NovelToon NovelToon
Mahar Pengganti Hati

Mahar Pengganti Hati

Status: tamat
Genre:Perjodohan / Pengganti / CEO / Dijodohkan Orang Tua / Ibu Pengganti / Tamat
Popularitas:8.7k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Husna, putri bungsu kesayangan pasangan Kanada-Indonesia, dipaksa oleh orang tuanya untuk menerima permintaan sahabat ayahnya yang bernama Burak, agar menikah dengan putranya, Jovan. Jovan baru saja menduda setelah istrinya meninggal saat melahirkan. Husna terpaksa menyetujui pernikahan ini meskipun ia sudah memiliki kekasih bernama Arkan, yang ia rahasiakan karena orang tua Husan tidak menyukai Arkan yang hanya penyanyi jalanan.
Apakah pernikahan ini akan bertahan lama atau Husna akan kembali lagi kepada Arkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34

Sementara itu, di sebuah rumah kayu yang sunyi di tengah ladang luas.

Husna perlahan membuka matanya. Cahaya samar dari lampu gantung berayun pelan, memantulkan bayangan ke seluruh ruangan.

Kepalanya terasa berat. Saat mencoba menggerakkan tubuh, ia terkejut mendapati kedua tangannya terikat dengan tali di sandaran ranjang.

“A-aku, di mana ini…?” bisiknya panik, suaranya bergetar.

Ia menarik pergelangan tangannya berulang kali, tapi tali itu terlalu kuat.

“Tolong! Tolong! Ada orang?! Tolong aku!”

Teriakannya hanya bergema, tak ada jawaban selain suara jangkrik dari luar jendela.

Air mata mulai mengalir di pipinya. Ia menggigit bibir, mencoba tetap tenang meski hatinya berdegup cepat.

Sementara itu, jauh dari tempat itu, Arkan duduk di kursi rumah sakit dengan wajah datar.

Di tangannya, sebuah ponsel menampilkan rekaman dari kamera kecil yang tersembunyi di rumah kayu memperlihatkan Husna yang berusaha melepaskan diri.

Senyum tipis muncul di bibirnya. “Kau sudah bangun, Na…” bisiknya pelan. “Tenang saja. Aku akan pulang ke sana, dan kita akan bersama lagi.”

Namun suara langkah kaki dari koridor rumah sakit membuatnya segera menekan tombol off dan menyimpan ponselnya cepat-cepat ke saku.

Pintu kamar terbuka Jovan masuk dengan kursi roda, wajahnya masih penuh kelelahan namun sedikit lega.

“Dokter bilang kamu sudah cukup sehat untuk pulang hari ini,” ujar Jovan. “Aku akan mengantarmu ke rumah.”

Arkan tersenyum samar, menatap Jovan seolah tak terjadi apa-apa.

“Tidak usah, Van. Aku belum mau pulang.”

“Kenapa?” tanya Jovan heran.

Arkan menatap lantai, lalu berkata dengan nada tegas, “Aku akan pulang setelah kita menemukan Husna.”

Jovan menatapnya lama, lalu mengangguk pelan.

“Baiklah. Terima kasih, Arkan.”

Ia menepuk bahu Arkan singkat, lalu meninggalkan ruangan dengan hati berat, berharap bisa segera menemukan istrinya.

Begitu Jovan benar-benar pergi, Arkan menatap pintu yang tertutup itu, kemudian mengeluarkan ponselnya lagi.

Tatapannya dingin dan penuh rencana.

Beberapa menit kemudian, ia memanggil taksi, meninggalkan rumah sakit dengan langkah tenang — menuju satu tempat yang hanya dia yang tahu.

Tempat di mana Husna menunggu… dalam ketakutan.

Sesampainya di rumah, Arkan berjalan cepat melewati ruang tamu yang gelap dan berdebu. Ia menuruni tangga kayu sempit menuju ruang bawah tanah langkah kakinya pelan, tapi mantap.

Dari balik pintu besi yang tertutup rapat, terdengar suara rantai dan suara lembut yang gemetar.

“Arkan…?”

Suara itu lirih, penuh harap sekaligus takut.

Arkan membuka kunci satu per satu, hingga akhirnya pintu terbuka.

Di dalam, Husna duduk di sudut ruangan, wajahnya pucat dan mata sembab karena menangis.

Begitu melihatnya, Husna langsung memohon dengan suara bergetar,

“Arkan, lepaskan aku. Aku mau pulang. Jovan dan Ava pasti sedang mencariku…”

Arkan mendekat, berjongkok di depannya. Ia menggeleng pelan.

“Na, tenang dulu. Ayo kita makan, ya. Setelah itu aku antar pulang, aku janji.”

Nada suaranya lembut, seolah tak ada yang salah sama sekali.

Husna menatapnya lama, ragu. Tapi lapar dan lelah membuatnya akhirnya menurut.

Arkan melepaskan tali di tangannya dan membantunya berdiri.

Ia menuntun Husna ke meja kecil di pojok ruangan, di mana sepiring nasi hangat dan sup sudah disiapkan.

Husna makan perlahan, matanya terus menatap Arkan.

“Terima kasih, Arkan…” ucapnya dengan suara lemah namun tulus ada secercah harapan bahwa ia benar-benar akan dibebaskan.

Arkan tersenyum samar, lalu mendorong segelas air ke arahnya.

“Minumlah, Na. Kamu pasti haus.”

Husna mengangguk dan meneguk air itu. Tak lama kemudian, pandangannya mulai kabur, tubuhnya terasa berat.

“Arkan…” bisiknya pelan, suaranya memudar.

Arkan berdiri di sampingnya, memandangi tubuh Husna yang perlahan tertidur di kursi.

“Tidurlah, Na. Aku tidak akan mengganggu dan belum saatnya kauu pulang.”

Ia mengangkat tubuh Husna dengan hati-hati dan membaringkannya kembali di ranjang kecil di sudut ruangan, menutupinya dengan selimut.

Sambil menatap wajahnya yang tenang, Arkan tersenyum tipis, lalu berbalik.

Ia mulai membersihkan rumah menyapu lantai, mengelap meja, dan menata barang-barang yang berserakan.

Setiap gerakannya teratur, tenang… seolah sedang mempersiapkan rumah itu bukan sebagai tempat persembunyian, tapi tempat tinggal untuk “keluarga kecil” yang ia bayangkan bersama Husna.

Sementara itu di rumah, suasana terasa hening dan berat.

Di ruang keluarga, Ava menangis kencang sambil mengulurkan tangannya ke arah pintu.

“Ma… ma… ma…” suaranya serak, berulang-ulang memanggil ibunya yang tak kunjung kembali.

Mama Riana yang sejak tadi berusaha menenangkan cucunya segera menghampiri.

Ia menggendong Ava dengan lembut, menepuk-nepuk punggung kecilnya.

“Shh… tenang, Sayang. Mama kamu pasti pulang, ya. Jangan nangis terus,” ucapnya lirih sambil menahan air mata yang hampir jatuh.

Namun tangisan Ava tak juga berhenti. Tangannya terus meraih ke arah pintu, seolah yakin ibunya akan muncul kapan saja.

Burak berdiri di ambang pintu, wajahnya tegang. Ia memegang ponsel dan menatap layar dengan cemas.

“Riana, aku sudah hubungi semua rumah sakit dan kantor polisi. Belum ada kabar.”

Mama Riana menatap suaminya, matanya berkaca-kaca.

“Burak, aku takut sesuatu terjadi pada Husna. Ava terus memanggil-manggil mamanya sejak tadi…”

Burak menarik napas panjang, lalu menatap cucunya yang masih menangis di pelukan neneknya.

Di kantor polisi, Jovan duduk di kursi ruang penyidik dengan wajah lelah namun penuh tekad. Matanya merah karena kurang tidur, tangannya mengepal di atas meja.

Seorang polisi berpangkat menatapnya dengan serius.

“Tenang, Pak Jovan. Kami sudah mengerahkan seluruh petugas ke beberapa titik, termasuk rumah kosong di pinggiran kota. Kami akan temukan Ibu Husna secepatnya.”

Jovan mengangguk, suaranya bergetar.

“Tolong, apa pun caranya, temukan dia. Istriku sedang hamil.”

Petugas yang lain menatapnya iba, lalu segera bergerak, memberikan perintah lewat radio komunikasi.

—––

Sementara itu, di tempat lain, malam terasa begitu sunyi.

Di ruang bawah tanah rumah kayu itu, Arkan duduk di samping ranjang tempat Husna berbaring lemah.

Jarum infus telah terpasang di pergelangan tangan wanita itu, menyalurkan cairan bening dari botol kecil yang tergantung di sisi ranjang.

Wajah Husna tampak pucat, napasnya pelan dan tidak teratur.

Sesekali matanya terbuka sedikit, namun pandangannya kosong efek obat yang baru disuntikkan.

Arkan menatapnya lama, jemarinya menyentuh lembut pipi Husna.

“Ssst… tenang, Na. Aku akan membuatmu lupa semuanya. Lupa tentang Jovan, lupa tentang masa lalu. Yang akan kau ingat… hanya aku.”

Nada suaranya lembut, tapi ada nada gila yang samar di balik senyumannya.

Ia berdiri, berjalan ke meja kecil di pojok ruangan. Di sana, buku catatan dan gitar sudah tergeletak.

Arkan duduk, membuka halaman kosong, lalu mulai menulis sambil bersenandung pelan.

Suara pensil bergesekan dengan kertas, berpadu dengan alunan nada lirih dari gitar tuanya.

Lirik-lirik itu mengalir seperti puisi gila tentang cinta, kehilangan, dan kebersamaan abadi.

“Untukmu, Na. Lagu ini akan jadi kenangan kita berdua.”

Ia tersenyum samar, menatap wajah Husna yang tak berdaya di ranjang.

“Dan saat kau bangun nanti, kamu akan percaya, hanya aku yang pernah mencintaimu sepenuh hati.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!