LOVASAINS

Motor sport hitam milik Keenan tiba di depan warkop bertulisan WARKOP TAUBAT. Membaca tulisan tersebut Dera sedikit geli. Dera turun dari motor Keenan, Ia bilang ke Keenan sementara ini belum mau pulang. Rasa trauma masih membekas di dirinya bagaimana perlakuan Ziko tadi kepadanya.

"Lo ngapain bawa ke sini? Memang nggak ada tempat yang lebih baik?" Dera mengamati sekitar warkop.

Di dalam sana banyak pemuda-pemudi, bapak, ibu bahkan anak-anak juga ada di sana. Suasana lumayan ramai padahal Dera ingin mencari ketenangan, tapi Keenan justru membawanya ke warkop industrial dengan kesan natural membuat siapa saja betah di sini.

Kedua mata Dera tak henti memandang kedai kopi inspirasi yang memadukan unsur industrial melalui pipa plafon yang terekspos. Perpaduan kayu dan besi hadir memberikan keseimbangan antara keseriusan konsep industrial dan kehangatan konsep natural pada keseluruhan suasana di kedai kopi ini.

"Pacar, bengong aja nggak mau masuk?" Ajak Keenan. Keenan memandang Dera masih serius memandangi warkop.

"Kenapa Lo bawa gue ke sini? Gue kan, nggak pernah main ke warkop?"

"Jernihin pikiran. Udah nggak usah takut. Lo aman di sini sama gue. Masa' iya kita lama-lama di tempat angker tadi. Gue kan paling takut hantu." Keenan terkekeh.

Dera menoleh ke arah Keenan. Cowok memakai jaket logo geng Dewa ini kadang membuat Dera di liputi rasa bersalah, bagaimana tidak dia belum bisa membalas cinta lelaki yang tulus mencintainya. Entah kenapa hatinya masih ke Tama.

"Yok masuk, jangan bengong ..." Keenan menggandeng tangan Dera masuk ke warkop.

Dera duduk sambil melihat keadaan sekitar warkop. Dirinya seperti orang bodoh saja. Pasalnya Dera tidak pernah menginjakkan kakinya di warkop.

"Bang, jeruk hangat satu sama kopi susu es hangat satu." Pesan Keenan.

Seorang pria berwajah bule, Jawa memandang Keeanan bingung.

"Udah sarapan belom?"

"Ngapain? Tumben perhatian sama gue? Mau kasih sarapan gratis? Boleh dong, sekalian dua porsi sama pacar gue?"Keeanan mengedipkan kedua matanya dengan genit.

"Memang warkop ini punya bapak Lo? Minuman yang Lo pesen gue bingung anjir, es tapi hangat? Gimana sih Lo? Puyeng gue?" Cowok bernama Budi yang bekerja di warkop taubat hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Lo bingung apalagi gue, anjir."

"Gue tampol loh, Kee." Budi kesal dan ingin melempar gelas ke arah Keenan karena kesalnya. "Mau pesan apa? Gue nggak meladeni Lo aja,"

"Es kopi susu satu, jeruk hangat satu. Okey."

"Hem ..."

Keenan menghampiri Dera yang duduk di dekat taman warkop. Gadis itu hanya diam. Keenan yakin dia masih trauma dengan apa yang barusan terjadi, dia tidak tega melihat kondisi Dera. Keenan bersumpah akan membalas Tama dan gengnya.

"Ra, Lo baik-baik saja, kan?" Keenan meyakinkan lagi takut Dera masih syok.

Dera hanya mengangguk.

"Gue boleh tanya satu hal sama Lo?"

"Apa?"

Keenan terdiam sejenak. Pertanyaan yang akan dia lontarkan sedikit sensitif takut Dera tersinggung.

"Lo cinta dan sayang sama Tama.?"

Dera langsung memandang Keenan. Jujur dia sedikit tidak enak jika Keenan bertanya seperti itu.

"Iya." Jawabnya dengan singkat lalu menunduk tidak berani lagi menatap Keenan.

Rasanya Keean lemas mendengar jawaban dari Dera.

"Dia udah jahat sama Lo kenapa masih cinta?"

"Karena hati, Kee."

"Hati?" Tanya Keenan berdecak. "Apa sih keistimewaan cowok bangsat itu? Dera Lo pikir geng Elang nggak akan ngelakuin hal gila ini lagi? Nyawa Lo bisa jadi taruhan. Tama itu hatinya busuk. Sama cewek saja nekat. Kalau Lo di apa-apaain bagaimana? Apakah Lo masih jatuh cinta sama dia?" Ungkap Keenan sambil memegang tangan Dera. "Pacar gue, bisa nggak separuh hati Lo buat gue. Gue sayang sama Lo, kalau Lo kaya tadi hancur rasanya."

Dera melihat ketulusan dari Keenan. Namun hatinya masih belum terbuka dengan Keenan.

"Maafin gue ... Gue belum bisa."

Keenan hanya mengangguk dan mengelus kepala Dera dengan lembut.

"Suatu saat Lo bakalan jadi bini gue."

"Terserah Lo, dah." Dera pasrah. Keenan makin menjadi-jadi dengan perasaanya. "Gue minta satu hal sama Lo, gue tahu setelah kejadian ini Lo akan bikin pelajaran kepada Tama, please jangan."

Keenan hanya terdiam melihat Dera memohon kepadanya, dia menaikkan alis kanannya. "Maaf, kali ini gue nggak bisa. Tama harus di beri pelajaran. Seenaknya saja berlaku kasar kepada cewek."

Keenan tidak bisa di ajak kompromi. Baiklah, saatnya yang tepat Dera melanjutkan misi terakhir.

"Ngapain bengong sih? Bikin greget aja, pacar gue."

"Kee," panggil Dera dengan lembut.

Keenan mengedipkan kedua matanya. Mencoba berdamai dengan keadaan. Keenan masih menunggu Dera berbicara.

"Apa, pacar?" Keenan menggoda.

"Banyak cewek yang lebih dari gue, kenapa Lo masih tetap kejar gue?" Dera menatap tajam Keenan menunggu Keean berbicara. Sudah beberapa kali dia menolak cinta Keenan mulai dari kelas sepuluh.

"Gitu aja tanyanya?nggak ada yang lain?" Keenan menarik senyum.

"Gue serius." Dera cemeberut.

"Nggak usah cemberut kenapa sih? Lo tahu kupu-kupu nggak semakin kita kejar semakin dia lari. Kaya Lo semakin gue kejar, semakin Lo nggak suka. Hem .... Memang sih Lo tuh nggak cantik-cantik amat apakah Lo nyantet gue?" Keenan menyipitkan kedua matanya. "Gemes." Keenan langsung mencubit pipi Dera.

"Apaan sih!" Dera langsung menepis tangan Keenan. Rasanya malu juga Keenan berlaku gelitik. Semua mata tertuju kepada mereka. Betapa malunya Dera.

Keenan langsung menggenggam tangan Dera dan menatapnya intens. Jantungnya berdegup kencang. Entah kenapa gadis yang ada di depannya ini candu.

"Gue sayang sama Lo. Untuk yang ke sebelas kalinya gue nyatakan cinta. Mau nggak jadi pacar gue?"

"Nggak." Dera melepas genggaman Keenan.

"Oke lah. Capek jadi kekasih bayangan."

Keenan menyeruput es kopi yang sudah datang.

***

Dera sudah sampai di depan rumah Tama. Perasaan was-was menyelimuti dirinya, dia celingak-celinguk siapa tahu ada kehadiran Tama, namun tidak ada motor yang terparkir di teras. Pertanda sosok Tama tidak ada di tempat.

Seorang membuka pintu saat Dera mengetuk pintu beberapa kali.

"Dera," Perempuan itu langsung memeluknya dengan senang karena kehadiran Dera. "Apa kabar?" Mama Tama memegang pipi Dera dengan lembut.

"Baik Tante. Maafkan saya tempo hari pulang dulu. Ada hal yang mendadak. Maafkan saya."

"Tidak apa-apa. Apa kamu ingin bertemu Tama? Tama sedang keluar bilangnya mau ke toko buku."

"Maaf, Tante saya tidak menemui Tama."

Mama Tama mengernyitkan keningnya. "Lalu?"

Dera mencoba mengatur nafasnya. Sebenarnya berat juga mengatakan hal ini, tapi inilah waktunya. Dera lelah dengan semuanya.

"Saya mau ajak Tante makan malam." Dera tersipu malu.

Mama Tama bingung kenapa Dera mengajaknya makan malam? Seharusnya Tama. Ada yang di sembunyikan oleh gadis berambut panjang dan pirang ini.