roni, seorang pemuda tampan dari desa terpencil memutuskan untuk merantau ke kota besar demi melanjutkan pendidikannya.
dengan semangat dan tekat yang kuat iya menjelajahi kota yang sama sekali asing baginya untuk mencari tempat tinggal yang sesuai. setelah berbagai usaha dia menemukan sebuah kos sederhana yang di kelola oleh seorang janda muda.
sang pemilik kos seorang wanita penuh pesona dengan keanggunan yang memancar, dia mulai tertarik terhadap roni dari pesona dan keramahan alaminya, kehidupan di kos itupun lebih dari sekedar rutinitas, ketika hubungan mereka perlahan berkembang di luar batasan antara pemilik dan penyewa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aak ganz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10
"Ini ada apa ya? Jangan-jangan perbuatan Anton lagi?" pikir Mbak Maya saat melihat sekelompok preman menghadang mobilnya.
"Turun... cepat turun!" pinta salah satu preman sambil memukul kaca mobil Mbak Maya.
"Hai, kalian ada apa sih? Butuh uang ya? Ini uang, tapi jangan ganggu saya," ujar Mbak Maya setelah menurunkan kaca mobilnya.
"Kami gak butuh uang. Kami butuh pria itu. Di mana dia?" ujar preman bernama Alek. Ternyata, dia adalah salah satu preman yang dipukuli Roni waktu itu, bersama sekitar tujuh orang temannya.
“Gak malu apa, mencari satu orang dengan jumlah segitu? Bilang sama Anton kalau dia laki, datang aja sendiri,” ujar Mbak Maya dengan tegas. Ia sudah menduga kalau mereka adalah suruhan Anton, yang datang untuk mencari Roni karena masalah sebelumnya.
“Pokoknya di mana pria itu? Berani sekali dia memukul Anton. Anton teman kami, jadi kami tidak akan tinggal diam kalau ada yang melukai teman kami,” kata Alek dengan mata melotot.
“Dia anak kos di tempat saya, tapi dia sedang keluar. Nanti saja kalian cari kalau dia pulang,” ujar Mbak Maya mencoba membuat alasan agar Roni tidak ditemukan dan diserang oleh mereka.
“Kami ingin lihat apa dia di sana atau tidak. Cepat ikut kami!” ujar Alek sambil menarik Mbak Maya keluar dari mobil.
Mbak Maya tidak bisa melawan dan hanya menurut. Dia ditarik kembali ke halaman rumahnya untuk mencari Roni.
“Kumpulkan semua pemuda kos di sini, biar saya tahu yang mana orangnya!” pinta Alek kepada anak buahnya.
Para preman langsung menuju setiap kamar kos dan mendobrak pintu-pintunya. Ada yang sedang makan di dalam, ada pula yang sedang berhubungan intim, semuanya terkejut saat pintu mereka tiba-tiba didobrak paksa.
“Cepat keluar kalian!” perintah para preman kepada penghuni kos yang ada.
“Ini ada apa ya?” tanya Bayu, yang sedang asyik di depan laptopnya, tiba-tiba diganggu oleh sekelompok preman.
“Jangan banyak tanya! Keluar cepat!” pinta preman itu sambil menarik paksa Bayu.
“Mbak, ini ada apa?” tanya Bayu kepada Mbak Maya.
“Ada sedikit masalah,” jawab Mbak Maya sambil berbisik.
Alek menyadari bahwa Mbak Maya sedang berbicara dengan seseorang, lalu langsung menghampiri Bayu.
“Kamu orangnya ya? Aku lihat, sepertinya kamu orang yang waktu itu!” kata Alek sambil menenteng leher baju Bayu.
“Ada apa ini ya, Bang Alek? Saya tidak tahu apa-apa, sumpah!” kata Bayu dengan wajah ketakutan.
Di luar, suasana semakin gaduh. Banyak penghuni kos yang ketakutan karena kehadiran preman-preman tersebut. Sementara itu, orang yang sebenarnya mereka cari—Roni—masih tertidur nyenyak di dalam kamar Mbak Maya.
Anton tiba dengan kasa basah menutupi luka di hidungnya. Ia melihat semua penghuni kos milik Mbak Maya dan berkata, “Orangnya tidak ada di antara mereka.”
“Maya, di mana pemuda itu? Cepat beritahu aku,” kata Anton memaksa.
“Sudah aku bilang kan sama mereka kalau orangnya sedang keluar. Lagipula, untuk apa sih kamu memanggil mereka hanya untuk satu orang? Gak malu apa?” jawab Mbak Maya sambil menyindir Anton yang membawa banyak orang.
“Biar dia tahu dengan siapa dia berurusan. Tidak mungkin dia pergi begitu cepat. Jangan-jangan kamu sembunyikan di rumahmu?” ucap Anton, menduga bahwa Mbak Maya menyembunyikan Roni di dalam. Dugaan itu tentu saja benar.
Mendengar itu, Mbak Maya sedikit panik dan langsung mencari alasan.
“Gila apa, masa aku sembunyikan di dalam rumah? Apa dong kata orang?” jawabnya dengan nada serius, cukup membuat Anton sedikit percaya.
“Hai kalian! Apa ada di antara kalian yang mengenal pria tampan di sini? Cepat beritahu kami. Kalau tidak, kalian akan dipukul!” ancam Anton, memaksa para penghuni kos untuk mengaku.
Bayu yang mendengar itu langsung teringat pada Roni. “Apa yang mereka cari Roni ya? Astaga... tapi kenapa?” gumam Bayu dalam hati, tetapi ia tidak memberitahu Anton.
Namun, Alek yang sudah mengenali wajah Bayu langsung menghampirinya.
“Oya, kamu! Waktu itu aku melihatmu bersama seorang pemuda. Dia berani melawan kami. Sekarang di mana dia? Siapa tahu yang Anton maksud itu dia, apalagi Anton bilang dia tampan. Ayo, di mana dia? Pasti kamu tahu!” ujar Alek sambil menarik kerah baju Bayu.
“Astaga, Bang, saya gak tahu! Hari itu kebetulan saja saya bareng dia. Lepasin saya, Bang!” kata Bayu dengan nada ketakutan. Meskipun begitu, Bayu tidak memberitahu Alek soal Roni. Kebetulan juga, dia memang tidak tahu di mana Roni berada. Namun, meskipun tahu, ia tidak akan memberitahukannya.
Roni yang sedang tidur di dalam kamar akhirnya terganggu oleh suara ribut di luar. Ia merasa penasaran dan memutuskan untuk keluar mengecek. Apalagi, setahunya, Mbak Maya sedang keluar, sehingga ia khawatir akan ada masalah.
Dengan santai, ia meraih bajunya. Seperti kebiasaannya saat tidur siang, Roni tidak memakai baju. Bajunya ia taruh di pundak tanpa dikenakan, kebiasaan yang sering ia lakukan saat di kampung.
"Ada apa sih ini, ribut-ribut?" tanyanya sambil keluar, masih dengan wajah mengantuk dan sesekali menguap.
Mbak Maya yang melihat Roni keluar menjadi panik. Ia tidak menyangka Roni akan terbangun dan muncul di saat seperti ini.
Semua mata langsung tertuju ke arah suara Roni.
"Nah, itu dia orangnya! Dia...?" teriak salah seorang preman sambil menunjuk ke arah Roni yang baru keluar dari dalam rumah.
"Maya... apa kamu sama dia?" tanya Anton dengan nada mencurigakan.
Mbak Maya, yang langsung mengerti arah pikiran Anton, segera berbohong.
"Iya, kenapa? Aku tinggal serumah dengannya karena kami segera menikah. Dia pacarku, kenapa?" jawab Mbak Maya dengan nada tegas, membuat Anton merasa cemburu dan semakin kesal terhadap Roni.
Sementara itu, Roni masih belum sepenuhnya mengerti apa yang terjadi. Ia juga tidak memahami maksud dari obrolan mereka.
"Alek, tunggu apa lagi? Hajar dia! Dia yang memukuli aku!" perintah Anton dengan marah.
"Sebentar, tunggu dulu! Apa kalian mau mengeroyok satu orang? Wah, ini gak benar!" ujar Mbak Maya, mencoba menghentikan aksi mereka.
"Ini ada apa sih, ribut-ribut?" tanya Roni lagi, masih belum tahu bahwa dirinya adalah alasan semua kekacauan itu terjadi.
Roni mulai memperhatikan wajah Anton, dan ia pun mengingat kejadian sebelumnya. Akhirnya, ia menyadari maksud kedatangan mereka.
"Kamu pria tadi, ya? Oo, sekarang aku mengerti. Jadi kalian mencari aku? Wah, ada preman juga. Sebentar, bukankah kamu preman yang waktu itu aku pukuli karena memalak orang?" ucap Roni dengan nada santai. Tidak ada sedikit pun rasa panik yang terlihat di wajahnya.
Alek, yang dimaksud Roni, langsung merasa malu. Ia segera mencoba menepis pernyataan Roni.
"Kau salah orang kayaknya. Mana mungkin aku dipukuli oleh orang sepertimu!" kata Alek, membela diri.
"Karena kamu telah berurusan dan berani memukuli Anton, sekarang kamu juga jadi urusan kami," tambah Anton dengan nada marah.
"Ooh, jadi mau coba kemampuan bertarung? Ayo, kebetulan tanganku juga gatal. Belum puas tadi memukuli wajah dia. Ayo, mulai saja!" balas Roni santai sambil berdiri tegak, menenteng bajunya di pundak.
Karena tidak memakai baju, tubuh kekar Roni terlihat jelas. Para penghuni kos perempuan yang melihatnya bahkan menelan ludah karena kagum. Hanya Mbak Maya yang terlihat biasa saja, sebab ia sudah sering melihat tubuh Roni, bahkan pernah menyentuhnya.
"Cepat habisi dia!" perintah Alek kepada anak buahnya.
Mereka pun langsung menyerang Roni. Namun, dengan wajah santai, Roni melangkah maju untuk menghadapi mereka.
Dengan beberapa pukulan saja, Roni berhasil menjatuhkan keenam orang itu.
"Segitu doang? Ayolah, jangan mengecewakan aku. Harus rela bangun tidur hanya untuk bermain-main tidak jelas begini," ujar Roni, sengaja memancing amarah mereka.
Mereka kembali bangkit dan menyerang, tetapi tetap saja, mereka bukan tandingan Roni. Berkat kebiasaannya di kampung mengangkat benda berat dan berlatih bela diri, Roni dengan mudah mengalahkan mereka.
"Preman kota kayak kalian cuma bisanya megang uang. Mana bisa mengalahkan saya yang sudah biasa dengan pekerjaan berat. Sialan!" ujar Roni sambil mengencangkan genggaman tangannya untuk menghajar mereka lagi.
Pukulan keras Roni membuat wajah mereka terasa sakit. Mereka akhirnya menyerah dan tidak mau lagi melawan.
"Kenapa berhenti? Ayo! Kau juga, Alek. Masih penasaran dengan pukulanku kemarin? Ayo sini, maju!" tantang Roni.
Alek, yang merasa takut, menatap ke arah Anton sambil menelan ludah.
"Kenapa menatapku? Ayo maju! Habisi dia!" perintah Anton.
Namun, Alek, yang sudah tahu dirinya tidak mungkin menang melawan Roni, mencari alasan.
"Anton, sepertinya tidak enak memukuli pemuda kecil seperti dia di sini, apalagi dilihat banyak orang. Kalau dia terluka nanti, orang-orang bisa mencari kita. Gimana kalau kita hajar saja nanti?" usul Alek.
Mendengar itu, Roni malah tertawa.
"Bukankah preman suka memukuli orang di tempat ramai, biar orang-orang semakin takut? Tapi kenapa kamu malah berkata begitu?" ujar Roni, menyindir.
"Saya preman yang berbeda. Saya tidak suka cari nama. Ayo, Anton, kita pergi saja," jawab Alek.
Anton dibuat bingung dan heran dengan sikap Alek yang seperti ketakutan. Apalagi, Anton melihat tangan Alek sedikit bergetar saat memandang tubuh Roni yang mulai berkeringat.
"Kamu beneran mau pergi ini?" tanya Anton.
"Iya, ayo. Takut warga pada datang. kamu tunggu nanti, ya," jawab Alek sambil meminta anak buahnya pergi.