NovelToon NovelToon
ANTARA CINTA DAN DENDAM

ANTARA CINTA DAN DENDAM

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Sania, seorang dokter spesialis forensik, merasakan hancur saat calon suaminya, Adam, seorang aktor terkenal, meninggal misterius sebelum pernikahan mereka. Polisi menyatakan Adam tewas karena jatuh dari apartemen dalam keadaan mabuk, namun Sania tidak percaya. Setelah melakukan otopsi, ia menemukan bukti suntikan narkotika dan bekas operasi di perut Adam. Menyadari ini adalah pembunuhan, Sania menelusuri jejak pelaku hingga menemukan mafia kejam bernama Salvatore. Untuk menghadapi Salvatore, Sania harus mengoperasi wajahnya dan setelah itu ia berpura-pura lemah dan pingsan di depan mobilnya, membuat Salvatore membawanya ke apartemen. Namun lama-kelamaan Salvatore justru jatuh hati pada Sania, tanpa mengetahui kecerdikan dan tekadnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

Salvatore mengambil gaun itu lagi dan memakaikannya ke tubuh Sania.

"Ayo, ikut aku. Kita cari sarapan diluar, sekalian aku ingin membelikan kamu pakaian, tas, sepatu dan masih banyak lagi." ucap Salvatore.

Sebelum keluar dari rumah, ia menghentikan langkahnya sambil menatap wajah Salvatore.

"Mulai hari ini kamu tinggal di rumah lain dan jangan pernah kembali lagi." ucap Salvatore sambil menulis sejumlah uang di selembar cek.

Saliva memberikan cek itu kepada Leonardo dan memintanya untuk lekas pergi.

"Bas, dia adik kamu. Dan kamu tega mengusir karena orang lain?" tanya Nyonya Teresa.

Salvatore menggenggam tangan Sania yang sedang berdiri di sampingnya.

"Dia bukan orang asing, Ma. Sekarang dia bagian jadi keluarga Salvatore." jawab Salvatore yang kemudian keluar dari rumah.

Ia meminta Sania untuk masuk kedalam mobil mewahnya.

Salvatore melajukan mobilnya menuju ke sebuah Mall.

"Sal, terima kasih. A-aku..."

Salvatore menoleh ke arahnya dan langsung mencium punggung tangan Shelena.

“Jangan ucapkan terima kasih, Shelena. Aku bukan melakukan ini untuk balasan. Aku hanya ingin kamu aman itu saja.”

Sania menundukkan kepala, hatinya campur aduk antara rasa lega dan bingung.

“Ya, Sal,” jawabnya lirih.

Beberapa menit kemudian, mobil mewah itu berhenti di depan pintu mall.

Lampu-lampu kaca yang besar memantulkan bayangan mereka

Salvatore mengajak Sania untuk turun dari mobil dan setelah itu ia membawanya masuk kedalam.

"Sal, ini mewah sekali. A-aku belum pernah masuk ke sini."

Salvatore menatap Sania yang masih terlihat kikuk dan sedikit canggung.

“Ayo, Shelena. Kita langsung ke food court dulu. Kamu pasti lapar setelah perjalanan tadi.”

Sania menatap sekeliling mall yang luas dan gemerlap dengan mata terbuka lebar.

“W-wah, ini luar biasa, Sal! Aku belum pernah melihat tempat sehebat ini…”

Salvatore tersenyum tipis melihat ekspresi polosnya, sambil membimbing tangan Sania ke tangga berjalan yang menuju food court.

“Kalau begitu, kamu harus coba semuanya. Tapi jangan kebanyakan ya, nanti perutmu kekenyangan sebelum makan besar nanti.”

Mereka sampai di food court, dan Sania seakan lupa dunia sekelilingnya.

Ratusan aroma makanan dari berbagai penjuru membuatnya menatap takjub.

“A-aku nggak tahu harus mulai dari mana…” gumamnya, matanya berbinar.

Salvatore menepuk bahu Sania dengan lembut dan mengajaknya untuk memilih.

“Tenang, aku akan tunjukkan. Pilih saja yang kamu mau. Hari ini, kamu nggak perlu khawatir tentang apa pun.”

Sania tersenyum tipis, tapi di balik senyumnya, ada rasa campur aduk antara kegembiraan dan kegugupan.

Ia berjalan di samping Salvatore, memandang deretan makanan yang tersusun rapi dimana ada burger, sushi, es krim, bahkan hidangan khas internasional yang sebelumnya hanya ia lihat di televisi.

“Aku nggak pernah melihat semuanya sekaligus,” ucapnya lirih sambil memegang tangan Salvatore sedikit, seolah mencari rasa aman.

Salvatore menatap wajah Sania sambil tersenyum tipis.

“Sekarang kamu boleh pilih, Shelena. Apa pun yang kamu mau, aku belikan. Tapi ingat, jangan terlalu rakus ya.”

Sania menatap wajah Salvatore yang tersenyum padanya, dan hatinya terasa sedikit hangat.

Dalam sekejap, rasa takut yang membelenggunya perlahan terlepas digantikan oleh perasaan aneh yang ia tak sepenuhnya mengerti.

“Aku pilih ini dulu saja, Sal." ucap Sania sambil menunjuk sebuah stand es krim.

Salvatore tertawa pelan saat melihat tingkah lucu Sania.

“Pilihan yang baik. Kita mulai dari yang manis dulu, baru yang gurih nanti.”

Salvatore meminta pelayan untuk menyiapkan beberapa eskrim yang diinginkan oleh Sania.

"Kita duduk disana saja, Shelena." ajak Salvatore.

Sambil menunggu pesanan mereka datang, Salvatore mengajak Sania mengobrol.

"Shelena, setelah ini kita beli pakaian dan tas yang kamu inginkan."

Sania menggelengkan kepalanya saat mendengar perkataan dari Salvatore.

"Sal, aku nggak mau menghabiskan uang kamu." ucap Sania.

Salvatore yang mendengarnya langsung tertawa terbahak-bahak.

"Shelena, Shelena. Kamu ini, ya. Uangku nggak akan habis meskipun kita nanti punya cucu." ucap Salvatore.

Sania sedikit terkejut ketika mendengar kata 'cucu' yang disebutkan oleh Salvatore.

C-cucu…?” gumamnya pelan, sambil menahan tawa dan rasa kagetnya.

Salvatore tersadar, wajahnya memerah sedikit, dan ia cepat-cepat tersenyum canggung.

“Ah,.maaf, Shelena. Aku hanya bercanda tadi. maksudku, maksudku kau tidak perlu khawatir soal uang, itu saja.”

Sania mengangguk pelan, mencoba menenangkan dirinya, tapi sudut bibirnya tak bisa menahan senyum tipis.

“Baiklah, Sal. Aku mengerti,” jawabnya sambil menatap pria itu dengan pandangan campur aduk antara lega dan geli.

Tepat saat itu, seorang pelayan datang membawa nampan es krim yang berwarna-warni.

“Ini pesanan Anda, Tuan Salvatore dan Nona Shelena. Silakan dinikmati,” ucap pelayan itu sambil tersenyum manis.

"Terima kasih, " ucap Sania sambil menikmati es krim coklatnya.

Salvatore tersenyum tipis saat melihatnya yang sedang menikmati es krimnya.

"Madeline, juga suka rasa coklat." ucap Salvatore dalam hati.

Sania mengambil es krimnya dan menyuapi Salvatore.

"Enak sekali, kan?"

Salvatore mengangguk kecil dan ia mengambil es krim miliknya yang rasa vanila.

Disaat mereka sedang menikmati es krimnya, Widi yang kebetulan berada di Mall yang sama, langsung menghampiri mereka.

"Tuan, ada sesuatu yang harus kita bicarakan." ucap Widi.

Sania mendongakkan kepalanya dan melihat wajah Widi.

Wajah yang sudah membunuh Adam dengan cara yang kejam.

Widi langsung membelalakkan matanya saat melihat wajah Madeleine.

"T-tidak mungkin…!” gumamnya pelan sambil menundukkan kepalanya sejenak, menahan rasa terkejutnya.

Salvatore yang duduk di samping Sania segera menatap Widi tajam.

“Widi, pergilah dari sini. Sekarang!” perintahnya tegas.

Sania, merasa canggung, menundukkan kepalanya.

“Sal, aku ingin ke kamar mandi dulu,” ucap Sania.

Salvatore menganggukkan kepalanya sambil tersenyum tipis.

“Baik, pergilah, Shelena. Jangan lama-lama.”

Begitu Sania berdiri dan berjalan menuju kamar mandi, Salvatore tiba-tiba bangkit dari kursinya, melangkah cepat, dan meraih kerah Widi.

“Ada apa kamu sampai ke sini?” tanya Salvatore dengan nada dingin yang membuat udara di sekelilingnya terasa tegang.

Widi menelan ludah, wajahnya pucat.

“Tuan, kami sudah siap memindahkan jenazah Adam…” ujar Widi.

Salvatore menatap tajam dengan menahan amarahnya.

“Pergi, dan jangan bahas itu di sini. Jangan pernah mengulanginya lagi!” tegas Salvatore, melepaskan kerah Widi.

Widi mengangguk kaku, menunduk, dan perlahan-lahan pergi meninggalkan mall itu, masih terguncang oleh kemunculan Sania yang mirip Madeleine.

Tak lama kemudian, Sania keluar dari kamar mandi dan menatap Widi yang masih berdiri beberapa langkah dari pintu.

Sebelum ia sempat melewati Widi, Widi mendadak meraih lengan Sania dan mendorongnya masuk kembali, menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

“Sayang, aku merindukanmu," ucap Widi.

Sania terkejut ketika Widi memeluknya dan memanggilnya sayang

Ia menyadari ada hubungan Widi dengan mendiang istri Salvatore.

“Maaf, aku bukan Madeleine,” jawab Sania sambil menahan amarahnya.

Widi menggelengkan kepalanya dan ia yakin kalau wanita yang ada di hadapannya adalah Madeleine.

1
kalea rizuky
buat pergi jauh lahh sejauh jauhnya
kalea rizuky
biadap
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!