Azura Eliyena, seorang anak tiri terbuang. Ibu dan Ayahnya bercerai saat usia Azura masih tiga tahun. Bukan karena ekonomi, melainkan karena Ibunya tak sudi lagi bersama Ayahnya yang lumpuh. Ibunya tega meninggalkan mereka demi pria lain, hidup mewah di keluarga suami barunya. Menginjak remaja, Azura nekat kabur dari rumah untuk menemui Ibunya. Berharap Ibunya telah berubah, namun dirinya justru tak dianggap anak lagi. Azura dibuang oleh keluarga Ayah tirinya, kehadirannya tak diterima dan tak dihargai. Marah dan kecewa pada Ibunya, Azura kembali ke rumah Ayahnya. Akan tetapi, semua sudah terlambat, ia tak melihat Ayah dan saudaranya lagi. Azura sadar kini hidupnya telah jatuh ke dalam kehancuran. Setelah ia beranjak dewasa, Azura menjadi wanita cantik, baik, kuat, tangguh, dan mandiri. Hidup sendirian tak membuatnya putus asa. Ia memulai dari awal lagi tuk membalas dendam pada keluarga baru Ibunya, hingga takdir mempertemukannya dengan sepasang anak kembar yang kehilangan Ibunya. Tak disangka, anak kembar itu malah melamarnya menjadi Istri kedua Ayah mereka yang Duda, yang merupakan menantu Ayah tirinya.
“Bibi Mackel… mau nda jadi Mama baluna Jilo? Papa Jilo olangna tajil melintil lhoo… Beli helikoptel aja nda pake utang…” ~ Azelio Sayersz Raymond.
“Nama saya Azura, bukan Bibi Masker. Tapi Ayah kalian orangnya seperti apa?” ~ Azura Eliyena.
“Papa ganteng, pintel masak, pintel pukul olang jahat.” ~ Azelia Sayersz Raymond.
“Nama kalian siapa?”
“Ajila Ajilo Sales Lemon, Bibi Mackel.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom Ilaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 34. ANAK TIRI TERBUANG MENJADI ISTRI TANGGUH DUDA KILLER | JANGAN LEPASKAN!
Joeson dan Azura berdiri di ambang pintu, berhadapan. Wajah Joeson tetap datar, namun matanya terlihat jelas kebingungan. Sementara Azura menunduk, bibirnya sedikit mengerucut, tidak tahu harus berbuat apa. Di tengah kecanggungan itu, si kembar saling bertatapan. Mereka tersenyum penuh kemenangan, seolah-olah semua ini berjalan sesuai dengan skenario mereka.
Azelio menarik-narik tangan Joeson. "Ayo Papa! Bobo! Papa sama Mama Jula halus bobo baleng!"
"Iya! Kata Kakek, kalau Papa sama Mama bobo baleng, nanti Jila punya adek bayi!" timpal Azelia, membuat Azura dan Joeson langsung saling menatap dengan wajah syok.
"APA?!" seru mereka berdua serempak.
Tanpa memperdulikan teriakan itu, Azelio dan Azelia mendorong punggung mereka berdua hingga Joeson dan Azura terhuyung-huyung masuk ke dalam kamar yang remang-remang. Mereka pun berhenti tepat di depan ranjang berukuran besar yang dihiasi selimut bergambar.
"Nah, gitu dong! Ayo Papa sama Mama! Bobo! Jilo sama Jila juga mau bobo!" seru Azelio riang.
Mereka berdua lalu naik ke ranjang, memposisikan diri di sisi kiri dan kanan. Joeson dan Azura hanya bisa saling pandang. Mereka pasrah dan akhirnya membaringkan tubuh di tengah-tengah, menjaga jarak sejauh mungkin. Hening. Hanya suara hujan yang semakin deras dan napas mereka yang terdengar.
Di luar, angin terus bergemuruh, menggoyangkan dahan-dahan pohon di luar jendela. Lalu, kilatan petir menyambar, membuat seluruh ruangan terang sesaat. Diikuti gemuruh yang sangat keras, menggetarkan kaca jendela, dan membuat Joeson sendiri sedikit terkejut. Si kembar juga menutup mulut, berusaha menahan rasa takut. Namun…
JEDARRR!
"KYAAAAA!!!"
Azura menjerit. Spontan, ia melompat ke arah Joeson, memeluk tubuhnya erat. Wajahnya disembunyikan di dada Joeson, seolah berlindung dari segala ketakutan. Joeson mematung, kaget. Ia mencoba mendorong tubuh Azura. "Hai, lepaskan! Apa-apaan ini?!"
"Jangan! Jangan lepaskan! Aku mohon!" jerit Azura, suaranya tercekat. Ia memeluk Joeson semakin erat, tangannya mencengkeram kemeja pria itu kuat-kuat.
"Aku takut! Aku benci petir!"
Tubuh Joeson menegang. Ia mencoba lagi melepaskan pelukan itu, tapi sia-sia. Azura benar-benar memeluknya seperti seorang anak kecil yang ketakutan. Di sisi lain, si kembar hanya bisa saling melirik. Mata mereka tampak membulat, menatap sang ibu yang memeluk ayahnya dengan erat.
"Waaaah... Mama takut sama petil juga, ya?" bisik Azelia pada Azelio yang juga takut, tapi berusaha tenang.
"Iya. Tapi Jila... itu nda ada di lencana kita..." bisik Azelio kembali, nada suaranya heran.
Setelah beberapa saat, Joeson menyerah. Ia menghela napas, tubuhnya yang kaku perlahan-lahan mengendur. Ia membiarkan Azura memeluknya. Suara gemuruh petir kembali terdengar, dan Joeson merasakan pelukan Azura semakin erat. Tanpa sadar, satu tangannya terangkat dan menepuk punggung Azura, mencoba menenangkan. Ia tidak pernah membayangkan akan berada dalam situasi seperti ini. Rasa kaget, bingung, dan... anehnya, sedikit rasa nyaman, bercampur aduk di dalam dirinya.
Pagi hari. Sinar matahari pagi menembus jendela kamar, menggantikan suara gemuruh hujan. Azelio dan Azelia terbangun lebih dulu. Mereka meregangkan badan, lalu menoleh ke tengah ranjang.
"Kak Jilo... lihat deh," bisik Azelia, suaranya dipenuhi kegembiraan.
Mata mereka berdua langsung membulat sempurna. Joeson dan Azura berpelukan erat. Tangan Joeson melingkari pinggang Azura, sementara kepala Azura bersandar nyaman di bahu Joeson. Mereka tampak damai, seolah tak ada kecanggungan sama sekali, seolah posisi itu sudah menjadi hal yang biasa.
Si kembar saling berbisik sambil tersenyum lebar.
"Belhasil Lencana kita belhasil, Jila! Yeaay!" bisik Azelio girang.
Tiba-tiba, mata Azelio menangkap sesuatu di nakas samping ranjang. Itu adalah ponsel pintar Joeson. Ide cemerlang pun muncul di kepalanya. Bocah itu melompat dari ranjang, mengambil ponsel Ayahnya, lalu kembali. Azelia pun sudah menunggu dengan senyum jahil.
"Kita poto Papa sama Mama!" bisik Azelio penuh semangat.
"Iya! Kita kilim ke Nenek sama Kakek!" balas Azelia, nadanya tak kalah antusias.
Azelio mengarahkan kamera ponsel Joeson ke arah Ayah dan Ibunya yang masih pulas. Ia menekan tombol foto, dan suara klik kecil terdengar. Untungnya, suara itu terlalu pelan untuk membangunkan Joeson dan Azura.
Hasilnya, foto itu sempurna.
Dengan lihai, Azelio membuka aplikasi pesan, mencari kontak yang bertuliskan "Nenek". Ia menekan ikon kirim, dan dalam hitungan detik, foto itu sudah terkirim. Ia dan Azelia terkikik geli.
"Nenek pasti senang, Kak!" bisik Azelia.
"Hehe... Nanti kita dapat esklim yang banyak!" jawab Azelio.
Mereka berdua lalu meletakkan ponsel Joeson kembali ke nakas. Lalu mereka berbaring kembali, membiarkan diri mereka menikmati pemandangan langka di depan mata mereka. Melihat jam sudah 06.00 pagi, si kembar segera beranjak untuk mandi, meninggalkan Ayah dan Ibu mereka yang masih berpelukan di sana.
Joeson perlahan mulai menggeliat dan tanpa sadar satu tangannya meremas-remas sesuatu yang terasa empuk, lembut dan besar. Di depannya, Azura membelalakkan mata sambil menutup mulutnya dengan syok. Azura ingin berteriak, tapi ia seolah tak mampu bersuara.
‘Apa-apaan ini? Apa aku akan diperkossa?’ batin Azura panik dan mencoba menyingkirkan tangan suaminya. Ia belum siap dan takut. Keringat perlahan membasahi keningnya.
Azura membalikkan badan, berniat mendorong tubuh Joeson, namun pria itu malah memeluknya tiba-tiba, membuat Azura tak dapat bergerak sama sekali. Hatinya menjerit, tapi kemudian Azura terdiam melihat wajah tampan suaminya yang tenang. Azura menelan ludah kasar, merasakan jantungnya berdebar kencang. Terutama ada perasaan aneh yang tiba-tiba menyelinap membuatnya pipinya merah merona.
_______
Benih-benih cinta tuh ><
Like, komen, subscribe, vote 🌹
apakah msh bisa marah sama kang joeson
nyari mampus nama ny.
gak jera2 nech si Rmes. udah pernah hampir mm ati di tngan Zander.
sekarang benaran mati di tangan Joeson, 😁😁😁
kutu di skak cewek tomboy Azurra 😀😀😀
up lagi donk
tapi sayang ny yg satu mulai jatuh cinta, yg satu lagi terobsesi. hingga gak peduli kalau yg xewek udah menikah
ori setimal drngan petbuatan ny di mada lalu. dan itu lah karma ny. nebedatin anak hatimau atau buaya, udah besat di terkam ny. dan akhor ny minta tolong ss mm a ansk srndiri