Istri Cadangan

Kennedy memandangi Justin dari kejauhan. “Dia senang!” gumamnya seraya tersenyum.

Meskipun Justin berada dalam fase menarik diri di mana ia menolak mengakui sesuatu yang ada di depan matanya, Kennedy bisa melihat kebahagiaan itu dari sahabatnya. Dan semua orang di sekitarnya pun bisa melihatnya. Kennedy sudah mengenal Justin sejak lama, dan ia bisa membaca gerak geriknya seperti punggung tangannya sendiri. Kennedy bahkan tahu berapa kali Justin minum kopi dalam sehari atau berapa teguk air yang ia minum karena ia begitu lugas dan sangat detail.

Justin yang Kennedy kenal pasti akan menertawakan ide untuk pergi berlibur dengan mengenakan celana jins dan sepatu kets, bahkan kepada teman-temannya. Justin memang jago dengan jas dan dasi, dan dia menggantinya seperti mengganti kaus kaki. Tapi saat Justin melangkah ke kapal pesiar dengan celana jins biru, Kennedy tahu ada sesuatu yang berubah dalam diri sahabatnya itu.

Dan bagi Kennedy, meskipun Justin tampak bersikeras menjaga jarak dengan Fiona, Justin tak akan kuasa menahan diri untuk tidak tertarik pada gadis itu. Ia akan menjadi alien atau idiot sejati jika kebal terhadap pesona Fiona.

Pertama kali Kennedy bertemu dengan Fiona sebagai istri Justin, di pesta itu, Kennedy tahu segalanya akan berubah, tapi ia tak pernah menyangka akan sebesar ini. Justin tampak bebas saat berada di dekat Fiona. Meskipun ia sendiri tak menyadarinya, Justin mendambakan Fiona. Bahkan Kennedy kerap mendapati sikap cemburu Justin pada istrinya. Dan itu menggemaskan.

Melihat kebahagiaan Justin seperti itu membuat Kennedy lupa akan masalahnya sendiri. Justin sudah sangat menderita, terutama setelah kematian Fania. Kennedy tak pernah menyangka akan ada saatnya dia melupakannya, dan fakta bahwa Justin menghukum dirinya sendiri atas kematian Fania sama sekali tidak membantu siapa pun di sekitarnya untuk menolongnya. Tapi Fiona, gadis kecil itu, mengendalikannya dengan baik. Justin pikir dia masih bisa mengendalikan diri, tapi dia sudah lama kehilangan kendali saat menikah dengan Fiona.

Fiona telah mendapatkannya, dan Justin juga mendapatkannya dengan sempurna!

Waktu berlalu begitu cepat.

Sebelum para wanita bahkan dapat melihat garis-garis cokelat di tubuh mereka karena berjemur, mereka harus menghitung waktu 48 jam sebelum perjalanan mereka berakhir.

Jujur saja, Fiona sangat bersenang-senang. Semuanya sangat menyenangkan dan ia tidak sabar untuk liburan lagi bersama mereka. Wanita-wanita itu luar biasa, benar-benar hebat, dan sangat ramah, dan untuk pertama kalinya dalam hidup ini, Fiona merasa seperti berada di suatu tempat yang menerima dirinya.

Cara mereka menyambut Fiona menunjukkan bahwa ia telah kehilangan banyak hal. Fiona tidak mengatakan Eldo tidak sebaik mereka, tetapi bersama mereka membuatnya merasa utuh. Fiona adalah seorang perempuan pada umumnya yang ingin disayangi, memiliki teman wanita, dan ia mendapatkannya di sana.

Mereka mengambil berjuta-juta gambar dan memenuhi halaman media sosial mereka.

Percayalah, semuanya terasa gila bagi Fiona. Tapi kalau ia tidak sedang bersama teman-teman perempuan itu, ia pasti sudah bermesraan dengan Justin, karena pria itu tak mau melepasnya. Meskipun Fiona tidak tahu apa tujuan Justin ketika bermain dengan tubuhnya, menggunakan tangan bukan dengan “si kecilnya”. Dan meskipun ia tidak ingin sering memikirkannya, hal itu tetap mengganggunya. Justin bilang akan menjadikan minggu ini sebagai minggu yang tak terlupakan dan sebagainya, tapi kemudian dia tidak meniduri Fiona dengan cara yang sebenarnya. Jadi apa sebenarnya maksudnya?

Fiona tahu ia tidak punya pengalaman terbaik soal itu, dan dia juga tidak ahli dalam merayu laki-laki. Sayang sekali.

“Apa aku sepayah itu?” pikirnya.

Tapi dengan Justin, pria itu membuat Fiona menginginkannya, membuatnya candu dan memohon.

Fiona menggelengkan kepala cepat. “Itu bukan salahku, salahkan dia kenapa nunjukin benda itu ke mukaku!” geramnya dalam hati.

Fiona segera menuju ke kamar tidur. Bagian balkon kamar di kapal pesiar ini ternyata jadi favoritnya, terutama di malam hari. Pemandangannya sungguh spektakuler dan udaranya terasa seperti berasal dari planet yang berbeda. Fiona berani bersumpah, oksigen itu datang dengan sedikit rasa manis dan semacamnya.

Saat masuk ke kamar tidur, pintu kamar mandi terbuka, dan keluarlah musuhnya yang tampak lebih seksi dari biasanya. Sumpah, pria ini bisa pakai celana longgar dan tetap terlihat menggoda. Tak ingin terus-terusan memikirkan Justin yang tampan karena hanya akan membuatnya terangsang dan tak akan diberi obat penenangnya, Fiona menghempaskan diri ke tempat tidur dan fokus pada ponselnya.

Terdengar beberapa suara gemerisik dari belakangnya sebelum ranjang itu merosot di ujungnya, lalu sebuah tangan hangat mencengkeram paha Fiona yang telanjang sebelum naik ke atas. Fiona mengenakan gaun tidur babydoll hitam, dan sentuhan Justin membuatnya merasa seperti dilempar ke dalam lubang api. Fiona pun menggigit bibir bawahnya untuk menahan erangan yang mengancam akan keluar.

Justin tidak mendapat reaksi dari Fiona lagi. Tidak kali ini!

Namun si usil itu malah memanjat lebih tinggi hingga tepat di atas Fiona, tubuh telanjangnya terasa panas di kulit dan membuat Fiona pusing. Tangan Justin terus meraba-raba tubuhnya, membuat Fiona sulit sekali mengalihkan pikiran.

Justin seperti tahu semua tempat itu, semua tempat yang tepat untuk disentuh, di mana untuk diremas, di mana untuk menambah tekanan, dan di mana untuk mencium kulitnya dengan lembut dengan sentuhannya.

Saat itu, Justin tersenyum nakal.

"Aku cuma menunggu untuk melihat seberapa lama kamu bisa bertahan dengan permainan kecilmu itu," bisik Justin di telinga Fiona sebelum berguling telentang, lalu menarik Fiona ke atasnya hingga duduk di pangkuannya, menatapnya dari atas.

Dan sialnya, saat ini Fiona menginginkannya.