Jerat Cinta Sang Mafia

Gue punya firasat bahwa Shapire terlibat dalam kematian Safia, mungkin gue salah, tapi gue harus tahu apa yang sebenarnya terjadi," kata Junior dengan suara yang tegas.

"Tapi gue yakin Shapire enggak bersalah!" bela Felix tidak seolah tidak rela.

Regan dan Romeo saat ini sedang memperhatikan Marvel yang sedang mengecek cctv malam itu. Namun ada yang aneh cctv malam itu tidak ditemukan, Regan mencoba mengambil alih. Ia mengotak-atik kembali, ada yang menghapus cctv dan Regan berhasil memulihkannya.

"Ada yang menghapus cctv tempat kejadian, tapi gue berhasil memulihkannya. Gue ngerasa Axel pun udah melihat semua ini, Martin pun dapat melakukan hal yang sama seperti gue."

Regan menunjukkan rekaman cctv dari laptop kepada mereka. Junior dan yang lainnya memperhatikan dengan seksama bagaimana kejadian malam hari itu. Di mana Safia berlari menabrakkan diri mengenai mobil Shapire.

"Ini bunuh diri!" ucap Romeo seolah tidak percaya mengingat seperti apa Safia.

"Yang menjadi pertanyaan mengapa Axel tetap menghukum Shapire dengan pernikahan kalau dia tahu Shapire enggak bersalah?" tanya Marvel merasa ada yang aneh.

"Shapire cantik, siapa yang enggak mau sama Shapire?" celetuk Romeo yang langsung menatap wajah Felix. "Noh, si onta saja naksir berat sama si Shapi."

"Kayaknya ada alasan lain, melihat wajah mereka sepertinya mereka mabuk. Axel terus merasa Shapire penyebabnya karena mengetahui ia mabuk. Andai Shapire tidak berkendara mungkin ia tidak akan bertemu Safia malam itu. Gue ngerasa Axel berpikir seperti itu," jelas Regan panjang lebar.

"Tapi apa yang membuat Shapire menyetujui permintaan Axel?" tanya Junior lagi.

"Gue merasa Axel mengancam Shapire, pasti dia menggunakan Dino sebagai kelemahan Shapire," timpal Marvel.

"Benar juga kata lo, Marvel," kata Felix sambil mengangguk. "Axel pasti menggunakan Dino sebagai kartu as untuk memaksa Shapire menikah dengannya."

"Bingo! Sekarang terjawab semua, sudah gue duga mereka enggak saling mencintai." Felix merasa senang akhirnya ia mengetahui alasan Shapire menikah dengan Axel.

"Masih banyak teka-teki, satu-satunya yang tahu cerita sebenarnya Ratu. Ratu Adhitama!" ucap Junior ketika melihat Ratu ada dalam rekaman cctv.

"Kita harus cari tahu untuk bantu Shapire, gaess" pinta Felix memohon.

"Melihat Axel bersikeras ingin menghukum Shapire dengan pernikahan, itu artinya ia tetap merasa Shapire yang bersalah atas kematian Safia" kata Junior terlihat serius.

"Misi kita sekarang mencari tahu alasan Safia bunuh diri? Itu satu-satunya yang dapat membersihkan nama Shapire," sambung Junior lagi.

"Lo bener Jun, tapi gue trauma main detektif - detektifan, waktu itu kita jadi detektif berurusan sama Uncle Kai dan sekarang anaknya. Gue enggak mau di lempar ke sarang buaya," cicit Romeo.

Romeo ingat bagaimana ia Regan dan Felix hampir menjadi santapan buaya karena membantu Marvel menjebak uncle Kai saat itu. Junior tergelak mendengar ucapan Romeo yang absurd.

"Gue heran kok Juliet mau sama lo, Cemen gini!" ejek Junior membuat Romeo mencebik.

Matahari mulai meninggi, Ratu saat ini hendak membeli kopi di kafe langganannya. Ketika ia hendak memesan seseorang menariknya membuat Ratu menoleh kearahnya.

Sejenak Ratu terpesona oleh ketampanan pria yang baru saja menariknya itu. Wajah pria Asia dengan rahang tegas, namun mengapa tatapan pria itu menyeramkan seperti Axel.

"Ada apa?" tanya Ratu sok dingin.

"Budayakan mengantri Nona, kau tidak lihat orang lain mengantri dan kau seenak jidat maju ke depan." Tuh kan ucapannya saja sama pedasnya dengan Axel.

Melihat banyak orang yang menatapnya saat ini membuat Ratu akhirnya ikut mengantri di depan pria itu. Ratu dapat mencium aroma maskulin dari parfum yang dikenakan oleh pria itu.

"Untung ganteng," gumam Ratu sembari mendelik menatap pria itu.

Ratu terus mengantri di belakang pria itu, sambil sesekali melirik ke arahnya. Ia merasa ada sesuatu yang familiar tentang pria itu, tapi tidak bisa mengingatnya. "Siapa ya?" gumam Ratu dalam hati.

Pria itu tetap berdiri dengan tenang, tanpa menoleh ke arah Ratu. Ketika giliran Ratu tiba, ia langsung memesan apa yang ingin dibelinya dan bergegas pergi. Saat Ratu akan meninggalkan tempat itu, pria itu tiba-tiba menoleh dan menatapnya dengan tajam sambil menikmati kopinya.

Ratu merasa seperti ada yang familiar tentang tatapan itu, dan tiba-tiba ia teringat sesuatu. "Ah, aku ingat!" gumam Ratu dalam hati.

Ratu menghampiri pria itu lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan pria itu. "Pantas saja aku seperti pernah melihatmu dimana? Kau Martin kan?" tanya Ratu lalu tersenyum.

"Ada apa Nona? Apabila tidak ada kepentingan sebaiknya biarkan aku sendiri,” jawab Martin dengan dingin.

Ratu merasa sedikit terkejut dengan jawaban dingin Martin, tapi ia tidak menyerah. "Aku hanya ingin tahu, apa yang membuatmu menjadi seperti ini?" tanya Ratu dengan rasa ingin tahu.

Martin menatap Ratu dengan tatapan yang tajam, "Seperti apa?" jawabnya dengan nada datar.

Ratu mengamati Martin dengan seksama, "Kau seperti memiliki dinding yang sangat tinggi di sekitarmu, tidak ada yang bisa menembusnya."

Martin tidak menjawab, ia hanya menatap Ratu dengan tatapan yang tidak berubah. Ratu merasa ada sesuatu yang menarik tentang Martin, dan ia ingin tahu lebih banyak tentang pria itu.

"Nona, sebaiknya tinggalkan aku apabila tidak ada yang penting!" ucap Martin kembali menegaskan.

Martin melihat pesanan kopi Ratu sangat banyak seperti pesanan orang lain, "Kau tidak kasihan dengan temanmu menunggu?"

Ratu menepuk keningnya, ia hampir saja lupa apabila Boy dan yang lainnya menunggu kopi mereka. Ratu langsung berdiri dan mengambil pesanan kopi yang sejak tadi ia pegang. "Terima kasih, aku lupa bahwa mereka menunggu," kata Ratu sambil tersenyum.

Martin hanya mengangguk sedikit dan kembali menatap ke arah lain, tidak banyak berbicara.

"Sampai jumpa lagi, tampan! Ku harap kita dapat bertemu lagi" goda Ratu lalu pergi.

Ratu merasa bahwa Martin memang memiliki sifat yang berbeda dengan orang lain, tapi ada sesuatu yang menarik tentang dirinya. Ratu bergegas meninggalkan kafe dengan membawa pesanan kopi untuk Boy dan yang lainnya. Ketika ia sudah jauh dari Martin, ia tidak bisa tidak memikirkan tentang pria itu dan sifatnya yang dingin.

"Aku malah berharap semoga kita tidak bertemu lagi," gumam Martin lalu menyesal kopinya.

Martin malas berurusan dengan tuan putri seperti Ratu, anak manja yang tumbuh dan berhasil karena kekuasaan kedua orangtuanya. Meskipun Martin kini memiliki segalanya namun ia tidak pernah melupakan darimana ia berasal.