Ini adalah perjalanan cinta kedua putri kembar Ezar dan Zara.
Arsila Marwah Ezara, si tomboy itu akhirnya berhasil bekerja di sebuah perusahan raksasa yang bermarkas di London, Inggris, HG Corp.
Hari pertama nya bekerja adalah hari tersial sepanjang sejarah hidupnya, namun hari yang menurutnya sial itu, ternyata hari di mana Allah mempertemukan nya dengan takdir cintanya.
Aluna Safa Ezara , si gadis kalem nan menawan akhirnya berhasil menyelesaikan sekolah kedokteran dan sekarang mengabdikan diri untuk masyarakat seperti kedua orang tuanya dan keluarga besar Brawijaya yang memang 90% berprofesi sebagai seorang dokter.
Bagaimana kisah Safa sampai akhirnya berhasil menemukan cinta sejatinya?
Karya kali ini masih berputar di kehidupan kedokteran, walau tidak banyak, karena pada dasarnya, keluarga Brawijaya memang bergelut dengan profesi mulia itu.
Untuk reader yang mulai bosan dengan dunia medis, boleh di skip.🥰🥰
love you all
farala
💗💗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 34 : Diam, ternyata penyakit wanita
Arga dan Safa meninggalkan ruangan kepala rumah sakit sambil bergandengan tangan.
Begitupun saat tidak ada lagi mata yang memperhatikan mereka, pegangan Arga begitu erat seakan tidak ingin berpisah.
Sebelum tiba di depan lift, Safa berhenti melangkah. Arga yang merasakan tidak ada pergerakan menoleh dan menatap Safa.
Mungkin karena belum terbiasa atau sebenarnya masih sungkan, Arga akhirnya melepas tangan Safa. Apalagi, Safa memandang Arga penuh arti.
" Maaf, karena memegang tangan mu terlalu lama." Ujarnya tidak enak hati.
Safa bungkam.
Karena tidak di respon, Arga mulai panik. Apa dia terlalu sering menyentuh Safa tanpa izin dan membuat wanitanya itu marah?
" Kamu kenapa? "
" Tidak apa apa."
Pintu lift terbuka.
Safa berjalan lebih dulu melewati Arga. Dan sikap itu semakin membuat Arga kalang kabut. Secepat kilat, dia menyusul Safa.
Pintu tertutup.
Arga pun ikut diam begitu berdiri berdampingan dengan Safa.
Sampai di basement, Rowan menyambut kedatangan bos dan istri bosnya .
" Pilot sudah siap terbang, tuan."
" Katakan padanya untuk menunggu sebentar lagi."
" Baik tuan."
Rowan membuka pintu untuk Safa, begitu Safa masuk, Arga pun ikut.
" Tunggu sebentar. Aku perlu bicara dengan istriku." Ucap Arga pada Rowan sesaat sebelum Arga menyusul Safa.
Rowan mengangguk.
Di dalam mobil.
" Kamu marah padaku?" Tanya Arga lembut.
" Tidak."
" Tapi kenapa kamu tiba tiba mendiamkan ku?"
Safa menatap Arga.
" Mas, bisa tidak kalau ada hal penting, bicarakan dulu dengan ku."
Arga bingung, apa maksud Safa.
Karena Arga hanya diam, Safa memperbaiki posisi duduknya lebih condong menghadap ke Arga.
" Kenapa mas tidak mengatakan padaku kalau mas akan membawaku ke London ? Yang kedua , kenapa mas meminta kepala rumah sakit memecat rekan kerjaku? Mas, jangan mengunakan kekuasaan untuk menindas yang lemah." Kesal Safa.
Arga tersenyum simpul. Sekarang, dia paham kenapa istri cantiknya yang selalu tersenyum manis padanya, kini jadi cemberut.
" Apa kamu merasa tertindas karena aku mengajakmu ke London?" Ujarnya dengan nada menggoda.
Kini, giliran Safa yang membisu.
" Atau kamu tidak mau ikut dengan ku?"
Safa kelabakan." Ti..tidak,,,bukan seperti itu, mas."
" Lalu?" Arga menatap intens wajah Safa, menelusuri dari alis hingga ke bibirnya yang bergetar saat berbicara.
" Begini, mas."
Arga siap mendengarkan.
" Harusnya, mas menanyai ku terlebih dahulu. Mau ikut ke London atau tidak. Dan, mas jangan sembarangan memutus rejeki seseorang. Bagaimana jika dia ternyata tulang punggung keluarga, caranya bertahan hidup bagaimana , mas?" Keluh Safa.
" Apa itu perlu? Bertanya atau tidak, setuju atau tidak , aku akan tetap membawamu bersama ku. " Ujar Arga mengusap lembut pipi Safa.
Pipi Safa merona terkena sentuhan tangan Arga.
" Seminggu sudah lebih dari cukup bagiku. Dan itu tidak akan terulang lagi."
Safa menatap Arga, netra mereka bertemu.
" Mengenai rekan kerjamu, apa kamu keberatan jika aku menghukumnya?"
Safa mengangguk.
" Mereka tidak menyiksa fisikku, walau rasanya cukup sakit mendengar kan semua perkataan mereka. Tapi, dengan memecat nya , aku rasa itu terlalu berlebihan ."
Arga tersenyum simpul dan mengusap kepala Safa dengan sayang.
" Baiklah, aku akan menghubungimu komite etik dan membatalkan pemecatan nya."
Safa sumringah. " Mas serius?"
Arga mengangguk." Tapi ada syaratnya."
" Apa?"
" Nanti saja , saat kita tiba di London."
*
*
Indonesia.
" APA....!! Ara tidak mau, umi." Tolaknya setengah berteriak.
" Kenapa kamu tidak mau, sayang? "
" Aku tidak suka padanya. Kenapa sih, keluarga Brawijaya suka sekali menjodohkan putra putri mereka? Saya kan sudah dewasa, umi. Saya bisa mencari nya sendiri."
" Di mana? Kapan? " Cecar umi Zara.
Marwah membisu. Di mana? Di juga bingung mau cari dimana. Kapan? Apalagi, tidak pernah sekalipun dia mengalami yang namanya jatuh cinta. Lagian, mencoba menjalin kasih dengan pria itu sama saja dengan menggali kuburannya sendiri.
" Ya, kapan kapan." Jawabnya asal.
Umi Zara terkekeh pelan." Berarti belum jelas, kan? Karena itu, umi kasi jelas sekarang. Kamu harus menerima perjodohan ini."
" Tapi, umi...masa aku harus memanggil mbak Afa, aunty..."
" Ha..ha..ha... Iya juga. Kedengarannya jadi lucu.”
Marwah memutar bola matanya malas.
Di hari pernikahan Safa.
" Lukman, bagaimana dengan permintaan ku?" Tanya opa Alden.
Opa grandfa, Abi Zayn , Abi Ezar , dan uncle Aryan terlihat saling memandang satu sama lain.
" Kau tanyakan sendiri sama orang tuanya langsung." Jawab opa buyut.
Opa Alden pun menatap Abi Ezar.
" Zar, aku ada permintaan, dan ini sudah aku bicarakan sebelumnya dengan opa mu."
" Apa itu ?"
" Aku ingin menjodohkan Marwah dengan Barra."
Kembali semuanya terlihat saling pandang.
" Kenapa harus Marwah? Apa opa memang berencana menjadikan kedua putriku bagian dari keluarga Hatcher? Sekarang pun, aku masih memikirkan panggilan yang tepat untukmu."
Semua tertawa. Benar apa yang di katakan Abi Ezar mengenai panggilan di antara keduanya. Opa Alden, begitu dia biasanya memanggil pria uzur itu. Tapi sekarang, Safa menikah dengan Arga, yang note bene adalah putra bungsu opa Alden.
Semuanya tertawa. Tidak terkecuali Abi Ezar.
" Terserah kau saja, mau memanggil ku apa, bebas." Lanjut opa Alden.
Abi Ezar kembali ke topik semula.
" Untuk Marwah, dia sedikit berbeda. Anaknya lumayan susah di atur. Tapi saya akan coba komunikasikan dengannya."
" Pokoknya kau harus membuatnya mau menikahi cucu ku."
" Hei, kau memaksa?" Protes opa buyut dengan nada penuh candaan.
" Tentu saja, tidak ada yang cocok bagi keluarga Hatcher selain Brawijaya." Kata opa Alden percaya diri.
" Dasar pria tua bau tanah." umpat opa buyut di ikuti tawa riuh semua orang yang berada di ruangan itu.
*
*
Hal berbeda terjadi di kediaman Barra.
Barra nampak antusias setelah mama Arini mengatakan tentang perjodohan nya dengan Marwah.
" Jadi kapan, aku bisa datang melamar nya?" Ujarnya tersenyum simpul.
" Kau terlalu buru buru. Ingat, menaklukkan Marwah tidak segampang perkiraan mu. Mama lebih mengenalnya di banding dirimu."
" Oh, ya...mama mau taruhan?"
" Boleh.."
" Marwah akan menyetujui perjodohan ini dalam waktu satu minggu. "
" Jika tidak?"
" Mama boleh minta apapun dari Barra."
" Ok, deal.."
Barra tersenyum jahat. Berbagai macam ide untuk menaklukan hati Marwah sudah memenuhi seluruh otaknya.
Keesokan harinya, misi di mulai.
Marwah sudah mengerjakan beberapa file ketika Barra masuk ke dalam ruangannya.
" Buat kan aku kopi."
Tanpa menjawab, Marwah berdiri dan ke pantry membuatkan pesanan Barra.
Kopi sudah siap di atas meja.
" Terima kasih."
Lagi lagi Marwah tidak menjawab kemudian melenggang pergi meninggalkan Barra yang nampak mulai kesal.
Mencoba untuk bekerja dan mengabaikan sikap Marwah, nyatanya Barra tidak bisa.
Kerjaannya dia gantung demi membereskan sekertaris nya yang semakin lama semakin membangkang.
Bunyi telepon berdering,
Marwah mengangkatnya, karena telpon itu berada tepat di depannya.
" Halo, di sini ruangan CEO, ada yang bisa saya bantu?"
" Ke ruangan ku sekarang juga !! "
...****************...
jangan od pengen deh......langkaaaa
daripada ada gangguan lagi
harus antisipasi za gaaa
kak maaf mau tanya itu kalimat " mengencerkan " emang di buat plesetan atau emang sengaja begitu, kalo emang sengaja nanti aku ikut mengencerkan suasana hati mas Arga yg kepala nya udah nyut²an itu 🤣🤣🤣
pak dewan mau belah duren jadi dipending dulu ni gara" ponakan ma adek tersayang masing"......
bara marwah yang sama-sama heboh pake acara kompak lagi ganggu penganten mau bulan madu😂
semangat ya Arga...
tapi arga gercep banget loohhh, selamat menunggu hari besok