Fimi Klarisa seorang designer muda dengan karir cemerlang. Namun, kehidupan pribadinya tak semanis karirnya, karena di usianya yang masih muda, ia harus menjadi single parent untuk putra kecilnya, Firdaus Iskandar.
"Firdaus segalanya bagiku, hingga tak ada waktu bagi diriku untuk berbagi hati dengan orang baru."
Fimi Klarisa
Davanka Pramudya adalah seorang pengusaha sukses, yang sudah insyaf menjadi seorang Playboy, setelah sang mantan kekasih berubah menjadi kakak iparnya. Namun, sebuah pertemuan tak sengaja dengan seorang wanita muda yang ternyata ibu dari salah satu anak di sekolah keponakannya kembarnya, membuat hati pria itu tak karuan.
"Apa iya gue mencintai istri orang? Please, Dav lo emang patah hati, tapi nggak usah jadi perebut istri orang juga."
Davanka Pramudya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Marmaningrum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salah Tingkah
Setelah acara makan malam satu minggu lalu, kini Fimi sudah kembali berkutat dengan butiknya. Wanita itu kembali sibuk dengan laptopnya.
"Fi, udah waktunya makan siang, ayolah. Udah lama gue nggak makan bareng lo," ucap Nesa yang kini sudah berdiri di hadapan Fimi yang masih fokus pada benda persegi di depannya.
"Sebentar dikit lagi, kok." Fimi menjawab tanpa mengalihkan perhatiannya dari benda di depannya.
Nesa menghela nafas, lalu duduk di kursi yang ada di depan meja Fimi. Semenit, dua menit sampai akhirnya tiga puluh menit berlalu, Fimi masih asyik dengan laptopnya.
"Gue laper, Fi." Nesa tiba-tiba menutup laptop Fimi, hingga wanita itu terkejut.
"Kita makan dulu, Fi. Sebentar lo emang lama dari dulu." Nesa kembali menggerutu.
"Iya, iya. Ayo kita makan di mana aku traktir deh." Fimi beranjak dan mengambil tasnya.
"Beneran?" Nesa masih terdiam di tempatnya.
"Katanya laper, ayo!" Fimi berjalan lebih dulu meninggalkan Nesa.
"Eh, iya ikut!" Nesa berlari menyusul Fimi sambil menyambar tasnya yang ada di meja kerjanya.
Kini keduanya sudah berada dalam mobil Fimi. Wanita itu akan menuju resto Almahera yang sudah terkenal di sana. "
"Kayanya lo punya pacar baru ya, bisa traktir gue hari ini." Nesa terus berceloteh selama perjalanan.
"Nggak usah mancing lo ya, Nes." Fimi memutar stirnya dan memasuki parkiran luas Resto Almahera.
"Ish, gue cuma nanya, Fi."
"Ngomong lagi, lo yang bayar semua."
"Oke, oke gue diem, gue imut."
Fimi memutar bola matanya, lalu membuka sabuk pengamannya yang diikuti oleh Nesa.
Kedua wanita itu berjalan masuk ke resto yang terkenal dengan sup dagingnya itu. Fimi dan Nesa memilih meja lesehan yang ada di lantai dua. Keduanya menaiki tangga sambil berbincang.
"Bisa nggak sih kalau waktu jam makan siang tuh tepat waktu, Fi. Gue sebenernya bisa aja pergi duluan, tapi lo itu kalau ditinggal pasti nggak makan." Nesa terus mengomel sampai Fimi menutup satu telinganya.
Sampai akhirnya mereka menempati satu meja di pojok ruangan. Fimi dan Nesa duduk berhadapan, keduanya sedang memilih menu untuk makan siang hari ini.
"Fir apa kabar? Udah lama nggak ketemu ponakan ganteng aku," tanya Nesa sambil menunggu pesanan mereka datang.
"Alhamdulillah sehat, dia makin aktif dan cerewet." Fimi menjawab sambil melihat buku menu yang belum ia simpan, padahal mereka sudah memesan makanan masing-masing.
"Lo masih belum mau cerita tentang lo dan Fir?" Nesa bertanya dengan hati-hati.
"Gue ... gue akan cerita sekarang, Nes ...." Namun, belum sempat Fimi melanjutkan kalimatnya, pesanan mereka datang.
"Selamat menikmati." Pramusaji itu mempersilakan tamunya untuk menyantap hidangannya. Fimi dan Nesa mengangguk dan mengucapkan terima kasih.
"Biar ceritanya semangat makan aja dulu, Nes." Fimi mulai mengaduk makanan di piringnya dan menyuapkan ke dalam mulutnya.
Akhirnya keduanya menikmati makan siang mereka tanpa diselingi obrolan, karena Fimi tidak pernah suka jika ada obrolan ketika makan.
Sampai akhirnya suapan terakhir pun tiba. Nesa dengan semangat '45 segera menghabiskan makan siangnya. Wanita itu ingin segera mendengarkan cerita sahabatnya itu.
"Ngapain lo ngeliatin gue kaya gitu?" Fimi menatap heran ke arah Nesa yang menopang dagunya dengan kedua telapak tangannya.
"Ish, mau ngamuk ini bos, nggak ngamuk tapi ngeselin," decak Nesa.
"Lo tadi mau cerita tentang lo sama Fir, Fi," imbuhnya.
"Oh, iya, iya.".Fimi terkekeh. Wanita itu menarik nafasnya sebentar lalu mengembuskannya pelan. Ini saatnya Fimi jujur tentang statusnya, ia percaya bahwa Nesa tidak akan mengkhianatinya.
"Sebenarnya ... Fir itu ... dia keponakan gue, putra dari kakak gue, Nes." Fimi berucap pelan dan membuat Nesa menutup mulutnya dengan telapak tangannya.
"Serius? Jadi lo saat ini beneran masih single." Nesa memekik tertahan. Anggukkan dari Fimi membuat Nesa akhirnya percaya.
"Terus kenapa lo nunjukin ke orang-orang kalau lo itu beneran seorang single parent?"
"Pesan terakhir Kak Fio, Nes. Aku udah janji akan jaga Fir."
"Jadi status lo itu single parent tapi perawan. Ish, kaya judul novel tahu nggak sih lo, Fi," bisik Nesa.
Saat perbincangan mereka berlangsung, tiba-tiba ada suara gaduh di belakang meja mereka.
"Yang bener aja sih, jadi beneran yang dulu sering diisengin sama Abang?"
"Hus! Jangan berisik!"
Fimi sepertinya kenal suara itu. Namun, wanita itu enggan untuk berbalik dan melihat siapa yang ada di belakangnya.
"Kita kembali ke butik sekarang, Nes." Fimi beranjak dari duduknya dan mengambil tasnya. Namun, entah karena terlalu lama duduk atau bagaimana kakinya tiba-tiba terasa kesemutan dan membuat wanita itu limbung, hingga jatuh menimpa seseorang di belakangnya.
"Aduh!" pekik Fimi saat tubuhnya ternyata sudah berada di pangkuan seorang pria yang sangat ia kenal.
Tatapan mereka bertemu, sesaat keduanya terdiam. Namun, Fimi sadar dan langsung beranjak walaupun sedikit kesusahan.
"Maaf, aku nggak sengaja." Fimi menunduk malu.
"Fifi, ini lo, kan?" Tiba-tiba pria yang duduk di seberang meja menyapa.
"Kai?"
"Bang Dava katanya mau ngajak makan malam lagi bisa nggak?" Kai memang seterus terang itu, hingga membuat Fimi salah tingkah.
Sementara itu, Dava masih diam dan terlihat tenang. Nesa juga masih diam di tempatnya, dan sesekali mencuri pandang ke arah Kai.
"Gue pamit dulu ya, Kai." Fimi akhirnya pamit undur diri. Namun, saat hendak melangkah, Dava berkata, "Aku serius dengan makan malam itu, Nona Fimi."
"Tenang Pak Dava, nanti biar Nesa bantu cari jadwal kosongnya." Tiba-tiba Nesa menyela dan mendapat tatapan tajam dari Fimi.
"Terima kasih, Nesa. Saya tunggu kabarnya." Dava merasa menang dan Fimi langsung melenggang pergi untuk menyembunyikan perasaannya yang tak karuan.
Saat keduanya sudah berada dalam mobil, Nesa mendapat omelan dari Fimi. Namun, dengan santainya Nesa menjawab, "Udah deh, Fi. Lo tuh udah waktunya buka hati. Pak Dava kan masih single juga, dia bukan laki orang, Fi."
"Ya, tapi nggak harus dia juga, Nes." Fimi membantah pernyataan sahabatnya itu.
"Terus siapa? Arya atau Vano?" Fimi langsung diam saat mendengar perkataan Nesa. Fimi baru menyadari saat Arya dan Vano dengan gencar menggodanya, justru Fimi malah merasa itu hal yang biasa bahkan tak membuatnya salah tingkah. Namun, saat Dava yang menggodanya kenapa ia menjadi salah tingkah, bahkan ia akan memperlihatkan keangkuhannya untuk menutupi kegugupannya.
"Malam Minggu sekarang aja, Fi. Malam Minggu lo pasti di rumah doang, kan?" Nesa tiba-tiba mengusulkan hari untuk dinner bersama Dava.
"Ish, itu waktunya gue sama Fir, Nes."
"Sebentar, Pak Dava udah tahu belum kalau lo ternyata masih perawan?"
"Cuma lo yang baru gue kasih tahu soal gue, Nes. Gue juga mau bilang ke Arya soal jadi suami pura-pura gue, nggak usah dilanjutin."
"Kenapa?"
"Gue belum cerita ya soal kejadian gue sama Vano yang pura-pura jadi tunangan dia?"
"Belum. Emang kenapa?"
"Ternyata acara itu acaranya perusahan Dava, Nes."
"Apa?"
"Iya makanya gue beneran malu sumpah, dan ...."
"Awas, Fi!"
Bersambung
Happy Reading
Maksih buat kalian yang masih mau komen di tiap babnya. Aku terhura. Sekali lagi makasih ya, kalau boleh nih ajakin temennya buat komen juga ya biar rameh.