Tepat di hari pernikahan, Ayana baru mengetahui jika calon suaminya ternyata telah memiliki istri lain.
Dibantu oleh seorang pemuda asing, Ayana pun memutuskan untuk kabur dari pesta.
Namun, kaburnya Ayana bersama seorang pria membuat sang ayah salah paham dan akhirnya menikahkan Ayana dengan pria asing yang membantunya kabur.
Siapakah pria itu?
Sungguh Ayana sangat syok saat di hari pertama dia mengajar sebagai guru olahraga, pria yang berstatus menjadi suami berada di antara barisan murid didiknya.
Dan masih ada satu rahasia yang belum Ayana tahu dari sang suami. Rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tria Sulistia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Segede itu
Sore hari, Ayana pulang ke rumah Elang dengan badan lelah dan juga kotor oleh keringat. Dia memasukan dan memutar kunci ke lubang pintu, lalu berjalan ke dalam rumah dengan langkah gontai.
Ayana menjatuhkan diri ke sofa, merehatkan sejenak badannya yang terasa remuk. Maklum, hari ini adalah hari pertama Ayana merasakan betapa susahnya mencari uang.
Kemudian Ayana menoleh ke kiri dan kanan, mencari keberadaan Elang, tapi Ayana tak menemukan sosok suami bocilnya itu di setiap sudut rumah.
Ayana terheran sebab seharusnya Elang sudah lebih dulu ada di rumah. Namun, detik berikutnya, Ayana menghela nafas dan mencoba untuk tidak peduli.
"Dia lagi main kali. Wajar lah dia kan masih bocah, masih asyik main," gumam Ayana seraya meraih handuk berniat untuk mandi.
Ayana membuka lebar-lebar pintu kamar mandi yang tidak dikunci, lalu manik mata Ayana membola sempurna kala melihat Elang yang dalam keadaan badan polos berselimut busa sabun.
"Aaagggghhh!" jerit Ayana dan Elang bersamaan.
Elang juga kaget begitu pintu dibuka lebar saat dia asyik mandi. Kebiasaannya yang hidup sendiri, membuat Elang lupa mengunci pintu.
Sontak Elang langsung menangkupkan tangan ke pangkal paha untuk menutupi gundukan daging yang saat ini sedang mengerut.
"Aya, kalau mau masuk, bilang dong," gerutu Elang.
"Emang aku tahu kamu ada di dalam. Lagian salah kamu sendiri pintu nggak dikunci," ucap Ayana tak kalah kesal pada Elang.
Ayana mendengus sebal lalu membalikkan badan. Dia melipat tangan di depan dada sambil terus merutuki kecerobohannya.
Sementara Elang menutup pintu dan secepat kilat meneruskan ritual mandinya.
Tak berselang lama, Elang keluar dari kamar mandi dengan handuk abu-abu melilit di pinggang. Dada Elang dibiarkan telanjang memamerkan bentuk tubuhnya yang tegap dan berotot.
Lalu tangan Ayana mendorong dada Elang agar pria itu menyingkir dari hadapannya.
"Minggir! Aku mau masuk ke kamar mandi," bentak Ayana.
Tapi Elang justru menangkap tangan Ayana yang masih menempel di dada. Ditatapnya dengan intens wajah Ayana. Membuat wanita itu tergagap dan salah tingkah.
"Apa kamu lihat-lihat?"
Elang menarik salah satu ujung bibirnya. "Kamu pasti terpana melihat burung milikku. Iya, kan? Ayo, ngaku!"
Ayana berdecak kesal dan berusaha menerobos badan Elang tapi suaminya itu dengan cepat menggeserkan badan sengaja menghalangi jalan.
"Jawab dulu!"
Ayana merasakan pipinya panas dan pasti sudah berubah warna menjadi merah. Maka dari itu, Ayana memalingkan muka untuk menutupi rasa malu.
"Kalau diam, berarti iya."
Kedua manik mata Ayana membelalak. Dia menoleh cepat menatap Elang dengan memasang wajah garang.
"Jangan ge-er kamu, Lang! Mana ada aku terpana melihat burung kamu."
"Buktinya tadi kamu melihat burung aku tanpa berkedip," kata Elang mengulas senyum tipis.
Ayana mendorong dada Elang kuat-kuat sampai pria itu mundur beberapa langkah. Lalu Ayana maju mendekatkan wajah yang penuh dengan gurat kemarahan.
"Mana mungkin aku suka sama burung kamu. Bocah tengil seperti kamu pasti burungnya kecil," ejek Ayana sembari menyeringai.
Tapi Elang sama sekali tidak terhina apalagi marah. Dia tetap pada gaya santainya lalu terkekeh riang.
"Kamu pasti kurang jelas lihatnya, Ay. Burung aku nggak kecil kok. Kalau tidak percaya nih, lihat sekali lagi."
Srek.
Dengan gerakan cepat, Elang membuka lilitan yang membuat handuk di pinggangnya melorot tanpa hambatan.
Secara refleks, Ayana pun berteriak sambil menutup wajah menggunakan telapak tangan tapi detik berikutnya, dia mengintip melalui sela-sela jari.
Elang tergelak melihat tingkah Ayana yang malu-malu kucing.
"Tenang saja, Ay. Aku pakai bokser kok."
Ayana menurunkan tangan dari wajahnya sambil mendengus kesal. Kemudian dia melirik ke bawah tepatnya pada gundukan daging di bagian pangkal paha Elang yang tertutup oleh bokser hitam.
Masih sambil tertawa, Elang menggeser badannya memberi ruang pada Ayana yang ingin lewat.
Dan Ayana pun masuk ke dalam kamar mandi menahan rasa malu dan kesal yang bercampur menjadi satu.
Sebelum menutup pintu, Ayana berkata, "Nih rasakan tendangan maut."
Dug.
Ayana mengayunkan kaki kanan ke arah gundukan daging milik Elang yang sukses membuat pria itu menjerit seraya membungkukan badan.
Tawa dari bibir Elang saat itu juga berubah menjadi jerit menahan rasa sakit.
Kini giliran Ayana yang tertawa lepas melihat Elang. Sampai pintu tertutup sempurna pun masih terdengar jelas suara gelak tawa Ayana di dalam kamar mandi.
"Junior, kamu nggak apa-apa kan?" Elang bertanya penuh kecemasan menatap inti tubuhnya. Lalu dia melirik ke arah pintu dan menggerutu, "Dasar istri bar-bar."
Elang pun berjalan terseok-seok menuju kamar.
Sementara, di dalam kamar mandi Ayana terus tertawa hingga dia terdiam saat menyadari sesuatu.
Ketika Ayana menendang adik kecil Elang, tentu saja punggung kakinya merasakan dengan jelas gundukan daging di balik celana bokser.
Dan Ayana yakin betul jika adik kecil Elang memang berukuran besar untuk seumuran anak remaja.
"Masa sih, punyanya Elang segede itu."
*
*
*
Sore beranjak malam, Ayana dan Elang makan malam sambil duduk di ruangan yang seharusnya menjadi ruang tamu. Dikarenakan rumah Elang sangat sederhana dan tidak ada tempat khusus untuk makan.
Mereka duduk bersebelahan sambil menonton televisi yang menyiarkan acara berita petang.
Di tengah acara makan malam, Ayana menoleh pada Elang yang sedang menyeruput kuah mie instan. Mendadak wajah Ayana menjadi gamang.
Jujur banyak sekali pertanyaan di dalam benak Ayana mengenai kehidupan Elang yang menurutnya sangat cukup misterius.
"Elang."
"Hum," Elang menoleh dengan mulut yang penuh oleh mie.
"Selama ini sumber penghasilan kamu dari mana?"
Kening Elang mengerut bingung. Dikunyahnya mie instan sampai dia telan ke dalam kerongkongan. Barulah dia bertanya, "Maksudnya?"
"Kamu kan hidup sendiri dan juga masih sekolah. Lah terus biaya untuk keperluan kamu itu dari mana?"
"Ooh, aku punya bisnis," jawab Elang santai dan kembali melahap mie isntan rasa soto.
"Bisnis apa?" tanya Ayana masih penasaran.
"Ada deh. Rahasia."
Ayana berdecak kesal lalu mengerucutkan bibir. Dia paling sebal jika Elang berkata 'Ada deh'.
Kemudian Ayana menatap mie instan plus telor mata sapi dan melahapnya. Ketika itu juga, Ayana teringat akan ajakan Tedi untuk membawa suami ke acara pernikahan Dewi.
"Elang."
"Apa lagi?" tanya Elang sedikit kesal.
Ayana memberengut merasa lebih kesal dari apa yang Elang rasakan saat ini. Dia mengaduk-aduk kuah mie dengan malas.
"Gara-gara kamu bilang ke Pak Tedi kalau aku punya suami, Pak Tedi jadi pengin ketemu sama kamu," sungut Ayana menatap jengah pada Elang.
"Tinggal bilang saja kalau suami kamu itu orang sibuk," sahut Elang santai. "Gitu aja kok repot."
Ayana mengehela nafas. "Masalahnya, Pak Tedi dan Bu Dewi meminta aku ngajak kamu ke pesta pernikahannya Bu Dewi. Mereka bilang pengin kenalan sama suami aku."
Sesaat Elang terdiam. Tampak sedang memikirkan sesuatu tapi tak lama dia kembali melanjutkan menyantap mie.
"Itu masalah gampang. Bisa diakali."