NovelToon NovelToon
TUMBAL TERAKHIR

TUMBAL TERAKHIR

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Horor / Iblis / Fantasi Timur
Popularitas:447
Nilai: 5
Nama Author: pena biru123

Ini adalah kisah wanita bernama Ratih, yang pulang dari merantau tiga tahun yang lalu, dia berniat ingin memberi kejutan pada neneknya yang tinggal disana, namun tanpa dia ketahui desa itu adalah awal dari kisah yang akan merubah seluruh hidup nya

bagaimana kisah selanjutnya, ayok kita baca

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pena biru123, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 19

Ratih menatap formasi mengerikan di depan mereka. Kael, tergantung di antara para korban lain, adalah target yang bergerak. Setiap detak jantungnya adalah risiko bagi mereka semua. Sang Penguasa Kegelapan, hanya berupa sosok kegelapan dengan mata merah menyala, menunggu dengan kesenangan.

"Tik... tok..." Tawa Sang Penguasa bergema, menggandakan bisikan ketakutan di udara.

Ratih tahu negosiasi sudah berakhir. Ia tidak bisa mundur. Jika ia menolak, Kael akan diubah menjadi boneka Penguasa, dan mereka akan mati konyol tanpa perlawanan. Pilihan terbaik adalah menyerang—memecah fokus Penguasa dan mencapai Kael.

"Semua ayok serang bayangan di sekitar Kael! Abaikan Penguasa. Pukul dan lari!" perintah Ratih, suaranya dipenuhi tekad.

Ratih melompat lebih dulu, melepaskan gelombang panas dari Api Biru yang kini menyelimuti seluruh tubuhnya. Gelombang panas itu menguapkan gema-gema di sekitarnya. Wijaya dan Jaya mengikutinya, bergerak seperti bayangan yang terasah, pedang mereka mengincar para Bayangan pengawal yang sibuk mengitari Kael. Aria bergerak mundur, siap melempar belati ke titik-titik lemah di jaring Kael jika ada kesempatan.

Ratih berhadapan langsung dengan Sang Penguasa Kegelapan.

"Kau berani menantang ketiadaan, Api Merah?" Suara Penguasa itu sedingin kuburan.

"Aku menantang kehancuranmu!" balas Ratih.

Ia memusatkan Api Birunya menjadi pedang cahaya di tangan kanannya dan menusukkannya lurus ke inti bayangan Penguasa. Namun, Bayangan itu hanya mencair sejenak, mengalir di udara seperti asap pekat, lalu menyatu kembali.

"Kau tak bisa menyerang kehampaan," bisik Sang Penguasa.

Seketika, tongkat tulang di tangan Penguasa mengeluarkan cahaya hitam pekat. Cahaya itu tidak membakar, tetapi menarik Energi. Ratih merasakan inti kekuatannya, panas Api Birunya, disedot keluar. Liontin di lehernya berdenyut keras, menahan tarikan mengerikan itu.

Di belakang Ratih, Wijaya dan Jaya berhasil menebas dua Bayangan pengawal. Jaring Kael bergetar, tetapi Bayangan lain segera menggantikan posisi yang jatuh.

Tiba-tiba, Sang Penguasa mengangkat tangan. Bukan ke Ratih, tetapi ke arah Dara dan Bolu yang dilindungi Aria.

"Sentuhan Ketiadaan!"

Kabut hitam pekat melesat cepat ke arah Dara. Aria berteriak, mendorong Dara menjauh, dan mengambil posisi sebagai perisai. Kabut hitam itu menghantam Aria, yang langsung tersungkur, belatinya terlepas, tubuhnya kaku dan matanya terbelalak karena rasa dingin yang luar biasa.

"ARIA!" teriak Ratih, perhatiannya terpecah.

Inilah celah yang ditunggu Sang Penguasa. Saat Ratih menoleh, tongkat tulang itu menghantam liontinnya. Bukan dengan kekuatan fisik, tetapi dengan serangan energi yang dingin dan murni.

KRETAK!

Api Biru Ratih menjerit kesakitan.

Sang Penguasa mencengkeram liontin itu. Energi dingin dan ketiadaan langsung memusnahkan pertahanan Api Biru. Ratih merasakan koneksinya dengan api itu terputus, seperti urat nadi yang dipotong. Kekuatan yang selama ini melindunginya, tiba-tiba lenyap.

"Inti Api Merah adalah milikku!" Raungan kemenangan Sang Penguasa mengguncang Lembah.

Liontin Ratih—sumber Api Birunya—ditarik paksa dari lehernya. Begitu inti api itu terlepas, Sang Penguasa segera menutupinya dengan kegelapan pekat. Tubuh Ratih terasa kosong, rasa dingin dari lembah segera merayap masuk ke tulang-tulangnya. Ia jatuh berlutut, kelelahan, dan terluka secara spiritual.

Melihat pemimpin mereka jatuh, Jaya dan Wijaya berbalik untuk membantu, tetapi sudah terlambat. Para Bayangan pengawal yang tersisa bergerak cepat, mengurung mereka dalam jaring-jaring tebal yang menembak dari segala arah.

Jaya melawan dengan gagah berani, tetapi tanpa Api Ratih yang membersihkan jalan, pedangnya hanya memotong udara dingin. Satu Bayangan menusuknya dengan lengan kurus yang tajam. Jaya tersentak, darah mengalir dari rusuknya. Wijaya, yang mencoba melindungi Jaya, dipukul oleh tongkat tulang Penguasa, membuatnya limbuh, pedangnya jatuh dari genggaman.

Dara menjerit, memeluk Bolu yang kini terasa aneh di tangannya.

"Cukup," kata Sang Penguasa Kegelapan, suaranya penuh kemenangan. Ia melayang di atas para tawanan.

Ia menatap Ratih, yang terengah-engah dan menggigil kedinginan. "Api Merah yang tak memiliki api hanyalah debu. Kau berani datang ke sini tanpa kekuatan yang sesungguhnya. Kau bodoh."

Sang Penguasa membagi tawanannya:

Aria, yang kaku karena serangan Ketiadaan, Kael, yang terbungkus jaring di atas, dan Bolu, boneka Dara yang tiba-tiba memancarkan cahaya biru redup saat disentuh Ratih, segera diikat kuat dan dibawa oleh para Bayangan ke bagian terdalam Lembah. "Mereka akan menjadi pelajaran tentang apa yang terjadi pada harapan," kata Penguasa. "Terutama boneka kain itu. Dia terasa... menarik."

Ratih, Wijaya, Jaya, dan Dara didorong ke tepi jurang yang tersembunyi.

"Kalian tidak pantas mendapatkan kematian cepat," kata Sang Penguasa, matanya menyala. "Kalian akan dibuang ke tempat yang sama mengerikannya dengan kegagalanmu."

Dengan ayunan tongkat tulangnya, Sang Penguasa membuka celah di tanah yang diselimuti kabut. Di bawahnya, hanya terlihat kegelapan yang lebih pekat, tanpa dasar, dan mengeluarkan bau busuk yang memuakkan.

"Lembah Kematian," bisik Wijaya, matanya melebar karena teror. Tempat pembuangan sampah Penguasa, di mana mayat-mayat monster pun membusuk dan bangkit lagi.

Para Bayangan mendorong mereka.

Ratih, yang terluka dan kehilangan kekuatan, hanya bisa merangkak, Dara jatuh di sampingnya. Wijaya, dengan luka parah di kepala, mencoba bangkit tetapi ambruk lagi. Jaya memeluk rusuknya yang berdarah.

"Selamat menikmati sisa hidupmu, yang hanya sebentar," ejek Sang Penguasa.

Para Bayangan itu menendang mereka.

Mereka berempat jatuh ke dalam jurang, jeritan Dara dan lolongan rasa sakit Jaya segera ditelan oleh kegelapan dan kabut tebal Lembah Kematian.

Sang Penguasa Kegelapan hanya berdiri, menatap ke jurang selama beberapa detik, lalu beralih ke Inti Api Merah Ratih di tangannya. Senyum tak terlihat terukir di wajahnya.

"Sekarang," bisiknya, suaranya dipenuhi rencana jahat. "Saatnya menyiapkan Kael untuk transformasi terakhir. Dan melihat rahasia kecil yang tersembunyi di dalam boneka kain itu."

Ditempat lain, ratu serigala Luna merasakan hal yang buruk pada Ratih dan kawan-kawan nya. Dia mendapatkan pesan singkat dari telepati Ratih yang dibuang kejurang kematian.

" Kita harus menyelamatkan Ratih dan teman-temannya, mereka berada dilembah kematian" perintah ratu serigala Luna.

" Baik" sahut para serigala lain.

Mereka semua lasung bergerak kelembah kematian, walau mereka tau, tempat itu adalah momok Nyang sangat menakutkan bagi siapapun.

Sementara disana, Ratih dan teman-temannya tak lagi sadarkan diri, mereka terluka parah oleh racun dari laba-laba, dan tenaga dalam mereka juga dihancurkan oleh penguasa kegelapan.

🍁🍁Jangan lupa tinggalkan ulasan dan like, komentar nya teman-teman 🙏🤗🍁🍁

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!