Novel ini sakuel dari novel "Cinta yang pernah tersakiti."
Tuan, Dia Istriku.
Novel ini menceritakan kehidupan baru Jay dan Luna di Jakarta, namun kedatangannya di Ibu Kota membuka kisah tentang sosok Bu Liana yang merupakan Ibu dari Luna.
Kecelakaan yang menimpa Liana bersama dengan suami dan anaknya, membuatnya lupa ingatan. Dan berakhir bertemu dengan Usman, Ayah dari Luna. Usman pun mempersunting Liana meski dia sudah memiliki seorang istri dan akhirnya melahirkan Luna sebelum akhirnya meninggal akibat pendarahan.
Juga akan mengungkap identitas Indah yang sesungguhnya saat Rendi membawanya menghadiri pesta yang di adakan oleh Jay.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Banilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berperang dengan logika
"Mas, kamu yakin udah ngga mual lagi?" Tanya Luna cemas .
Kedua insan itu baru saja turun dari mobil, mereka berjalan memasuki cafe milik Nathan.
"Udah ngga kok sayang, seperti nya kerokan kamu benar-benar bikin aku sembuh." Jawab Jay seraya mengusap punggung tangan Luna yang melingkar di lengannya.
"Syukurlah Mas, aku lega dengernya." Jawab Luna semakin mengeratkan pegangannya seraya tersenyum saat menoleh sebentar menatap wajah Jay.
Jay mengedarkan pandangannya mencari sosok Nathan yang belum terlihat di mana-mana.
"Apa belum dateng ya." Ucap Jay seraya melirik jam di tangannya.
"Mungkin masih di jalan, Mas." Ucap Luna yang matanya ikut melirik kesana kemari, meski tak tau siapa yang akan di temui oleh suaminya.
"Iya, mungkin sayang." Sahut Jay lalu menghampiri meja kasir dan bertanya pada seorang pelayan disana.
"Maaf, apa Pak Nathan nya ada?" Tanya Jay.
"Dengan Pak Jay ya?" Tebak pelayan tersebut.
Jay mengangguk seraya tersenyum, "Benar." Jawabnya.
"Pak Nathan nya belum datang, Pak. Dia sedikit terlambat, tapi dia berpesan agar Pak Jay menunggunya langsung di ruang VIP saja, Mari pak saya antar." Ucap pelayan itu lalu berjalan mendahului Jay dan Luna bermaksud untuk menunjukan ruangan VIP.
Jay merangkul pinggang Luna lalu melangkah mengikuti pelayan itu.
"Silahkan, Pak, Bu." Ucap pelayan itu sopan seraya membuka pintu untuk kedua tamunya.
"Terimakasih." Sahut Jay lalu melangkah masuk ke dalam ruangan yang terlihat begitu mewah dan privasi.
Dia menggenggam erat tangan sang istri, dan saat sampai di depan meja, Ia melepaskan genggaman dan segera menarik kursi untuk Luna.
"Aku bisa sendiri, Mas." Ucap Luna yang merasa tak enak di perlakukan seperti itu oleh Jay.
"Sudah sepantasnya aku memperlakukan kamu seperti ini, sayang. Kamu istriku, ratu di hatiku, aku akan lakukan apapun agar kamu merasa nyaman di sampingku." Ucap Jay terdengar tulus.
Mata Luna berkaca-kaca, rasanya dia ingin menangis, tapi bukan tangis kesedihan melainkan tangis haru karena mendapatkan suami yang begitu baik.
"Terimakasih Mas." Ucap Luna, suaranya sedikit serak karena menahan tangis.
Jay mendekat, menarik pelan tubuh Luna ke pelukannya, "Tidak perlu berterima kasih sayang, karena aku yang seharusnya mengucapkan itu, terimakasih karena kamu mau mendampingi aku, dan aku harap selamanya kamu yang ada di samping aku." Ucapnya.
Bibir Luna merekah, hatinya benar-benar berbunga, air mata pun tak mampu ia tahan lagi, dia benar benar bahagia dan beruntung menjadi istri seorang Jay, yang mencintainya bahkan sejak dia masih kecil.
"Aku akan selalu di samping kamu, Mas. Selamanya." Ucap Luna menyembunyikan wajahnya di dada Jay.
Jay mengecup kening sang istri dalam, dan mempererat pelukannya, "I Love you, Luna." Bisik Jay.
Pipi Luna merona, "I Love you Too, Mas." Sahutnya.
***
"Apa dia sudah selesai?" Tanya Nathan menghampiri orang yang dipercaya nya untuk mendandani Via.
Dia sengaja membawa Via ke salon untuk memperbaiki penampilan Via serta merias wajahnya.
"Sudah Tuan, baru saja selesai." Jawab orang itu.
"Itu Nona Via." Tunjuk orang itu saat Via keluar dari tempatnya dirias.
Nathan menoleh mengikuti arah tunjuk orang itu, dan seketika Nathan menatap tak berkedip pada gadis di hadapannya, Via benar benar terlihat sangat cantik. Gadis itu memakai dress tanpa lengan dengan panjang hingga menutupi mata kaki. Rambutnya di gerai dengan jepit kupu-kupu yang menghias rambutnya. Riasan yang begitu natural dan tidak mencolok membuat gadis itu semakin tampil cantik dan elegan.
Via melotot saat menyadari tatapan Nathan padanya, "Hei, usap air liur mu." Nathan terkesiap dan segera menutup mulutnya yang tadi sempat menganga.
"A..ayo, aku tidak ingin terlambat." Ajak Nathan gugup dan langsung beranjak dari tempatnya.
Dia segera keluar dari salon itu menuju mobilnya, dia merasa malu karena tertangkap menatap kecantikan gadis itu.
"Bisa-bisa nya aku malah mengagumi kecantikannya, yang benar saja." Gerutunya, namun tiba-tiba wajah cantik itu terukir indah di otaknya, "Tapi dia memang cantik sih." Ucapnya lalu menoleh pada Via yang berjalan ke arahnya.
Via keluar dari salon itu dan berjalan begitu anggun, dan itu berhasil menarik perhatian semua orang yang melihatnya, Via memang terlihat begitu cantik dan itu membuat Nathan tak bisa mengalihkan pandangannya.
"Kenapa menatapku seperti itu? Baru sadar kalau aku cantik?" Tanya Via terdengar ketus saat sudah berada di hadapan Nathan.
Nathan melengos, "Cih, geer sekali, jangan salah sangka, saya hanya sedang berpikir, ternyata benar kata orang, cantik itu tergantung dananya, ngga apa apa lah aku mengeluarkan banyak uang, setidaknya kamu tidak terlihat memalukan saat aku gandeng." Sahut Nathan.
Via hanya terdiam, melas berdebat dengan Nathan yang pasti tak akan ada ujungnya, karena laki-laki itu tak pernah mau kalah.
"Ternyata selain gila, mata dia juga ada kelainan, sepertinya gosip yang beredar benar, dia bukan laki-laki normal, kayanya kalau bukan karena efek obat perangsang, dia juga tidak akan ber nafsu pada wanita manapun." Batin Via seketika bergidik ngeri mengingat kejadian malam itu.
Nathan membuka pintu mobil penumpang untuk Via, "Masuk." Titahnya pada Via.
Via mendengus kesal, lalu segera masuk ke dalam mobil dengan bibir yang cemberut.
Nathan berlari kecil mengitari depan mobilnya dan segera duduk di balik kemudi.
Nathan segera menjalankan mesin mobilnya dan perlahan mobil itu pun melaju meninggalkan halaman salon.
Sepanjang perjalanan, suasana di dalam mobil begitu hening, tak ada yang berniat membuka suara, Via fokus menatap ke luar jendela yang ada di sampingnya, sementara Nathan fokus menatap jalanan di depannya, namun sesekali Nathan mencuri pandang pada Via.
"Sial, ternyata itik buruk rupa ini ternyata bisa cantik juga." Umpatnya dalam hati.
Beberapa menit kemudian, mobil yang Nathan kendarai memasuki halaman Amarta cafe. Nathan segera melepas sabuk pengamannya dan segera keluar dari mobil.
"Hei! Keluar! Apa kamu akan tetap di dalam mobil?" Tanya Nathan ketus seraya membuka pintu mobil untuk Via.
Via menghela napas panjang, lalu dengan terpaksa keluar dari mobil.
Nathan lagi-lagi di buat terkesima menatap wajah Via, meski bibir Via mengerucut, tapi itu berhasil membuat sesuatu dalam diri Nathan bergejolak, dia sangat ingin menyentuh bibir itu.
Nathan marah pada dirinya sendiri, seolah dia di khianati oleh reaksi tubuhnya setiap dekat dengan Via. Tapi dia enggan mengakui, ia malah menganggap Via sengaja menggodanya.
"Dasar wanita murahan, ternyata dia sama saja dengan wanita-wanita diluar sana, sengaja menggoda ku, kamu pikir aku akan tergoda, jangan mimpi." Lirihnya, namun sekilas masih bisa di dengar oleh Via.
"Apa? Kamu mengatai ku wanita murahan?" Tanya Via kesal.
Nathan gelagapan, tak menyangka Via akan mendengarnya, "Sudah! Jangan banyak bicara, cepat pegang lenganku dan bersikap lah manja layaknya pada kekasih." Titah Nathan dengan nada datarnya.
"Ogah." Via berjalan mendahului Nathan, namun...
"Ahhhh!"
Heels Via masuk ke lobang drainase, hingga hampir saja Ia terjatuh kalau saja tangan kekar Nathan tak langsung menangkap tubuh nya.
Via yang berada dalam pelukan Nathan seketika membeku, begitupun dengan Nathan yang entah kenapa menjadi gelisah.
"Perasaan menyebalkan apa ini? Menjengkelkan." Umpat Nathan pada diri sendiri.
"Ihhh lepas." Via mendorong tubuh Nathan menjauh dari tubuhnya saat tersadar lalu segera berjongkok untuk mengambil Heelsnya yang masih nyangkut di drainase.
Nathan terdiam, berusaha menetralkan degup jantungnya yang begitu kencang, "Sebenarnya aku kenapa sih?" Tanyanya dalam hati, tak mengerti dengan perasaan yang begitu mudah terpancing oleh wanita.
"Dulu Luna, lalu wanita bernama Indah, terus sekarang Via, apa yang terjadi padaku, apa aku ada tampang playboy, hingga aku bisa dengan mudah menjatuhkan hati pada setiap wanita yang aku temui, Aku rasa tidak ada." Batin Nathan yang berperang dengan logikanya.