NovelToon NovelToon
Cincin Peninggalan Kakek

Cincin Peninggalan Kakek

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Kebangkitan pecundang / Menjadi Pengusaha / Anak Lelaki/Pria Miskin / Balas Dendam / Mengubah Takdir
Popularitas:26k
Nilai: 5
Nama Author: RivaniRian21

Di sebuah desa kecil di lereng Gunung Sumbing, Temanggung, hidup seorang pemuda bernama Arjuna Wicaksono. Sejak kecil, ia hanya tinggal bersama neneknya yang renta. Kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan saat ia masih balita, sementara kakeknya telah lama pergi tanpa kabar. Hidup Arjuna berada di titik terendah ketika ia baru saja lulus SMA. Satu per satu surat penolakan beasiswa datang, menutup harapannya untuk kuliah. Di saat yang sama, penyakit neneknya semakin parah, sementara hutang untuk biaya pengobatan terus menumpuk. Dihimpit keputusasaan, Arjuna memutuskan untuk merantau ke Jakarta, mencari pekerjaan demi mengobati sang nenek. Namun takdir berkata lain. Malam sebelum keberangkatannya, Arjuna menemukan sebuah kotak kayu berukir di balik papan lantai kamarnya yang longgar. Di dalamnya tersimpan cincin perak kuno dengan batu safir biru yang misterius - warisan dari kakeknya yang telah lama menghilang. Sejak menggunakan cincin itu, kehidupanNya berubah drastis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RivaniRian21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3 Langkah Pertama

Pagi belum lagi merekah saat Arjuna berdiri di depan rumahnya. Ransel butut berisi beberapa potong baju, ijazah SMA, dan selembar tiket kereta ekonomi ke Jakarta tersampir di bahunya. Matanya berkaca-kaca memandang rumah bambu yang telah menjadi saksi bisu delapan belas tahun hidupnya.

"Mbah..." bisiknya lirih, "Arjuna berangkat dulu ya..."

Di depan pagar bambu yang sudah miring, Pak Karso, Yu Minah, dan beberapa tetangga sudah menunggu. Wajah mereka tampak lelah, tapi tetap memaksakan senyum. Mereka rela bangun dini hari hanya untuk mengantar Arjuna.

"Jun," Yu Minah maju dengan bungkusan plastik di tangan. "Ini bekal buat di kereta. Ada tempe goreng sama telur dadar. Dimakan ya?"

Arjuna mengangguk, menahan isakan. "Terima kasih, Yu..."

"Ini..." Pak Karso menyerahkan secarik kertas. "Alamat sepupu Bambang di Bekasi. Sudah Bapak telpon semalam. Katanya kamu bisa tinggal sementara di sana sambil cari kos-kosan."

"Pak Karso..." Arjuna membungkuk dalam, "Terima kasih... untuk semuanya..."

"Sudah, sudah," Pak Karso menepuk pundak Arjuna, suaranya sedikit bergetar. "Yang penting kamu jaga diri baik-baik di sana. Jangan lupa makan. Kalau ada apa-apa, langsung telepon."

"Jun," Bu Tini menyelipkan amplop ke saku Arjuna. "Ini dari Ibu sama bapak-bapak pengajian. Buat tambahan modal di Jakarta."

"Tapi Bu... ini..."

"Sudah, terima saja. Anggap hadiah dari orangtua sendiri."

Arjuna tak kuasa menahan air matanya. Ia membungkuk berkali-kali, tak mampu mengucapkan terima kasih dengan kata-kata. Cincin di jarinya terasa hangat, seolah memberinya kekuatan.

"Ayo, Jun," Pak Karso menunjuk truk sayur yang sudah menunggu. "Mas Dar sudah siap antar kamu ke stasiun."

Satu persatu, Arjuna memeluk para tetangga yang sudah seperti keluarganya sendiri. Yu Minah terisak keras, sementara yang lain berusaha tegar meski mata mereka berkaca-kaca.

"Hati-hati di jalan, Nak..." "Jangan lupa kabari kalau sudah sampai..." "Belajar yang rajin ya..." "Jaga kesehatan..."

Truk sayur mulai bergerak meninggalkan desa. Dari bak belakang, Arjuna memandang rumahnya yang semakin mengecil. Di sebelah rumah itu, gundukan tanah merah makam neneknya masih basah. Ia mengepalkan tangan, mengusap cincin perak di jarinya.

"Doakan Arjuna, Mbah..." bisiknya pada angin pagi. "Arjuna janji akan jadi orang yang bisa Mbah banggakan."

Matahari mulai mengintip di ufuk timur, menyinari kabut tipis yang menyelimuti lereng Gunung Sumbing. Hari baru telah dimulai, dan bersama terbitnya mentari, Arjuna memulai langkah pertamanya menuju takdir yang belum ia ketahui...

Bak truk sayur itu berderit-derit membelah kabut pagi. Arjuna duduk bersandar pada tumpukan keranjang kosong, sesekali terguncang saat roda truk menghantam lubang jalan. Udara dingin pegunungan menusuk tulang, tapi ia tak berani mengeluh. Di depan, Mas Dar sang sopir sudah berbaik hati mau mengantarnya, meski kabin truk sudah penuh dengan dua orang kernet yang akan membantunya mengangkut sayur.

"Maaf ya, Jun!" teriak Mas Dar dari jendela sopir. "Depan penuh, jadi kamu di belakang dulu!"

"Tidak apa-apa, Mas!" balas Arjuna. "Ini saja sudah sangat membantu!"

Truk terus melaju melewati jalan berkelok. Arjuna memandangi pemandangan yang berlalu - kebun teh yang masih gelap, sawah bertingkat yang mulai menguning, dan rumah-rumah penduduk yang mulai menyalakan lampu. Entah kapan ia akan melihat semua ini lagi.

Dua jam berlalu. Matahari sudah mulai naik ketika truk itu akhirnya memasuki halaman stasiun Temanggung. Bangunan kolonial yang sudah menguning itu mulai ramai dengan para pedagang dan calon penumpang.

"Nah, sudah sampai!" Mas Dar menghentikan truknya. "Masih ada waktu setengah jam sebelum kereta datang."

"Terima kasih banyak, Mas," Arjuna membungkuk dalam-dalam setelah turun dari bak truk. Tubuhnya sedikit kaku karena terguncang sepanjang jalan.

"Eh, tunggu Jun!" Mas Dar merogoh saku kemejanya. "Ini, buat beli sarapan di stasiun." Ia menyodorkan beberapa lembar uang lusuh.

"Jangan, Mas! Sudah terlalu banyak yang—"

"Sudah, ambil saja!" Mas Dar memaksa. "Anggap dari kakakmu sendiri. Yang penting kamu sukses di sana, ya?"

Arjuna kembali membungkuk, tak mampu menolak kebaikan yang terus mengalir. Cincin di jarinya berdenyut hangat, seolah mengingatkannya akan pesan sang kakek tentang ketulusan hati.

"Hati-hati di Jakarta!" teriak Mas Dar dari jendela truk yang mulai bergerak. "Jangan lupa kabari kalau sudah dapat kerja!"

Arjuna melambaikan tangan sampai truk itu menghilang di tikungan. Kemudian, dengan ransel di pundak dan tiket yang tergenggam erat, ia melangkah memasuki stasiun. Di atas rel besi yang memanjang ke arah timur, masa depannya menunggu.

Peluit panjang membelah udara pagi. Asap putih mengepul

Suara peluit panjang membelah udara pagi. Dari kejauhan, asap putih mengepul diiringi deru mesin yang semakin mendekat. Arjuna berdiri gugup di peron, menggenggam erat tiket ekonominya yang sudah kusut. Ini pertama kalinya ia akan naik kereta api.

"Kereta api ekonomi jurusan Jakarta... akan segera tiba di peron satu!" suara pengumuman bergema dari speaker tua yang berderik.

Arjuna memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Ada yang membawa kardus besar, tas ransel, bahkan karung-karung entah berisi apa. Mereka semua tampak sudah biasa, berbeda dengannya yang masih celingukan kebingungan.

"Permisi, Pak," memberanikan diri, ia bertanya pada petugas berseragam biru yang lewat. "Ini... kereta saya yang mana ya?"

Petugas itu tersenyum ramah, memeriksa tiket di tangan Arjuna. "Gerbong lima, Mas. Itu yang tengah. Tunggu kereta berhenti total, baru naik ya? Ikuti saja arah papan nomor gerbongnya."

"Oh, terima kasih, Pak!"

Kereta akhirnya berhenti dengan suara mendesis panjang. Arjuna mengikuti arus penumpang yang bergerak teratur, matanya terus mengawasi nomor-nomor gerbong yang tertera. Satu... dua... tiga...

"Permisi... maaf... permisi..." ia bergumam pelan, berusaha tidak menyenggol siapapun dengan ranselnya.

"Gerbong lima! Gerbong lima!" seorang kondektur berseru sambil mengarahkan penumpang.

Arjuna menghela nafas lega. Akhirnya ketemu juga. Dengan hati-hati ia naik, sedikit terkejut dengan tingginya anak tangga kereta. Di dalam, lorong sempit sudah dipenuhi penumpang yang mencari tempat duduk.

"Nomor kursi 23D, Mas," kondektur yang ramah membantunya. "Itu di sebelah sana, dekat jendela."

"Terima kasih, Pak," Arjuna tersenyum malu, bersyukur masih ada yang mau membantunya.

Menemukan kursinya, Arjuna duduk dengan canggung. Di sebelahnya, seorang bapak setengah baya sudah tertidur pulas. Dari jendela, ia bisa melihat hiruk pikuk peron - para pedagang asongan, keluarga yang berpamitan, dan petugas yang mondar-mandir mengecek gerbong.

"Kepada para penumpang, kereta api ekonomi jurusan Jakarta akan segera berangkat. Mohon periksa kembali barang bawaan Anda..."

Arjuna mengeluarkan bungkusan bekal dari Yu Minah, merapikan ranselnya di bawah kursi. Cincin di jarinya terasa hangat, seolah meyakinkan bahwa ia telah mengambil langkah yang benar.

Peluit panjang berbunyi untuk terakhir kali. Perlahan, roda-roda besi mulai bergerak. Stasiun Temanggung bergeser mundur, semakin jauh, hingga akhirnya hilang di kelokan rel.

"Selamat tinggal," bisiknya lirih, entah pada siapa. Di depan sana, Jakarta menunggu dengan segala misteri dan harapan.

1
agus purnomo
kopi plus vote suhu
biar nulisny makin lancar...💪
Was pray
kalau merasa terbebani dengan cincin warisan kakeknya ya dilepas saja Juna, daripada kamu mengeluh terus, kayaknya gak ikhlas menerima takdirmu juna
Aman Wijaya
jooooz jooooz gandos lanjut terus
Aman Wijaya
lanjut terus Thor
Aman Wijaya
top markotop ceritanya Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz pooolll lanjut terus
4U2C
𝘆𝗮 𝗶𝗻𝗴𝗮𝘁 𝗮𝘀𝗮𝗹 𝘂𝘀𝘂𝗹𝗺𝘂 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗯𝗶𝗮𝗿 𝗽𝗮𝗿𝗮 𝗿𝗲𝗮𝗱𝗲𝗿 𝘀𝘂𝗸𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗰𝗮 𝗸𝗶𝘀𝗮𝗵𝗺𝘂..
4U2C
𝗷𝗮𝘂𝗵𝗶 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴-𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗼𝗻𝗴𝗹𝗼𝗺𝗲𝗿𝗮𝘁 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝘀𝗲𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗸𝗮𝗺𝘂 𝘀𝗲𝗻𝗱𝗶𝗿𝗶 𝗷𝗮𝗱𝗶 𝘀𝗼𝘀𝗼𝗸 𝗸𝗼𝗻𝗴𝗹𝗼𝗺𝗲𝗿𝗮𝘁 𝘀𝗲𝘀𝘂𝗻𝗴𝗴𝘂𝗵 𝗻𝘆𝗮,,𝗶𝘁𝘂 𝘀𝗲𝗺𝘂𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗽𝗲𝗿𝘀𝘂𝗹𝗶𝘁𝗸𝗮𝗻 𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽𝗺𝘂 𝗻𝗮𝗻𝘁𝗶𝗻𝘆𝗮,,𝗹𝗶𝗵𝗮𝘁 𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗮𝗽𝗮-𝗮𝗽𝗮 𝘀𝘂𝗱𝗮𝗵 𝗮𝗱𝗮 𝗺𝘂𝗻𝘀𝘂𝗵𝗺𝘂 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗱𝗶𝗺𝗮𝗻𝗮-𝗱𝗶𝗺𝗮𝗻𝗮..𝘁𝗲𝘁𝗮𝗽𝗹𝗮𝗵 𝗿𝗲𝗻𝗱𝗮𝗵 𝗵𝗮𝘁𝗶 𝗯𝗮𝗻𝘁𝘂 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗻𝘁𝘂 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝘂𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗮𝗺𝗽𝘂..𝗷𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝘁𝗲𝗿𝗴𝗶𝘂𝗿 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮 𝗿𝗮𝘆𝗮..
4U2C
𝗽𝗮𝗰𝗮𝗿 𝗺𝗶𝗮 𝗥𝗜𝗔𝗡 𝗱𝗶𝗮𝗺𝗯𝗶𝗹 𝗦𝗜𝗡𝗧𝗔 𝗱𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗸𝗮𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗗𝗜𝗢𝗡,,𝗮𝗽𝗮 𝗮𝗱𝗮 𝗵𝘂𝗯𝘂𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗗𝗜𝗢𝗡 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗠𝗜𝗔 𝘆𝗮,,𝗱𝗮𝗻 𝗹𝗮𝗴𝗶 𝗸𝗲𝗺𝗮𝗻𝗮 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗽𝗲𝗻𝗴𝗮𝘄𝗮𝗹 𝗶𝗯𝘂 𝗟𝗜𝗔𝗡𝗔 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗠𝗜𝗔,,𝗺𝗲𝗹𝗮𝗺𝘂𝗻,𝗮𝗽𝗮 𝗺𝗮𝘀𝗶𝗵 𝗺𝗲𝗹𝗼𝗻𝗴𝗼..𝗮𝗸𝘂 𝘀𝗮𝗿𝗮𝗻𝗸𝗮𝗻 𝗷𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗯𝘂𝗮𝘁 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗱𝗲𝗸𝗮𝘁 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮 𝘀𝗲𝗱𝘂𝗻𝗶𝗮..𝗺𝗮𝘂 𝗻𝘆𝗮𝗸 𝗔𝗥𝗝𝗨𝗡𝗔 𝗯𝗶𝗮𝘀𝗮 𝗮𝗷𝗮 𝘁𝗮𝗽𝗶 𝗸𝗲𝗿𝗮𝘀,,𝗱𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁𝗶 𝗴𝗮𝗱𝗶𝘀 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗯𝗶𝗮𝘀𝗮,,𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗠𝗜𝗔 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗔𝗨𝗟𝗜𝗔,,𝗽𝘂𝘁𝗿𝗶 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗮𝘆𝗮..
agus purnomo
kopi lagi suhu
Aman Wijaya
lanjut terus Thor semangat semangat ditunggu lagi updatenya 💪💪💪 sehat selalu untukmu Thor sehingga bisa berkarya terus
Aman Wijaya
Arjuna rasa disidak seperti seorang terpidana lanjut terus Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz pooolll Thor 💪💪💪
Aman Wijaya
babat semuanya Juna jangan beri ampun bikin mereka semua tidak bisa bangun
Aman Wijaya
top top markotop lanjut terus Thor semangat semangat semangat
Aman Wijaya
lanjut terus Thor lanjut
Aman Wijaya
jooooz jooooz pooolll Thor lanjut terus
Rita Natalia
Dion siapa ya ?
Achmad
ayo Thor lanjut semangat jangan kendor
Achmad
semangat Thor lanjut semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!