"Sudah pernah tidur dengan laki laki?"
"Sudah Tuan."
Ace menjawab dengan cepat tanpa ragu. Ace berpikir polos bahwa tidur yang dimaksudkan oleh pria itu adalah tidur seperti yang sering dia lakukan dengan adik laki lakinya.
"Siapkan dirimu menjadi pelayanku mulai besok."
Ace sangat senang. Meskipun dirinya mendapatkan pekerjaan sebagai pelayan yang penting bisa membebaskan keluarganya dari kesulitan ekonomi. Dia tidak sadar bahwa pelayan yang dimaksudkan pria itu bukan sekedar pelayan biasa melainkan juga pelayan di ranjang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda manik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Anakmu
Ace memutar otak berpikir untuk membebaskan dirinya dari laporan itu. Bagaimana pun dirinya bersalah dalam masalah ini. Pihak berwajib pasti tidak membenarkan alasan melakukan pencurian itu. Ace menatap wajah pak Andra dengan sendu. Berharap hati papa kandungnya itu terbuka untuk membujuk istri mudanya supaya tidak membuat laporan.
Sepertinya hati nurani pak Andra sudah mati. Tidak ada rasa kasihan sedikit pun untuk putrinya. Laki laki itu sedikit pun tidak ada niat untuk menyuruh istri mudanya untuk diam.
"Cepat ambil sertifikatnya wanita sialan," maki wanita itu.
"Aku sudah menjadikan sertifikat itu sebagai jaminan hutang sebanyak seratus juta. Sertifikat itu bisa ditebus jika ada uang seratus juta beserta bunga pinjaman," kata Ace pelan. Ide itu terlintas di kepalanya begitu saja.
"Kurang ajar kamu Ace. Jangan berusaha untuk berbohong. Mana mungkin kamu mendapatkan pinjaman tanpa persetujuanku sebagai pemilik sertifikat itu," kata pak Andra marah. Si sebelahnya sang istri muda semakin marah mendengar perkataan Ace.
"Kenapa tidak pa. Orang orang sini mengetahui jika papa adalah papa kandungku. Tanpa persetujuan papa mereka bersedia memberikan pinjaman karena masih mempunyai hati nurani. Mereka tidak tega membiarkan kami mati kelaparan," kata Ace pelan. Berharap dengan perkataannya. Pak Andra sadar akan tanggung jawabnya yang sudah diabaikan tiga tahun ini.
"Mengapa harus sertifikat itu Ace. Sertifikat rumah ini kan ada?" tanya Pak Andra frustasi. Bukannya sadar akan tanggung jawabnya. Pak Andra sangat kesal karena sertifikat itu dijadikan jaminan hutang. Dalam hati, laki laki itu percaya jika sertifikat restoran itu dijadikan hutang.
"Sertifikat rumah ini juga sudah menjadi jaminan hutang sebanyak dua ratus juta pa."
Ace sadar jika berbohong adalah dosa tapi tidak ada jalan lain untuk mempertahankan sertifikat itu dan terhindar dari laporan polisi
"Untuk apa kalian membutuhkan uang sebanyak itu hah?"
"Apa papa setelah kumpul kebo dengan wanita itu pernah memberikan kami uang. Kami butuh makan pa, butuh uang juga untuk sekolah dan biaya berobat mama."
Pak Andra mengacak rambutnya semakin frustasi. Entah apa di pikiran laki laki itu setelah mendengar penderitaan anak anaknya setelah dia tinggal pergi.
"Jangan sembarangan kamu memfitnah kami ya brengsek. Kami tidak kumpul kebo. Kami menikah. Aku tidak mau tahu. Bagaimana pun caranya sertifikat itu harus kembali ke tangan ku sekarang juga."
"Jadi bagaimana donk. Uangnya sudah habis. Kecuali kalau kalian bersedia membayar hutang itu."
"Enak saja."
"Pa, aku mohon. Dalam jangka satu tahun ini. Aku akan melunasi hutang ini. Nanti kalau sudah lunas. Aku akan mengembalikan sertifikat itu ke papa," kata Ace memohon. Tidak ada cara lain untuk terbebas dari laporan polisi selain memohon kepada Papanya.
"Tidak bisa," kata wanita itu dengan cepat. Menunggu satu tahun rasanya sangat lama untuk berganti kepemilikan menjadi namanya. Sudah lama dirinya menginginkan restoran itu menjadi miliknya.
"Sudah sayang. Hanya satu tahun. Biarkan Ace memakai sertifikat itu sebagai jaminan hutang," bujuk pak Andra. Ace menyembunyikan senyumnya. Dia merasa terselematkan dengan perkataan papanya itu.
"Tidak bisa. Sekarang juga Kita menebus sertifikat itu. Biarkan putrimu itu mencicil hutangnya kepada kita."
Senyum di wajah Ace hilang seketika. Bagaimanapun restoran itu harus kembali kepada sang mama. Selama nama Pak Andra tertulis di sertifikat itu. Restoran itu masih milik pak Andra. Satu tahun yang dia minta kepada Pak Andra. Karena Ace sadar jika untuk mengganti kepemilikan nama restoran itu sangat sulit.
"Ace, sepertinya itu ide yang bagus. Katakan pada siapa kamu menjadikan sertifikat itu sebagai jaminan hutang," kata Pak Andra.
"Pak Jamal," kata Ace pelan.
"Pak Jamal bukan rentenir. Mana mungkin kamu meminjam uang kepadanya?"
"Tidak ada lagi rentenir yang bersedia meminjamkan uangnya kepada kami pa. Karena aku dan Rangga belum bekerja ditambah mama sakit sakitan."
"Mengapa harus meminjam uang ke si Jamal keparat itu?" tanya pak Andra frustasi. Pak Jamal adalah kepala preman di lingkungan itu dan hubungannya dengan pak Andra tidak pernah akur. Bisa dikatakan pak Jamal adalah musuh bebuyutan pak Andra sejak menikahi mama Rani. Dan masalah sertifikat restoran itu. Pak Andra memilih menunggu satu tahun daripada berurusan dengan pak Jamal. Berurusan dengan pak Jamal hanya akan membuat harga dirinya nanti terjatuh dan memperumit masalah. Pak Jamal tidak segan segan bermain tangan kepada lawannya dan pak Jamal licin seperti belut. Tidak pernah berusaha dengan pihak yang berwajib meskipun pak Jamal mempunyai kesalahan fatal.
"Ayo pulang sayang. Biarkan Ace memakai sertifikat itu satu tahun ini," ajak pak Andra kepada istrinya. Tapi wanita itu tidak puas, dia menatap Ace dengan tatapan tajam.
"Tidak bisa mas. Ayo, kita bayar sekarang."
"Kalau kamu tidak bersedia menunggu satu tahun, selamanya sertifikat itu tidak akan berganti nama jadi milikmu," kata Pak Andra pelan tapi penuh penekanan. Ace masih bisa mendengar bisikan papanya. Dan wanita itu merasa beruntung karena bertindak cepat mengamankan sertifikat itu.
Wanita itu tidak terima dengan perkataan suaminya. Kebenciannya kepada Ace semakin menjadi jadi. Kemarahannya belum terkikis karena Ace mempermalukan dirinya dengan menyebut pelakor di hadapan tetangganya. Kini Ace menunda pengalihan kepemilikan nama restoran itu.
"Aku tidak mau terima ya. Satu tahun terlalu lama. Bagaimanapun caranya, sertifikat itu harus kembali ke tanganku dalam tiga bulan ini."
"Maaf, aku tidak punya urusan dengan anda. Dan tidak ingin berurusan dengan wanita j*lang seperti anda yang tahunya memoroti harta mamaku."
Plak. Plak.
Wanita itu tidak dapat lagi menahan amarahnya. Dia menampar Ace dua kali. Ace tidak tinggal diam. Setelah mengusap pipinya yang terasa panas dan perih. Ace juga melayangkan tamparan ke wajah wanita itu.
"Stop, stop Ace. Papa tidak menyangka kamu se bar bar. Dia istri papa seharusnya kamu menghargai dan menghormatinya," bentak pak Andra.
"Pelakor tidak selayaknya dihargai dan dihormati pa. Entah apa yang diberikan betina ini kepada papa sehingga papa bisa melupakan kami bertiga."
"Plak."
"Tutup mulut mu anak kurang ajar. Begini mama mu mengajari kamu hah. Papa sudah memberikan waktu satu tahun untuk kamu mengembalikan sertifikat itu. Seharusnya kami bersyukur, karena kami tidak melaporkan mu ke pihak yang berwajib bukannya berlaku kurang ajar kepada Istriku."
Ace tidak mampu lagi menahan rasa sakit hatinya. Tamparan dari papanya sangat menyakitkan dibandingkan tamparan dua Kali dari istri papanya. Tidak ingin melihat wajah dua orang itu. Ace berlari ke kamar. Di kamar itu, Ace menumpahkan kesedihannya.
Di tempat lain tepat di sebuah kafe yang terletak di pinggiran kota itu. Hans berkali kali melihat jam yang ada di pergelangan tangannya. Sudah hampir satu jam dirinya menunggu seseorang yang mengajak dirinya bertemu di tempat itu. Hans kesal, temannya itu tidak tepat waktu. Hans sampai terburu buru tadi dari rumah Karena perjalanan ke kafe ini memakan waktu dua jam sedangkan waktu yang ditetapkan temannya itu untuk bertemu jam sepuluh. Kini sudah jam sebelas. Batang hidung temannya itu tidak kunjung muncul. Hans juga berkali kali menghubungi nomor temannya itu tapi tidak aktif.
"Randi, kita kembali sekarang," kata Hans. Pria itu beranjak dari duduknya begitu juga dengan Randi. Baru saja mereka hendak meninggalkan tempat itu seseorang yang tidak ingin dilihat oleh Hans berjalan ke arah mereka.
"Tunggu Hans."
"Kamu bukan siapa siapa ku yang harus menurut kepada mu," kata Hans dingin. Wanita itu adalah Anita mantan istri Hans. Dia membawa seorang anak laki lakiyang mirip seperti Anita
"Benar, aku bukan siapa siapa kamu. Tapi anak ini adalah putramu."
Hans menghentikan langkahnya. Perkataan Anita sanggup membuat detak jantung berdebar tapi kurang percaya dengan perkataan mantan istrinya itu.
"Duduk lah dulu Hans. Kita bicara dulu. Aku yang meminta Eva untuk mengajak kamu bertemu. Karena aku merasa kamu penting mengetahui fakta ini."
Hans membalikkan tubuhnya menatap Anita dan anak laki laki itu.
"Aku baru tahu, dia anak kamu Hans setelah diam diam aku melakukan tes DNA antara anak ini dan suamiku. Usianya dua tahun tiga bulan."
Hans menghitung dalam hati. Perceraian mereka sudah tiga tahun terhitung kata talak yang keluar dari bibirnya. Dan sehari sebelum mengetahui perselingkuhan Anita. Mantan istrinya itu masih melayani dirinya dengan sepenuh hati. Hans akhirnya duduk kembali di kursi dan meminta Randi untuk menunggu dirinya di dalam mobil.
Hans menatap anak itu yang juga terlihat menatap kepada dirinya kemudian tersenyum. Hans membalas senyum anak itu yang dibalas dengan bersembunyi malu malu di dada Anita.
"Suamiku tidak mempunyai ikatan batin sedikit pun pada anak ini. Awalnya aku sangat yakin jika anak ini adalah anaknya. Tapi tes DNA itu membuktikan jika anak ini bukan putranya. Dan sejak saat itulah. Suamiku lepas tangan untuk biaya biaya Gio. Suamiku hanya mencintai aku saja."
"Namanya Gio?" tanya Hans. Anita menganggukkan kepalanya. Anita mengulurkan Gio kepada Hans. Hans awalnya menolak tapi melihat tangan Gio yang terulur minta digendong akhirnya Hans menerima anak itu dan meletakkan di pangkuannya.
Gio tidak menangis atau pun takut. Anak kecil itu justru mengulurkan tangannya ke pipi Hans dan tertawa karena tangannya terasa geli karena bulu bulu halus di wajah Hans.
Hans tertawa. Melihat anak itu tertawa sanggup membuat hati Hans bahagia. Dulu ketika pernikahannya dengan Anita masih berjalan. Hans sangat menginginkan kehadiran seorang anak.
"Aku menginginkan pengakuan mu atas anak ini Hans. Hanya itu saja. Tidak ada maksud lain," kata Anita sambil tersenyum.
"Aku akan mengakui anak ini jika ada bukti tes DNA yang menyatakan anak ini adalah putraku," kata Hans. Hans membelai kepala Gio. Hans tidak ingin gegabah mengakui apapun menolak Gio sebagai putranya sebelum ada bukti.
"Hans, Gio adalah putramu. Mengapa kamu tidak percaya. Gio bukan putra suamiku sudah pasti Gio adalah darah daging mu."
"Bisa saja benar anak ini bukan putra suamimu. Dan tidak tertutup kemungkinan benih laki laki lain kan?"
"Hans."
"Cukup Anita. Tidak baik kita berdebat di hadapan anak kecil. Cukup pembicaraan kita. Jika kamu bersedia melakukan tes DNA. Kamu bisa mengabari ke Asistenku. Aku siap bertanggung jawab jika Gio terbukti putra kandungku."
Hans memberikan Gio pada Anita. Meskipun dirinya menyukai Gio tapi Hans tidak akan memberikan peluang bagi Anita untuk membohongi dirinya.
"Hans, kasihan Gio jika kamu meragukan dia," kata Anita pelan. Dia berharap, Hans langsung menerima Gio sebagai putranya saat ini juga.
"Lebih kasihan Istriku mendengar aku tiba tiba mempunyai anak dari kamu tanpa pembuktian terlebih dahulu. Dia mengetahui aku duda tanpa anak dan bisa dicap pembohong."
Anita terkejut. Dia menatap Hans tidak percaya akan kata istri yang keluar dari mulut mantan suaminya.
"Kamu sudah menikah?" tanya Anita. Hans menganggukkan kepalanya.
"Sudah. Istriku jauh lebih baik daripada kamu. Lebih muda, lebih cantik dan lebih modis daripada kamu."
Hans sangat puas melihat wajah Anita yang terkejut.
Di dalam mobil, Randi sedang menghubungi Nyonya Ratih.
"Nyonya, Tuan Hans dan ibu Anita sedang bertemu di kafe pinggir kota saat ini," lapor Randi.
"Apa Anita membawa anak kecil?"
"Iya Nyonya."
"Tolong rekam pembicaraan mereka Randi," perintah Nyonya Ratih.
Aku masih setia menunggu 🤧🤧🤧
Update dong kak 🙏🙏🙏
lupain anak2nya hanya gara pelakor