(Area orang dewasa🌶️)
Hidup Viola Amaral berubah drastis ketika sebuah kontrak mengikatnya pada kehidupan seorang jenderal berpengaruh. Bukan pernikahan impian, melainkan perjanjian rahasia yang mengasingkannya dari dunia luar. Di tengah kesepian dan tuntutan peran yang harus ia mainkan, benih-benih perasaan tak terduga mulai tumbuh. Namun, bisakah ia mempercayai hati seorang pria yang terbiasa dengan kekuasaan dan rahasia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon medusa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 16
...(Malam harinya yang sunyi)...
...Usai menuntaskan urusan Viola yang menyesakkan, Nyonya Rose dan Tuan Finn mengajak kedua putra mereka untuk berbagi kehangatan dalam jamuan makan malam di mansion megah itu....
...Brian hadir menggandeng Olivia, sebuah senyum bahagia terukir di wajahnya, siap mengumumkan kabar lamaran mereka kepada kedua orang tuanya. Sementara itu, Revan muncul seorang diri. Aura dingin dan membunuh yang menguar darinya begitu terasa, terutama saat matanya menangkap pemandangan Brian dan Olivia yang duduk berdampingan....
"Untuk apa kalian memanggilku ke sini?" tanya Revan dingin. Ia berdiri tegak di samping meja makan, sorot matanya yang tajam menghujam kedua orang tuanya.
"Revan!" bentak Tuan Finn, suaranya menggelegar memecah keheningan. "Tidak sopan berbicara kepada orang tua dengan nada seperti itu!"
"Cih!" desis Revan penuh kejengkelan. "Orang tua? Siapa? Aku tidak pernah menganggap wanita kedua itu sebagai ibuku," tukas Revan dengan nada sinis.
Duar!
...Ternyata Nyonya Rose bukanlah ibu kandung Revan. Fakta yang menjelaskan mengapa kebencian begitu mendalam mengakar di hatinya terhadap wanita itu....
Brak!
"Aku bilang duduk!" gertak Tuan Finn dengan murka, suaranya menggelegar saat tangannya menghantam meja.
...Melihat amarah ayahnya yang membuncah, Revan mengatupkan rahangnya. Mau tak mau, ia pun mengalah dan duduk. Tak lama kemudian, para pelayan menghampiri mereka dengan langkah teratur, membawa nampan berisi hidangan lezat dan menatakannya di atas meja. Suasana hening menyelimuti ruang makan saat mereka menikmati santapan malam tanpa bertukar sepatah kata pun....
...Beberapa saat kemudian, makan malam usai. Tuan Finn meletakkan sendok dan garpu dengan bunyi yang nyaris tak terdengar. Ia mengusap bibirnya perlahan dengan serbet, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Revan yang masih khusyuk memotong daging beef steak di piringnya....
"Revan, besok pernikahanmu dengan Viola akan dilangsungkan," Tuan Finn melontarkan kalimat itu tanpa basa-basi, langsung menuju inti permasalahan.
Deg!
...Gerakan tangan Revan yang sedang memotong daging seketika terhenti. Ia membeku sejenak, lalu dengan perlahan meletakkan sendok dan garpu di atas piring. Kemudian, sorot matanya yang tajam beralih menatap sang ayah....
"Aku tidak mau," jawabnya tegas, sebuah penolakan mutlak tanpa keraguan.
"Kau sudah merusak putri orang, Revan!" Suara Tuan Finn meninggi, amarahnya semakin berkobar.
"Aku tidak merusaknya! Dia sendiri yang datang kepadaku!" pekik Revan tak kalah sengit, emosinya terpancing oleh tuduhan ayahnya.
"Apa yang kau harapkan dari Olivia, Kakak? Dia sekarang sudah menjadi tunanganku," Brian menyela dengan nada santai, bibirnya mengecup lembut punggung tangan Olivia yang sedari tadi berada dalam genggamannya. Olivia tampak tersipu malu oleh perlakuan Brian.
"Apa?!" Nyonya Rose dan Tuan Finn terkejut, ucapan mereka terlontar hampir bersamaan.
"Iya, Ma... Pa... aku sudah melamar Olivia. Sekarang giliran kalian memberikan restu kepada kami," ujar Brian penuh kebahagiaan, seolah tak menyadari tatapan membunuh yang dilayangkan Revan kepadanya.
"Olivia?" Revan menatap mantan kekasihnya itu dengan sorot mata sendu dan penuh luka. "Apa maksudnya ini?" lirihnya bertanya.
"Iya, Revan. Aku sudah lelah menunggumu. Jadi, aku memutuskan untuk menerima lamaran Brian," jawab Olivia dengan nada dingin, membalas tatapan Revan tanpa sedikit pun keraguan.
"Tidak! Aku tidak terima!" raung Revan, amarahnya meledak seketika.
"Aku tidak peduli dengan pendapatmu, Revan!" Olivia balas berteriak, emosinya pun tak terkendali.
"Kau...." geram Revan tertahan, dadanya naik turun menahan gejolak amarah. Tangannya mengepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih dan urat-urat nadinya menegang, menampakkan diri di balik kulitnya.
"Sudah, cukup!" Tuan Finn memotong perdebatan dengan suara tegas, pandangannya menyapu seluruh anggota keluarga yang hadir secara bergantian. "Pernikahan kalian akan tetap berlangsung, dan aku tidak ingin mendengar bantahan dari siapapun. Mengerti?" tekannya, sebuah keputusan final yang tak bisa diganggu gugat.
...Mendengar keputusan calon Ayah mertua, Olivia sontak langsung kegembiraannya dengan berhambur memeluk Brian erat, tepat di hadapan Revan. Pemandangan itu bagai sembilu yang kembali mengiris hatinya yang sudah terluka....
"Hahahaha... hahahaha!" Tawa Revan membahana di dalam keheningan mansion, menggema dengan nada getir dan ironi. Beberapa detik kemudian, tawanya terhenti, ekspresinya berubah menjadi dingin dan datar saat menatap mereka semua. "Lakukanlah. Aku pun sudah tidak sabar menanti calon istriku," ucapnya dengan nada penuh makna terselubung.
...Kebingungan langsung terpancar di wajah semua orang yang berada di ruang makan, menatap kepergian Revan dengan berbagai macam pertanyaan yang berkecamuk di benak mereka. Namun, Revan tak sedikit pun menghiraukan tatapan penuh tanya itu. Ia memilih berbalik, melangkah pergi meninggalkan mereka dengan senyum dingin yang tersungging di bibirnya. Dengan cepat, ia masuk ke dalam mobilnya yang terparkir di luar, lalu melajukannya meninggalkan kemegahan mansion yang terasa menyesakkan baginya....
(Bersambung)