NovelToon NovelToon
Di Bawah Aturan Suami Baruku

Di Bawah Aturan Suami Baruku

Status: sedang berlangsung
Genre:Dokter / Selingkuh / Crazy Rich/Konglomerat / Konflik etika
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Ziafan01

Saat Shima lyra senja seorang dokter berbakat di rumah sakit ternama, menemukan suaminya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri, dunianya hancur seketika.
Pengkhianatan itu tidak hanya merenggut pernikahannya, tapi juga rumah, nama baik, dan tempat untuk pulang.
Di titik terendah hidupnya, ia menerima tawaran tak masuk akal datang dari Arru Vance CEO miliarder dingin dengan aturan yang tidak bisa dilanggar. Pernikahan kontrak, tanpa cinta, tanpa perasaan. Hanya ada aturan.
Namun, semakin dekat ia dengan Arru, semakin ia sadar bahwa sisi dingin pria itu menyembunyikan rahasia berbahaya dan hati yang mampu merasakan semua yang selama ini ia rindukan.
Ketika pengkhianatan masa lalu kembali muncul dan skandal mengancam segalanya, Shima harus memilih: mengikuti aturan atau mempertaruhkan segalanya demi cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ziafan01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

AKU DI SINI

Panggilan terputus.

Arru menatap layar hitam itu beberapa detik, lalu meletakkan tabletnya. Rahangnya mengeras, tapi wajahnya tetap terkendali.

Ia berbalik, melangkah kembali ke kamar.

Malam ini, ia akan berjaga.

Bukan sebagai suami penuh cinta

melainkan sebagai pelindung yang tidak memberi pilihan pada siapa pun yang mencoba menyentuh miliknya.

Cahaya pagi menyelinap pelan melalui celah tirai kamar. Shima terbangun dengan kepala sedikit berat, sisa lelah dan emosi semalam masih menggantung di dadanya. Ia mengedipkan mata beberapa kali, menyesuaikan diri dengan terang yang lembut.

Hal pertama yang ia sadari…

Arru belum tidur.

Pria itu duduk di sofa dekat jendela, kemeja hitamnya masih sama seperti semalam. Lengan kemeja tergulung, dasi tergeletak sembarang di meja kecil. Sebuah tablet dan beberapa berkas terbuka di pangkuannya. Wajahnya tenang, fokus seolah malam panjang tidak memberi pengaruh apa pun.

Namun kehadirannya terasa utuh. Nyata.

Shima perlahan duduk di tepi ranjang. Selimut bergeser, menimbulkan suara pelan. Arru mengangkat pandangannya seketika, refleks seperti seseorang yang memang berjaga, bukan sekadar terbangun.

“Kau sudah bangun,” katanya singkat.

“Iya,” jawab Shima lirih. “Kupikir… Tuan sudah tidur.”

Arru kembali menatap dokumen di tangannya. “Belum selesai.”

Tidak ada penjelasan. Tidak ada alasan.

Namun Shima tahu dokumen itu hanya sebagian alasan.

Ia berdiri, berjalan pelan menuju meja rias. Tangannya merapikan rambut seadanya, lalu menoleh sekilas ke arah Arru.

“Kenapa tidak kembali ke kamar Tuan saja?” tanyanya hati-hati.

Arru berhenti membaca. Tablet itu diturunkannya perlahan.

“Ini kamar kita,” jawabnya datar.

Kata kita itu membuat dada Shima bergetar halus. Ia tidak menanggapi, hanya mengangguk kecil.

Arru berdiri. Langkahnya mantap mendekat, berhenti di jarak aman tidak menyentuh, tapi cukup dekat untuk membuat Shima menahan napas.

“Kau tidak tidur nyenyak,” ucapnya, bukan bertanya.

Shima tersenyum tipis. “Mungkin… masih lelah.”

Arru menatap wajah Shima lama, terlalu lama untuk sekadar basa-basi. Tangannya terangkat, lalu berhenti di udara sejenak seolah menimbang sebelum akhirnya merapikan kerah piyama Shima yang sedikit bergeser.

Gerakannya singkat. Hati-hati. Protektif.

“Mulai hari ini,” katanya rendah, “Kau tidak perlu bangun lebih pagi dari kebiasaanmu. Aku akan menyesuaikan jadwal.”

Shima terkejut. “Tapi..”

“Itu bukan permintaan,” potong Arru tenang. “Itu keputusan.”

Hening sesaat.

Arru berbalik, mengambil jaketnya. “Aku ada rapat pagi. Mobil sudah siap untukmu jika kau ingin ke rumah sakit.”

Shima menatap punggungnya. “Tuan… Arru.”

Arru berhenti, menoleh.

“Terima kasih… sudah menunggu.”

Arru menatapnya dalam, lalu mengangguk satu kali.

“Seseorang harus memastikan istrinya bangun dengan selamat.”

Ia melangkah keluar kamar, meninggalkan aroma maskulin yang tertinggal di udara.

Shima berdiri mematung beberapa detik.

Untuk pertama kalinya sejak pernikahan itu…

ia merasa diperhatikan tanpa harus menjelaskan lukanya.

Dan entah kenapa, itu jauh lebih menenangkan daripada kata aku mencintaimu.

Meja makan di mansion Vance terlalu luas untuk dua orang. Shima duduk dengan punggung tegak, tangan terlipat rapi di pangkuan. Di hadapannya, sarapan tersaji sempurna terlalu sempurna untuk suasana yang nyaris tanpa suara. Arru duduk di seberangnya, membaca laporan di tablet sambil sesekali menyeruput kopi hitam.

Tidak ada percakapan. Tidak ada basa-basi.

Namun keheningan itu bukan kosong ia penuh tekanan halus, seperti dua orang yang saling menyadari keberadaan satu sama lain tanpa perlu kata.

Shima mengambil sendoknya perlahan. “Aku berangkat ke rumah sakit setelah ini.”

Arru tidak langsung menatapnya. “Mobil sudah menunggu.”

“Aku bisa menyetir sendiri.”

“Kau boleh,” jawab Arru datar. “Tapi sopir tetap mengikutimu.”

Shima mengangguk. Ia sudah tahu, perdebatan tak akan mengubah apa pun. Saat ia berdiri, Arru akhirnya mengangkat pandangan.

“Kau tampak berbeda pagi ini,” katanya.

Shima terdiam sesaat. “Berbeda bagaimana?”

“Lebih tenang,” jawab Arru singkat. “Dan lebih berbahaya.”

Shima tersenyum tipis senyum yang tak sampai ke mata. “Mungkin karena aku tidak lagi berdiri sendirian.”

Arru tidak menanggapi. Tapi saat Shima melangkah pergi, tatapan Arru mengikutinya dingin, dalam, dan penuh kepemilikan yang tak ia ucapkan.

****

Mobil mewah itu berhenti di depan rumah sakit. Begitu Shima turun, langkahnya mantap tidak tergesa, tidak ragu. Aura yang sama sekali berbeda dari Shima yang dulu.

Beberapa perawat berhenti berbicara. Beberapa dokter menoleh lebih lama dari seharusnya.

“Selamat pagi, Dokter Senja.”

“Pagi,” jawab Shima singkat, profesional.

Tidak ada lagi kepala tertunduk karena ragu. Tidak ada lagi senyum yang dipaksakan.

Ia berjalan menyusuri koridor seperti seseorang yang tahu persis ke mana ia melangkah dan tahu siapa dirinya sekarang.

Di dekat ruang perawat, Shima bertemu Laura. Wanita itu tampak berbeda wajahnya pucat, riasan matanya tak menutupi kegelisahan. Saat mata mereka bertemu, Laura refleks berhenti melangkah.

“Shima,” sapa Laura cepat. “Aku… bisa bicara?”

Shima menatapnya singkat. “Jika soal pekerjaan.”

Laura menelan ludah. “Tentang… semalam.”

Shima mengernyit pelan. “Semalam aku bertugas. Jika ada urusan pribadi, aku tidak punya waktu.”

Tatapan Laura bergetar. Ia jelas ingin mengatakan sesuatu ancaman Arru masih membekas di wajahnya namun akhirnya hanya mengangguk kaku.

“Iya. Maaf.”

Shima melangkah pergi tanpa menoleh. Di dalam dadanya, ada kebingungan kecil tentang ancaman apa yang Laura maksud. Namun ia menepisnya. Pekerjaan lebih penting daripada rasa ingin tahu.

Di persimpangan koridor menuju ruang visit, Shima berhenti mendadak.

Arya.

Pria itu berjalan ke arahnya sambil membaca berkas. Saat ia mengangkat kepala, mereka berhadapan dalam jarak yang terlalu dekat untuk orang-orang yang pernah saling mencintai.

“Dokter Senja,” sapa Arya formal.

“Dokter Arya,” balas Shima tenang.

Namun mata Shima tanpa sengaja menangkap sesuatu di balik kerah jas Arya yang sedikit terbuka.

Kiss mark. Masih samar, tapi jelas.

Dada Shima terasa ditekan sesuatu yang lama dan dingin. Ia tidak menunjukkan apa-apa. Tidak marah. Tidak terkejut. Hanya… lelah.

Ia tersenyum kecil. Kecut.

“Sepertinya Dokter cukup sibuk,” ucap Shima ringan.

Arya refleks menarik kerah jasnya. “Itu bukan urusanmu lagi.”

“Benar,” jawab Shima lembut. “Sudah lama bukan urusanku.”

Ia melangkah melewati Arya, namun suara pria itu menahannya.

“Shima.”

Ia berhenti. Tidak menoleh.

“Kau terlihat… baik-baik saja.”

Shima menutup mata sesaat, lalu membuka kembali. “Aku memang baik. Terutama sekarang.”

Ia melanjutkan langkahnya dengan senyum tipis yang hampir tidak terlihat.

Di setiap langkah itu, kenangan singkat berkelebat tentang lima tahun bersama, tentang sentuhan yang tak pernah ia dapatkan, tentang tangan Arya yang selalu menjauh saat ia mendekat.

Kini ia mengerti.

Bukan karena ia kurang melainkan karena ia salah memilih tempat berharap dan pagi itu, di koridor rumah sakit yang dingin, Shima Lyra Senja berjalan sebagai perempuan baru dengan luka yang masih ada, tapi tidak lagi memerintah langkahnya.

****

1
Wita S
kereennnn
Sweet Girl
Siram bensin terus aja...
Sweet Girl
Buat memelihara bangkai di rumah, Laura... mending dibuang aja.
Sweet Girl
Dan bakal kehilangan Dana segar Luuu pada...
Sweet Girl
Asyeeek... beli yang kau mau, Shima...
bikin mereka yg menyakiti melongo.
Sweet Girl
Tunggu tanggal mainnya duo penghianat.
ketawa aja kalian sekarang sepuasnya, sebelum ketawa itu hilang dr mulut kalian.
Sweet Girl
Nah Lu... kapok Lu... sekalian aja seluruh Penghuni rumah sakit denger...
Sweet Girl
Kelihatan sekali yaaaa klo kalian itu bersalah.
Sweet Girl
Ada Gondoruwo🤪
Sweet Girl
Kamu pikir, setelah kau rampas semua nya, Shima bakal gulung tikar...
OOO tentu tidak... dia bakal semakin kaya.
Sweet Girl
Masuklah sang Penguasa 🤣
Sweet Girl
Dan pilihan mu akan menghancurkan mu... ojok seneng disek...
Sweet Girl
Kamu yang berubah nya ugal ugalan Brooo
Sweet Girl
Ndak bahaya ta... pulang sendiri dengan nyetir mobil sendiri?
Sweet Girl
Kok ngulang Tor...???
Sweet Girl
Wes ora perlu ngomong, Ndak onok paedaheee.
Sweet Girl
Naaah gitu dong... semangat membongkar perselingkuhan Suami dan sahabat mu.
Sweet Girl
Musuh dalam selimut, iya.
Sweet Girl
Gayamu Ra... Ra... sok bener.
Sweet Girl
Kamu jangan kebanyakan mikir tho Syma...
mending bergerak, selidiki Arya sama Laura.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!