NovelToon NovelToon
PAIJO, GIGOLO MENCARI CINTA

PAIJO, GIGOLO MENCARI CINTA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Dikelilingi wanita cantik / Mengubah Takdir / Kebangkitan pecundang / Harem
Popularitas:7.9k
Nilai: 5
Nama Author: CACING ALASKA

Paijo, pria kampung yang hidupnya berubah setelah mengadu nasib ke Jakarta.

Senjata andalannya adalah Alvarez.

***

Sedikit bocoran, Paijo hidupnya mesakke kek pemeran utama di sinetron jam lima.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CACING ALASKA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

20. Paijo Madindun yang Sudah Lama Lenyap

Hari Pertama.

Langit Jakarta masih muram saat Paijo berdiri di depan lobi apartemen tempat Suzy tinggal. Dia sudah menunggu hampir dua jam. Kakinya pegal, tapi yang lebih sakit adalah dadanya.

Ia coba hubungi nomor Suzy namun teleponnya tidak tersambung. Pesan-pesan hanya centang satu. Hatinya makin mengerut. Makin ciut seperti kerupuk terkena air.

"Mbak Suzy... kamu di mana, to? Kenapa nggak bisa dihubungi begini?" lirihnya dalam hati, seolah udara Jakarta bisa mengantar doanya.

Hari Kedua.

Paijo nekat menyewa jasa ojek online untuk “mengantar” paket fiktif ke unit apartemen Suzy. Tapi begitu sampai depan pintu, kurir itu bilang tak ada suara dari dalam.

“Lampunya gelap, Mas. Kayaknya nggak ada orang.”

Itu membuat Paijo semakin yakin kalau Suzy pun meninggalkan apartemen yang menjadi tempat tinggalnya selama ini.

Hatinya hancur. Tapi tak bisa marah.

Dia hanya bisa duduk di bawah pohon di taman apartemen itu. Menunggu. Menggenggam jaket tipis yang pernah dipakai Suzy saat menonton drama Korea di kamarnya.

Hari Ketiga.

Pukul 11 malam, Paijo berdiri lagi di lobi. Mukanya lelah. Rambutnya acak-acakan. Hidungnya memerah karena kurang tidur dan udara malam yang menusuk. Ia naik pelan ke lantai delapan. Berhenti di depan pintu yang dikenalnya sangat baik.

Dia tak mengetuk.

Dia tahu Suzy masih marah.

Tapi dia berharap, mungkin—meski kecil—Suzy akan membuka pintu jika tahu dia ada di sana.

Jam dua pagi, Paijo masih di sana. Tertidur di koridor sempit, punggung bersandar ke dinding, jaket dilipat jadi bantal.

Namun…

Yang membuka pintu... justru Claudia.

Claudia berdiri mengenakan gaun tidur tipis berwarna merah anggur, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang seperti siap membunuh logika pria mana pun. Mata Claudia menatap Paijo yang setengah tertidur itu dengan senyum tajam.

“Kau sungguh menyedihkan saat jatuh cinta, Alvarez,” katanya seraya melangkah pelan menghampiri. “Tapi... sayangnya itu membuatmu justru makin menarik.”

Paijo terkesiap, tak percaya Claudia bisa mengikutinya sampai sini. Itu pun mengartikan kalau Suzy memang sudah pergi dari apartemen itu. Pergi meninggalkan dirinya.

“Bagaimana kamu tahu saya di sini?” gumamnya.

“Aku tahu segalanya,” katanya sambil menekuk lutut, duduk di hadapan Paijo. Jari-jarinya menyentuh dagu pria itu. “Kau lupa... kau milikku.”

Paijo menarik wajahnya. “Saya... bukan milik siapa pun.”

Claudia mencengkeram dagunya. “Oh, jangan bohong, Alvarez. Kamu datang padaku saat kamu lapar. Saat kamu haus. Saat kamu butuh uang. Dan sekarang... aku tahu betul kamu sedang rapuh. Dan lelaki seperti kamu,” katanya dengan senyuman nakal, “paling mudah ditaklukkan saat rapuh.”

Ia menunduk, mengecup leher Paijo, pelan, hangat, dan menjalar seperti racun. Paijo memejamkan mata. Ia tahu ini salah.

Tapi tubuhnya terlalu lelah untuk melawan. Terlalu kosong untuk menyangkal.

Claudia membimbing tangan Paijo ke pinggangnya, lalu membisikkan kata-kata yang menyengat:

“Aku tahu kenapa kamu tinggalkan dunia gigolo. Tapi sayangnya… Mbok Sarni masih butuh biaya, bukan?”

Paijo membuka mata. Penuh amarah dan keterkejutan.

“Kalau kamu berhenti, aku akan kirim semua rekamanmu pada Suzy. Dan juga... sedikit gangguan kecil ke desa tempat Mbok Sarni tinggal. Aku punya banyak... koneksi.”

Kata-katanya tajam dan dingin. Tapi jarinya membelai dada Paijo, menciptakan kontras antara ancaman dan hasrat yang menyusup pelan-pelan ke tubuh pria itu.

“Pilihannya mudah, Alvarez,” bisiknya. “Kau tetap jadi milikku. Aku akan jaga Mbok Sarni. Dan… kau bisa tetap jadi aktor yang sedang naik daun. Atau... segalanya hancur. Dalam satu malam.”

Paijo tidak menjawab.

Ia hanya membiarkan Claudia menyeretnya masuk ke unit apartemen yang disewanya. Sengaja disewanya untuk membuktikan kalau Suzy pergi meninggalkan pria itu.

Di dalam, Claudia mengatur lampu agar redup, mengalunkan musik lembut, dan mengikat batin Paijo dengan permainan sensual yang ia kuasai seperti seni.

Malam itu, Claudia melayani Paijo dengan liar dan brutal. Tapi Paijo tak lagi merespons seperti dulu.

Tubuhnya mungkin menuruti.

Tapi jiwanya… terikat pada seseorang yang tak bisa ia temui. Seseorang yang tak bisa ia miliki karena kebohongan yang ia pelihara.

Pagi harinya. Paijo berdiri telanjang dada di balkon apartemen Claudia. Ia menghembuskan napas berat, menatap kota yang tidak pernah tidur—tapi hatinya mati rasa.

Tangannya menggenggam ponsel. Layar gelap. Tak ada pesan. Tak ada suara dari Mbak Suzy.

“Apa kamu benar-benar pergi, Mbak Suzy?”

“Apa aku sudah kehilangan satu-satunya alasan untuk hidup lebih baik?”

Ia ingin menjerit.

Tapi ia hanya kembali ke ranjang, membiarkan Claudia memeluknya dari belakang, seolah ia benda yang bisa disimpan kapan saja, dan digunakan kapan Claudia mau.

...****************...

Seminggu setelah malam penuh racun bersama Claudia, hidup Paijo kembali seperti sirkus neraka. Syuting film bertajuk “Selimut Sutra di Musim Hujan” dimulai—sebuah drama romantis yang secara mengejutkan masuk ke ranah erotika seni.

Paijo awalnya mengira ini akan menjadi peran dramatis. Tapi begitu menerima naskah lengkap, napasnya tercekat.

Ia akan memerankan karakter pria penggoda beristri yang menghabiskan sebagian besar waktu di layar… tanpa baju. Adegan mandi. Adegan di atas tempat tidur. Adegan di ruang kerja dengan sekretaris. Adegan berlumuran krim coklat dan whip cream di dapur.

Dan yang paling menyakitkan—adegan itu bukanlah akting murni. Semuanya akan dibuat serealistis mungkin. Natural. Sentuhan nyata. Bahkan konon, sutradaranya terkenal dengan moto: “Semua harus basah, semua harus bergetar.”

Salah satu rekan mainnya, aktris sensasional bernama Rani Amelia, menyambut Paijo dengan tatapan seperti singa melihat daging premium.

“Kamu manis juga, Mas Paijo,” katanya sambil menyentuh dagu Paijo dengan kuku palsu metaliknya. “Aktor teater, ya? Luwes banget waktu reading skrip semalam.”

“Aku bukan aktor teater,” jawab Paijo datar.

“Ah, sayang banget. Badanmu cocok banget jadi alat seni. Kayak… patung Yunani, tapi bisa bicara.”

Paijo tersenyum miris. Dalam hati ia menjerit.

“Aku bukan patung, Mbak. Aku manusia. Aku cuma cowok desa yang dulu cuma bisa panen jagung.”

Syuting hari pertama, adegan tempat tidur.

Rani memakai lingerie tembus pandang berwarna nude. Paijo hanya mengenakan handuk di pinggang.

Kamera disusun. Lampu difokuskan. Musik sensual diputar pelan.

“Action!”

Dan tiba-tiba, tubuh Rani sudah menindih tubuh Paijo. Nafasnya terasa panas di leher. Tangannya meremas dada Paijo dengan nikmat. Suara desahannya nyaris seperti rayuan sungguhan, bukan akting.

"Masuk ke dalam aku, Mas," bisik Rani. "Biar semua penonton tahu kenapa kamu disebut Alvarez..."

Paijo menggigil. Tapi kamera terus merekam. Ia menoleh ke sutradara, mencari aba-aba potong.

Tapi yang ia dapatkan hanyalah: “Lanjut! Ekspresikan rasa berdosa kalian!”

Apa-apaan ini?!

Tapi ia tak bisa kabur. Karena hari itu, Claudia datang ke lokasi. Duduk santai sambil menggulung rambutnya. Memainkan ponselnya dengan jari lentik yang penuh ancaman.

Tatapannya jelas: “Kalau kamu berhenti, Suzy akan tahu semua. Dan Mbok Sarni bisa saja mati di jalan tanpa kamu tahu.”

Paijo hanya bisa pasrah. Ia membiarkan tangan Rani bergerak bebas. Bibirnya menyentuh kulit Rani. Tubuh mereka menari dalam satu adegan yang mengubur sisa-sisa kemanusiaan Paijo.

Setelah pengambilan selesai, Paijo memuntahkan isi perutnya di kamar mandi. Ia meremas wastafel, tubuhnya gemetar.

“Mbak Suzy… maafkan aku…”

Ia memandangi wajahnya di cermin. Bayangan Paijo Madindun sudah lama lenyap. Yang tersisa hanyalah Alvarez—produk Claudia. Gigolo glamor. Aktor sensual. Pemuas ego dunia.

Tapi di dalam dada, masih tersisa satu denyut kecil. Satu nama yang terus dia bisikkan:

“Mbak Suzy…”

...🪱CACING ALASKA MODE🪱...

1
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
aku pikir si klien 100 juta itu Suzy. ternyata bukan😒🙄
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
kok makin ngeselin sih Claudia 🤔🙄
ᝯׁ֒ꫀׁׅܻ݊ᥣᥣіᥒꫀׁׅܻ݊༅𝐎𝐅𝐅🪭
Jangan memaksa org untuk mencintaimu, meskipun kamu mencintainya

~Ali bin Abi Thalib~


Nah denger tuh Clau jdi manusia tuh jgn egoisss
ᝯׁ֒ꫀׁׅܻ݊ᥣᥣіᥒꫀׁׅܻ݊༅𝐎𝐅𝐅🪭
Nyenyenye klo gatel, garuk sndiri oeeee Clau gausah libatin anak org😤😤
ᝯׁ֒ꫀׁׅܻ݊ᥣᥣіᥒꫀׁׅܻ݊༅𝐎𝐅𝐅🪭
Innalillahi 😭😭😭
ᝯׁ֒ꫀׁׅܻ݊ᥣᥣіᥒꫀׁׅܻ݊༅𝐎𝐅𝐅🪭
sedih bgt😭😭😭
sedih mbok sarni sakit, lebih sedih lagi kalimat mbok sarmi pake bahasa Jawa😭😭😭😭
ᝯׁ֒ꫀׁׅܻ݊ᥣᥣіᥒꫀׁׅܻ݊༅𝐎𝐅𝐅🪭
nenek Claudia kepo bgt dechhhhh ma hidup paijo udh tuakkk juga😒
ᝯׁ֒ꫀׁׅܻ݊ᥣᥣіᥒꫀׁׅܻ݊༅𝐎𝐅𝐅🪭
apa artinya oeee thor aku tak paham😕
ᝯׁ֒ꫀׁׅܻ݊ᥣᥣіᥒꫀׁׅܻ݊༅𝐎𝐅𝐅🪭
Hahhh😱😱😱
ᝯׁ֒ꫀׁׅܻ݊ᥣᥣіᥒꫀׁׅܻ݊༅𝐎𝐅𝐅🪭
jreng jreng jreng😱😱😱😱
༄༅⃟𝐐Dena🌹
mencintai dg cara yg wajar?? terkesan membosankan enggak sii? entahlah 😁😁😁
༄༅⃟𝐐Dena🌹
Nell kok ga diberi tahu sii??😒😒😒
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
sakarepmu clau🙄
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
lubang bikinan ondel
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
cincin satu"nya petunjuk pun dh hilang
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
jgn bilang Paijo saudara tiri Suzy 🤔🤐
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻: gk mungkin itu sih. yg lebih mungkin si Andi itu yg bpknya Paijo..eh Andi atau sp itu 🙈🏃🏃🏃
ᝯׁ֒ꫀׁׅܻ݊ᥣᥣіᥒꫀׁׅܻ݊༅𝐎𝐅𝐅🪭: lebih Plotwist lagi klo seandainya Claudia itu mak kandungnya😭

apa ga ga hah heh hohh 🤣🤣🤣
total 4 replies
¢ᖱ'D⃤ ̐NOL👀ՇɧeeՐՏ🍻
pdhl aku berharap sakitnya mbok Sarni cuma rekayasa Claudia. tp rupanya.,🤔🤐
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦NOL
duhh gustiii gini amat
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦NOL
karepmu nyemplung dewe Joo
jgn salahkan Suzy aelahh
༄༅⃟𝐐Dena🌹
Sedikit demi sedikit identitas paijo mulai terkuak.

next nell, semakin menarik 😁😁😁
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!