santai sekali.

Zaim mengambil posisi duduk di hadapan kedua temannya itu. Ia melihat sekeliling. Sememangnya di mini market itu sudah tidak ramai pengunjung, padahal belum larut malam.

"Nah." Mukhlis menyodorkan mi cap pada Zaim. Mi tersebut mengepulkan asap karena baru saja di siram air panas.

"Tumben naik motor?" Mukhlis melirik kearah motor berwarna merah yang terparkir tidak jauh dari mereka.

Aydan menaikkan alisnya. "Biasanya di hantar sopir," imbuhnya.

"Sesekali naik motor, motor kalau lama di rumah sayang, ntar rusak." Zaim mengambil beberapa kacang rebus yang ada di keresek berwarna hitam.

"Jadi, kalian sudah baikan, kan?" Mukhlis mengambil kerupuk singkong yang berada di hadapannya.

"Sudah," ucap Zaim. Ia tak pula menghentikan aktivitasnya yang saat itu sedang membuka kulit kacang rebus.

"Jadi, bagaimana?" tanya Mukhlis sekali lagi.

"Bagaimana? Maksudnya?" kali ini Aydan pula yang bertanya.

Mukhlis menelan kunyahannya. " Hani milih siapa?"

Aydan dan Zaim saling berpandangan. "Tidak tau," ucap Zaim. Ia mengambil mi capnya.

"Apa? Berarti Haniyatul menggantung dua perasaan sekaligus?" Mukhlis menggelengkan kepalanya perlahan. Ia tidak menduga jika kedua sahabatnya itu di biarkan tanpa kepastian.

Zaim meletakkan sendoknya. Ia berhenti dari menikmati minya yang sudah tinggal separuh.

"Kamu tau, Lis. Makhluk yang paling sulit di mengerti itu adalah perempuan, yang paling pintar menyembunyikan perasaan juga perempuan, jadi tidak heran jika kedua sahabatmu ini dibiarkan tanpa kepastian," ucap Zaim.

Mukhlis tertawa terkekeh-kekeh. "Jadi menurutmu, Haniyatul tipe perempuan yang bagaimana? Yang pintar menyembunyikan perasaan atau yang paling sulit di mengerti?"

"Menurutku, pertanyaan itu harus di jawab oleh Aydan dulu,"

Aydan menunjuk dirinya sendiri. Dibarengi dengan anggukan dari Zaim.

"Menurutku, Haniyatul tipe perempuan yang pintar menyembunyikan perasaannya,"

"Alasannya?" Mukhlis mengambil mi cap Zaim yang hampir dingin.

"Ya, terkadang aku tidak tau, apakah dia tersenyum karena benar-benar bahagia, atau menutupi rasa kecewanya dengan sebuah tawa," ujar Aydan. Ia sempat teringat tentang kejadian dua tahun yang lalu, saat Haniyatul tersenyum melihat Aydan bersama Humaira.

Mukhlis meletakkan botol Aqua yang di minumnya tadi secara sembarangan di atas meja. "Giliran kamu, Za."

"Menurutku, Haniyatul itu memiliki sikap keduanya, dia suka memendam segalanya, dan sulit di mengerti, terkadang aku mengira dia membenciku, tapi ternyata sebaliknya, aku menyadarinya saat dia tanpa sengaja menunjukkan rasa perhatiannya padaku. Kalian bisa bilang aku baperan." Zaim tertawa. Lalu, melanjutkan ucapannya. "Tapi, kata hatiku mengatakan dia tidak membenciku, hanya saja dia tidak bisa menunjukkan rasa sayangnya, tidak bisa mengekspresikan perasaannya karena selalu memendam segalanya, dan terkadang dia lebih sulit di mengerti daripada rumus matematika."

Mukhlis tersenyum. Sedangkan Aydan malah terdiam.

"Sepertinya malam ini, tema pembahasan kita adalah Haniyatul," Mukhlis berseloroh di ikuti oleh tawa dari kedua temannya.

*

Awan kelabu masih betah menjadi atap kota ini. Tidak menurunkan hujan, tapi embusan angin bergerak ke sana ke mari mencari mangsa.

Haniyatul meletakkan sepedanya di tempat parkiran seperti biasa. Lalu, berjalan ke kelasnya. Suasana sekolah saat itu masih sepi. Hanya ada beberapa guru yang lalu lalang di depan kantor. Saat Haniyatul melewati lapangan sekolah, sekali lagi ia melihat bunga Dahlia yang sedang mekar. Secara spontan, Haniyatul memetik bunga tersebut. Ia mengenang kembali hari yang paling membuatnya takut dan resah yaitu ketika Zaim sedang marah padanya. Waktu itu, wajah lelaki itu mengerikan sekali. Bayangkan saja, seseorang yang sering tersenyum, lalu secara tiba-tiba memasang tampang serius. Mengerikan sekali.

Maafkan aku, karena sering membuat senyummu hilang. Sungguh, aku juga tidak ingin hal itu terjadi. Batin Haniyatul.

Ia menyelipkan bunga Dahlia yang di petiknya tadi ke dalam lembaran kamus tebal dengan halaman lebih tiga ratus. Kemudian, melanjutkan langkah kakinya yang terhenti tadi.

Petir bergemuruh di langit, hujan mulai turun, beberapa siswa berlari melewati lapangan untuk mencari tempat aman. Haniyatul menutup kaca jendela yang berada di sebelahnya. Ia tidak ingin terkena hujan yang dibawa oleh angin.

Cklit!

Seseorang menyalakan lampu kelas.

"Han, kenapa disini gelap-gelap?" tanya Ainul.

"Hah?" gumam Haniyatul. Ia berusaha memastikan, apakah ia tidak salah dengar.

Ainul berjalan menghampiri Haniyatul. " Han, duduk di sini yuk," ajak gadis tersebut. Ia menunjuk kearah kursi yang berada di sebelahnya.

"An, maaf, aku benar-benar salah," sekali lagi Haniyatul meminta maaf. Entah dosa sebesar apa yang ia lakukan sehingga meminta maaf berulang kali.

"Aku juga salah, Han. Tidak sewajarnya aku memarahi mu hanya karena Aydan lebih menyukai mu dari aku," raut wajah Ainul terlihat sedih. Gadis ini juga benar-benar merasa bersalah karena sudah bersikap kekanak-kanakan.

"Tidak, An. Kamu tidak salah, aku yang salah." Keduanya pun berpelukan di barengi dengan suara tangis dari keduanya.

Percayalah, tidak sulit untuk mengucapkan kata maaf dan memaafkan, yang sulit itu adalah mengakui kesalahan.

*

Berulang kali Suraya mengumpat di dalam hati, penjelasan ustazah Laidah di depan kelas tak sedikit pun di dengarkannya. Penglihatannya terus menerus melihat ke arah Haniyatul dan Ainul yang saat itu sedang duduk bersama. Ia meremas pulpen di tangannya, dan mengatup mulutnya untuk meredakan rasa marah di hatinya. Ia benar- benar emosi kala ini, bagaimana tidak. Tiba-tiba saja Ainul meminta Suraya duduk di belakang dengan Lindah. Walaupun Ainul meminta maaf berulang kali karena menyuruh Suraya duduk di sebelah Lindah, tapi tetap saja itu sama seperti gadis itu mengusirnya setelah menggunakannya.

Sial. Batin Suraya.

"Tugas jangan lupa di kumpul Minggu depan, saya akhiri dengan ucapan, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucap ustazah Laidah sembari melangkah untuk pergi.

"Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," sahut seluruh siswa secara serempak.

"An, kita masih teman, kan?" tanya Suraya.

Ainul menoleh seraya tersenyum. " Iya, dong. Yuk ke kantin," ajaknya. Tak lupa pula Ainul mengajak Haniyatul dengan menggandeng tangan sahabatnya itu.

Haniyatul merasa sungguh canggung sekali, jika dulu mereka sering berdua. Malah, kali ini harus bertiga. Apalagi Haniyatul tahu, jika Suraya tak begitu menyukainya.

*

Haniyatul dan Ainul berjalan beriringan menuju ke tempat parkiran. Sesekali terdengar suara tawa mereka. Hujan telah berhenti mengguyur kota ini, menyisakan sisa-sisa bulir bening di atas atap berwarna cokelat, dengan genangan air di lapangan sekolah. Beberapa siswa ada yang masih mengenakan Hoodie, dan ada juga yang memilih untuk melepaskan Hoodie atau sweater mereka. Lalu, setelah mereka tiba di tempat parkiran, keduanya pun berpisah. Ainul menuju halte bus, sedangkan Haniyatul menuju ke tempat parkiran sepeda yang berada tidak jauh dari parkiran mobil.

Haniyatul memukul perlahan jidatnya begitu tiba di tempat parkiran sepedanya. Ia menoleh sebentar kearah Ainul yang telah berada di dalam mobil.

Zaim

"Han!" teriak Zaim. Lalu ia menghentikan sepeda santai milik Haniyatul.

Haniyatul menoleh kearah Zaim dengan raut wajah kesal. Sedangkan, Zaim pula malah tersenyum sehingga menampakkan beberapa batang giginya.

"Sepedanya aku pinjam, Han," ucap Zaim.

Haniyatul melipat kedua tangannya ke dada. "Untuk?"

"Beli pisang goreng," Zaim tersenyum lebar.

Wah, wah, sungguh tidak malunya laki-laki ini, sepeda Haniyatul sudah di anggap seperti miliknya sendiri.

Haniyatul membuang muka. Ia tak suka melihat wajah Zaim yang tersenyum lebar, karena lelaki itu bahkan terlihat semakin tampan.

"Maaf, Han. Nih," Zaim menyodorkan keresek putih berisi pisang goreng. Pisang goreng itu terlihat masih banyak dan tidak ada tanda-tanda lelaki itu sudah memakannya. Apakah Zaim sememangnya sengaja ingin membelikan Haniyatul pisang goreng?

"Han," Zaim masih menyodorkan pisang goreng tersebut pada Haniyatul. Hanya saja gadis itu masih ragu untuk mengambilnya.

"Wah, enak nih," ucap Aydan. Lalu lelaki itu menyambar keresek putih yang berisi pisang goreng.

Mata Zaim melotot. Perasaan bercampur kesal dan kaget terhadap sahabatnya itu. Dan yang membuatnya semakin marah yaitu ketika Aydan melahap beberapa pisang goreng dengan santainya di atas sepeda siswa lain, yang entah milik siapa. Dan bahkan Mukhlis juga ikut-ikutan dengan Aydan.

"Turun," lirih Haniyatul. Dan tanpa banyak bicara, Zaim langsung melakukan apa yang di perintahkan padanya.

Oh, gini cara kamu Aydan, batin Zaim.

Menurutnya Aydan sudah mulai bersaing dengannya dengan cara yang tidak sehat. Dan sudah tentu Zaim tidak akan tinggal diam. Akan di balasnya suatu hari nanti.

_______________to be continued______________

1
Ai
mampir, Thor
Tetesan Embun: terima kasih 🥰🙏
total 1 replies
👑Queen of tears👑
bakal sad boy ini zaim 🥴
👑Queen of tears👑
aku bersama mu aydan,,sm² penasaran 🤣🤣🤣
👑Queen of tears👑
nyeeessss/Brokenheart/
👑Queen of tears👑
huhf,,,😤
👑Queen of tears👑
ehmmm🧐
👑Queen of tears👑
kannnn rumit cinta segi delapan itu🧐😎
👑Queen of tears👑
menyukai dalam diam itu sungguh menyiksa kantong
👑Queen of tears👑
temannya aydan,,,mmm cinta segi delapan ini🧐
👑Queen of tears👑
banting Hani🤣🤣
👑Queen of tears👑
nikotin mulai keluar🤣🙈
👑Queen of tears👑
no Hani
but Honey hehehe gak sayang juga sih tapi madu hahahahaha 🤣✌️
👑Queen of tears👑
dingin..dingin tapi peduli m kucing😍
mmm...jdi pengen dipeduliin 🙈
👑Queen of tears👑
hmmmm,,aku mulai menemukan radar disini🧐🧐😎
👑Queen of tears👑
cinta pada pandangan pertama,,dari merangkak naik kemata/Drool/
Rinjani Putri
hallo KK author ijin tinggalkan jejak bintang ya disini
Tetesan Embun: silakan kak, makasih🤗
total 1 replies
Floricia Li
ketat bgt aturannya 😭
Floricia Li
lucu bgt hani 😭😭
Floricia Li
heh ngapain ditarik 🤣🤣
Floricia Li
lucuu bgt masi ada kunang kunang
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!