Diambil dari cerita weton Jawa yang populer, dimana seseorang yang lahir di hari tersebut memiliki keistimewaan di luar nalar.
Penampilannya, sikapnya, serta daya tarik yang tidak dimiliki oleh weton-weton yang lain. Keberuntungan tidak selalu menghampirinya. Ujiannya tak main-main, orang tua dan cinta adalah sosok yang menguras hati dan airmata nya.
Tak cukup sampai di situ, banyaknya tekanan membuat hidupnya terasa mengambang, raganya di dunia, namun sebagian jiwanya seperti mengambang, berkelana entahlah kemana.
Makhluk ghaib tak jauh-jauh darinya, ada yang menyukai, ada juga yang membenci.
Semua itu tidak akan berhenti kecuali Wage sudah dewasa lahir batin, matang dalam segala hal. Dia akan menjadi sosok yang kuat, bahkan makhluk halus pun enggan melawan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa Si Mbok
Tengah malam Wulan terbangun mendengar suara orang berbicara, samar tapi terdengar mereka sedang membahas hal penting. Wulan mengangkat sedikit kepalanya agar rambutnya tidak menghalangi pendengaran. Aneh, suaranya seperti orang bicara pada umumnya, tapi kosa katanya tidak jelas. Sebenarnya, siapa yang sedang mengobrol itu?
Tapi kepalanya kembali terasa berat, bukan karena pusing melainkan mengantuk yang tidak tertahankan. Tepat ketika matanya diambang lelap, tiga sosok berdiri memandangi Wulan, seperti sedang meneliti seluruh tubuhnya.
"Sempurna!" ucap seorang perempuan berwujud kekar, dia mengamati Wulan sangat-sangat teliti.
"Lumayan kuat!" sahut seorang pria menganyun-ayunkan tongkatnya.
"Kita akan tinggal di sini. Lihatlah, mereka tidak bisa diandalkan."
Sosok pria itu menunjuk dua orang yang duduk di atas meja, meringkuk dengan wajah lebam-lebam. Jika di perhatikan wajah mereka mirip, dua orang wanita dan tiga orang laki-laki, semuanya.
"Siapa?" tanya Wulan, matanya terpejam. Tapi alam bawah sadarnya menyaksikan.
Seketika tiga orang yang mengamatinya menghilang dan terdengar bunyi sesuatu terjatuh.
Wulan terjaga, dia melihat sekeliling tapi tidak ada siapa-siapa. Hingga akhirnya ia tertidur nyenyak hingga pagi.
Suara Kokok ayam membangunkan Wulan dari istirahat panjangnya semalam. Rasanya ingin terus tertidur hingga siang hari, namun tugasnya hari ini adalah menyetorkan uang lewat kantor pos terdekat, Sabtu bank sudah tidak buka, tapi uang harus tetap di setor menjelang akhir bulan ini, bos mereka akan menghitung bonus dan membagikan Senin nanti.
"Nduk!" panggilan mbok Sum terdengar dari luar kamar. Kalau mbok Sum ada di dalam rumah, artinya Ratih dan Rudi sudah berangkat ke perkebunan.
"Iya Mbok." Wulan membuka pintu kamarnya, mempersilahkan si mbok masuk. Kemudian membuka jendela kamar agar udara dan cahaya matahari masuk bertukar dengan debu selimut.
Tanpa sengaja ia menyenggol sesuatu dan benda tersebut jatuh ke bawah.
"Batu?" Wulan mengambil dan mengumpulkannya. Sekalian mengamatinya dari dekat. "Bukankah cuma dua?" gumam Wulan, teringat batu pemberian Ki Mangku Alam padanya.
"Nduk, apa itu?" tanya Mbok Sum, mbok Sum membawa semangkuk bubur kacang hijau dari rumahnya, dan langsung meletakkan diatas meja.
Wulan memperlihatkan pada si mbok perihal batu yang jatuh. Tapi tidak di duga reaksi mbok Sum sangat terkejut.
"Ya Gusti, kamu dapat dari mana Nduk?" tanya Mbok Sum.
Wulan menautkan alisnya, bingung dengan ucapan mbok Sum.
"Pemberian Ki Mangku Alam Mbok." jawab Wulan jujur.
Mbok Sum menatap Wulan dalam-dalam, mata tuanya tampak khawatir. "Mereka ada lima, dua merupakan tameng, tiga adalah penyerang. Kalau kamu punya tiga, artinya kamu sudah memiliki tamengnya Nduk?" tanya Mbok Sum.
Wulan meraih ikat pinggang yang di letakkan diatas meja, dia pun terkejut karena dua memang ada di dalam sana. Artinya? Wulan mengangguk, menjawab mbok Sum.
Mbok Sum tampak menelan ludahnya.
"Mbok tahu darimana?" tanya Wulan, lama-lama Wulan curiga akan pengetahuan mbok Sum perihal hal-hal ghaib, bahkan mbok Sum paling mengerti dirinya.
"Si Mbok...."
"Mbok tahu banyak, Mbok juga yang paling paham akan hal-hal ghaib yang sering kali Wulan alami? Mbok ini sebenarnya siapa?" tanya Wulan, dia menatap mbok Sum penuh Selidik sehingga perempuan tua itu beringsut mundur.
"Mbok bukan siapa-siapa Nduk, mbok cuma perempuan tua yang hidup sendiri. " jawab Mbok Sum, ia duduk di ranjang Wulan paling sudut.
"Terus, mbok kenal batu ini dari mana?" tanya Wulan mendesaknya.
Mbok Sum menautkan tangannya yang gemetar, dia terlihat bingung dan takut.
"Jelaskan Mbok, jangan ada yang di tutup-tutupi, apalagi kita sangat dekat." pinta Wulan lagi.
"Si Mbok tahu batu itu, karena dulu mantan suami si Mbok merupakan seorang dukun. Dia juga menginginkan batu itu dan ikut berebut dengan Ki Suryo atau di juluki Ki Mangku Alam yang bisa mengendalikan kawah berawan. Dialah yang mendapatkan batu itu, dan suami si Mbok kalah." jelas Mbok Sum.
"Kenapa si Mbok bisa berpisah?" tanya Wulan lagi.
"Si Mbok tidak tahan dengan kekakuannya. Dia sering membantu orang-orang licik yang ingin mendapat sesuatu dengan paksa. Sampai akhirnya si Mbok melihat salah satu perempuan yang di bantunya adalah orang yang si Mbok kenal, dia rela melakukan apa saja untuk mendapatkan seorang lelaki, bahkan merebutnya dari perjodohan adik sendiri."
Wulan tercengang.
"Si mbok melarang, sampai akhirnya di Mbok di ceraikan karena terus dianggap menghalangi pekerjaannya. Suami si Mbok di beri uang asalkan berhasil, dan tidak lama kemudian benar-benar berhasil. Perempuan itu menikah dengan laki-laki yang tidak mencintainya, dia menikahi Laki-laki yang sudah gangguan jiwa karena ulahnya sendiri."
"Siapa suami si Mbok?" tanya Wulan, pelan.
"Dulah! Semua orang memanggilnya Mbah Bongkok."
Rasa-rasanya, Mbah bongkok itu tidak asing. Tapi Wulan lupa mendengar nama itu di mana.
*
*
*
Wulan berangkat ke kantor pos bersama Yanti menunaikan tugas mingguan mereka.
"Kamu dah enakkan Lan? Kalau belum mending aku antar pulang. Lagipula ada si Kun yang jaga." kata Yanti, selesai setoran.
"Kita kerja saja lah Yan, lagipula ini udah siang. Paling beberapa jam lagi kita pulang." kata Wulan.
"Yakin?" tanya Yanti sekali lagi.
"Yakin banget." jawab Wulan. Jadilah keduanya menuju tempat bekerja.
Sampai di sana, kedua gadis itu terkejut melihat seseorang duduk di depan konter mereka dengan penampilan acak-acakan. Pria itu terlihat kusut, lesu, duduk di kursi plastik yang tersedia sambil menunduk.
"Usman?" ucap Yanti, menelisik penampilan Usman itu dari kaki hingga kepala. Jika biasanya dia tampil rapi, wangi dan bergaya, kini lunglai seperti gagang daun talas yang terkena api, sudahlah kusut, kumal dan enggan berdiri.
"Wulan." gumamnya, matanya tidak lepas dari Wulan yang buru-buru masuk kedalam. Matanya sayu, tampak seperti tidak tidur semalaman.
"Mas, kalau sakit pulang saja, berobat. Jangan disini! Tidak ada dokter di sini, adanya kang servis hp." kata Yanti. Tapi pria itu seperti tidak mendengar apa-apa, dia terus menatap Wulan.
Yanti buru-buru masuk, meninggal Usman yang tidak sehat itu. "Lan, coba kamu yang bilang, suruh pulang! Aku kok ngeri." bisik Yanti.
Wulan juga ngeri, tapi apalah daya dia pun tidak nyaman di tatap terus-terusan oleh Usman.
"Mas, sebaiknya pulang saja, istirahat. Lagi sakit to?" ucap Wulan, memaksakan tidak marah, padahal masih kesal gegara kemarin.
Usman mengangguk, kemudian beranjak dari duduknya. "Aku pulang ya." pamitnya, langsung pulang.
"Ya Allah, astaghfirullah. Lihat Usman kok jadi horor! Dia jadi begitu apakah karena peletnya kita ketahui, lalu gak mempan dan balik ke diri sendiri?" Kata Yanti.
"Bisa jadi." sahut Kun.
Sementara Wulan menyimak dengan pendapat yang tidak diungkapkan. "Apa mungkin?"
harus mengalah
g beda jauh watak nya jelek
ibu dan anak perangai nya buruk
kog Sarinah ngaku2
calon istrii arif
semoga bisa memberi pencerahan buat para readers.
pepeleng bagi orang jawa,jangan sembarangan menyebutkan weton atau hari lahir versi jawa kepada siapapun,jika tidak ingin terjadi hal hal diluar nalar dan perkiraan.
tetap eling lan waspada.
berserah pada Allah ta'alla.
tetap semangat dengan karya nya