Laras Sagita, gadis kampung yang polos, lucu, dan blak-blakan, merantau ke kota untuk mengubah nasib. Di hari pertamanya melamar kerja sebagai sekretaris, ia tanpa sengaja menabrak mobil mewah milik seorang pria tampan yang ternyata adalah calon bosnya sendiri, Revan Dirgantara, CEO muda yang perfeksionis, dingin, dan sangat anti pada hal-hal "tidak teratur"—alias semua yang ada pada diri Laras.
Tak disangka, Revan justru menerima Laras bekerja—entah karena penasaran, gemas, atau stres akibat energi gadis itu. Seiring waktu, kekacauan demi kekacauan yang dibawa Laras membuat hari-hari Revan jungkir balik, dari kisah klien penting yang batal karena ulah Laras, hingga makan siang kantor yang berubah jadi ajang arisan gosip.
Namun di balik tawa, perlahan ada ketertarikan yang tumbuh. Laras yang sederhana dan jujur mulai membuka sisi lembut Revan yang selama ini terkunci rapat karena masa lalu kelamnya. Tapi tentu saja, cinta mereka tak mudah—dari mantan yang posesif,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Sejak dua minggu lalu Laras dinyatakan hamil, Revan sudah berubah jadi suami super siaga. Tapi ia belum tahu bahwa malam ini… akan menjadi ujian sejatinya sebagai ayah masa depan.
Pukul 01.43 Dini Hari – Suara Guling Terbang
Revan sedang tidur nyenyak, mimpi jadi pembicara di konferensi bisnis luar negeri. Sampai tiba-tiba…
BUG!
Sebuah guling menabrak wajahnya.
“MAS!! Bangun! Aku pengen banget makan…”
Suara Laras terdengar dramatis.
Revan yang masih setengah sadar membuka mata, “Sayang… kamu kenapa?”
Laras mengerucutkan bibir, wajahnya panik dan penuh emosi, “Aku pengen banget makan tahu sumedang dibakar terus dikasih madu asli dari hutan Kalimantan!”
Revan terdiam.
“…Apa?”
Revan langsung duduk tegak.
“Sayang, itu makanan eksperimental atau kamu mimpi?”
“Masak ngidam mimpi! Ini serius! Aku pengen banget! Kalau enggak dikabulin, aku bisa nangis seharian…” ujar Laras
Revan langsung bangkit seperti tentara dipanggil perang.
Tanpa tanya lagi, ia mengganti kaos, mengambil dompet, kunci mobil, dan... mulai misi mustahilnya: mencari tahu bakar + madu asli Kalimantan jam dua pagi.
Arga yang masih begadang di ruang tamu hanya bisa melongo melihat Revan terburu-buru.
“Bos, kebakaran?”tanya Arga yang memang sekarang di suruh nginep di rumah Revan dan laran untuk bantu bantu semenjak Laras hamil
“Nggak. Ngidam.” jawab Revan cepat
Pukul 02.20, Revan berada di food stall 24 jam.
Penjual:
“Bang, tahu bakar bisa. Tapi madu Kalimantan saya nggak punya…”
Revan, dengan wajah serius:
“Kalau saya beli madunya sendiri, bisa dibakar pakai itu?”
Penjual bengong.
“…Bisa sih, asal abang siap dimaki netizen kalau viral.” ujar sang penjual
tidak lama terdengar suara telpon Revan berdering dan ternyata itu mamanya
🟢 Mama: "Revan? Kamu lagi di mana jam segini?"
🟢 Revan: "Laras ngidam. Tahu bakar madu Kalimantan."
🟢 Mama: "Semangat, Nak. Kamu sudah sah jadi suami."
Akhirnya jam 03.00 Revan sampai rumah. Membawa tahu bakar yang dioles madu alami (hasil beli online, diantar driver ojol emergency). Saat Laras mencicipi, dia langsung tersenyum haru.
“Mas… ini enak banget.”
Revan tersenyum lega.
“…Tapi kayaknya sekarang aku pengen cium bau sabun bayi. Bau yang biru itu lho…”
Revan membeku.
“…Maksudmu… mau cium sabun bayi?”
Laras mengangguk.
Revan menatap langit-langit.
“…Ya Allah. Tolong kuatkan aku.” Keluh Revan
Keesokan harinya, Revan datang ke kantor dengan kantung mata selebar empang.
Arga langsung pasang muka prihatin.
“Bapak ngidam juga, ya?”
Revan lemas duduk di kursi.
“Astagfirullah, Arga… Jangan tanya. Tahu bakar madu Kalimantan jam dua pagi, lalu nyium sabun bayi jam empat.”
Arga:“Luar biasa. Ibu Laras bukan main. Anak dalam kandungan ini pasti jadi pemimpin masa depan.”
Revan hanya bisa diam karena sudah lelah.
Malamnya, Laras memeluk Revan dari belakang saat mereka rebahan.
“Mas… makasih ya. Aku tahu ngidamku aneh. Tapi kamu tetap nurutin semua.”
Revan tersenyum sambil mencium keningnya.
“Apa pun buat kamu dan si biji wijen di perut itu.”
Laras tertawa geli.
“Wijen siapa, Mas! Sekarang udah sebesar kacang hijau, tahu!”
“Kacang, wijen, atau semangka nanti pun, Mas bakal jagain kalian berdua.” ujar Reva. Penuh cinta.
...----------------...
Hari Minggu yang harusnya santai malah berubah jadi forum debat terbuka. Di ruang tamu rumah Revan dan Laras, sudah duduk:
*Mama dan Papa Revan
*Ibu dan Ayah Laras
*Bibi Nur
Dan tentu saja: Laras yang lagi hamil 3 bulan, duduk di sofa sambil ngemil buah potong
Revan yang sudah merasa seperti moderator debat capres
“Jadi, karena anaknya sudah tiga bulan dalam kandungan, kita mulai aja ya obrolan nama,” kata Papa Revan membuka diskusi dengan elegan.
“Betul!” seru Ibu Laras. “Saya sudah siapkan beberapa nama sejak dua bulan lalu.”
Revan menyipitkan mata.
"Sejak dua bulan lalu? Waktu kami baru tahu Laras hamil? " pikir Revan 😅
Mama Revan mengeluarkan secarik kertas. “Kalau laki-laki, saya suka nama Nagara Pradipta. Artinya pemimpin yang bercahaya. Keren, kan?”
Ibu Laras langsung bersin keras.
“Maaf ya, Bu… tapi terlalu berat. Anak bayi, bukan jenderal.”
Papa Revan tertawa canggung.
“Saya malah suka Damar Raditya, artinya cahaya pelita. Simpel tapi bermakna.”
Ayah Laras menaikkan alis.
“Kok kayak nama mantan menteri…”
Revan menghela napas. “Gimana kalau kita diskusi bareng-bareng dan tidak saling serang dulu?”
Bibi Nur, yang dari tadi diam, tiba-tiba berkata,
“Aku punya ide. Kalau perempuan, kasih nama Mawar Nur Annisa. Biar ada nama aku.”
Laras tersedak melon.
“Bibiii… masa anakku kayak nama sinetron tahun 2003…”
Akhirnya Laras angkat suara, bosan jadi penonton.
“Dengar ya, semuanya. Anak ini memang cucu kalian, tapi dia anakku. Nama itu doa. Jadi aku dan Revan yang punya hak penuh, setuju?”
Semua mendadak diam.
Laras menunjuk ke arah suaminya, “Revan, kamu juga jangan cuma jadi moderator. Ayo bela aku!”
Revan yang sedang meneguk air langsung tersedak, tapi cepat pulih.
“Betul, saya sepenuhnya percaya pilihan Laras.”
Bibi Nur masih ngotot, “Tapi boleh lah satu suku kata dari nama keluarga?”
Laras tersenyum manis, “Oke, Bi. Nanti kita kasih nama anak kita… Nurul Rasa Aman Dari Gangguan Bibi Nur.”
Seluruh ruangan ngakak.
Akhirnya Revan mengusulkan ide damai:
“Kita bikin daftar semua nama usulan, lalu nanti kita gabung-gabung. Atau… kita undi?”
Ibu Laras dan Mama Revan saling lirik.
“Setuju… asal jangan kasih nama aneh kayak ‘Naruto Saputra’,” cibir Ibu Laras.
Arga dengan Lala, yang tiba-tiba muncul dari dapur sambil bawa teh hangat, nyeletuk:
“Kalau laki-laki, saya usul nama Revalarjun — kombinasi Revan dan Laras plus Arjuna. Keren, kan?”
Semua menatap Arga.
“…Silakan kembali ke dapur, Arga,” kata Revan pelan.
Malamnya, Laras dan Revan duduk di balkon sambil membawa daftar nama.
“Jadi… kamu suka nama apa?” tanya Laras lembut.
Revan menunjuk satu nama.
“Kalau laki-laki: Elvano Rayan. Kalau perempuan: Keira Alesha. Keduanya berarti terang dan kesayangan.”
Laras tersenyum haru, “Aku juga suka…”
“Dan kita sepakat gak bilang ke siapa-siapa dulu, ya?”
“Sepakat. Biar dramanya gak lanjut jadi sinetron tayangan Ramadan.”
--
Di grup keluarga:
🟢 Revan: “Kami sudah punya nama. Rahasia dulu ya sampai lahir 😊”
🟢 Mama: “Huh, bikin penasaran aja.”
🟢 Ibu Laras: “Pokoknya jangan ada nama ‘Gendis’.”
🟢 Bibi Nur: “Aku yakin anak itu bakal sayang sama Bibinya.”
Laras membalas:
🟢 Laras: “Amiin, Bi. Tapi bukan berarti namanya ‘Nurul Bibi Nur’ ya.”
Bibi Nur: " kenapa sih kalau ada nama bibi, kan bagus nur itu cahaya Lo"
Laras: " Iya bagus cahaya tapi kami takut cahayanya keterangan bikin silau"
Dan bibi hanya bisa kesal
Bersambung
🌹🌹🌹🌹🌹