Ini tentang gadis ambigu yang berhasil merayakan kehilangannya dengan sendu. Ditemani pilu yang tak pernah usai menyapanya dalam satu waktu.
Jadi, biarkan ia merayakannya cukup lama dan menikmatinya. Walau kebanyakan yang ia terima adalah duka, bukan bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raft, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia, Bumi - 27
...'Bandung terasa indah jika ada kamu.'...
***
Sekolah tak seramai biasanya, karena kelas dua belas sedang tidak ada. Rindu sedikit suka karena pekerjaannya lebih ringan dari biasanya.
Di gerbang sekolah, Rindu selalu bertugas untuk menjaga, kalau kalau ada siswa yang membawa hal yang tidak seharusnya ada.
"Sebentar lagi 'kan kenaikan kelas. Berarti kita juga lengser jabatan ya, Ndu?" Dia Rere, wakilnya dalam bekerja.
Rindu mengangguk yang membuat wakilnya itu senang. "Gue pengen bebas, ah! Capek di kekang mulu sama aturan."
"Yang namanya aturan bakal terus ada, lah! Gak bisa lo bebas dari aturan. Hidup di bumi Tuhan aja ada aturannya." Balas Rindu dengan mata yang masih fokus menatap lalu lalang siswa yang memasuki gerbang.
"Ya..tapi aturan disini gak banget. Masa iya gak boleh mempercantik diri, sih? Bawa bedak aja langsung disita, apaan coba?!"
Rindu diam, ia tak ingin memberi jawaban karena takut terdengar guru yang melewat di depan. Walau nyatanya ia juga kesal dengan aturan yang dibuat sepihak oleh kepala sekolah.
Rere yang kembali sibuk memperhatikan, tiba-tiba melihat Angkasa yang datang dengan Renata, yaitu teman sekelasnya.
Dengan cepat ia menepuk Rindu untuk memberitahu. Karena Rere memang sudah tau jika Angkasa adalah Kakak tiri Rindu.
"Itu Kakak lo, 'kan?"
Rindu melihat ke arah yang yang ditunjuk Rere dengan wajannya. Dan melihat Angkasa yang sedang berbicara dengan Renata disana.
"Tolong gantiin dulu gue."
Mumpung Angkasa sedang ada di depan mata, Rindu akan menghampirinya dan meminta Angkasa untuk pulang dengan segera. Karena Ayah dan Ibunya menunggu Sang Kakak disana.
"Kalau mau dijemput, telpon aja. Gue masih ada di rumah lo kok nanti sore."
Kalimat itu yang terdengar oleh telinganya, dan mampu membuat hati Rindu sedikit terluka. Karena ia belum pernah menerima kalimat itu dari Angkasa.
"Iya! Makasih ya sebelumnya, Kak!"
Setelahnya Renata mulai membalikkan badan untuk masuk ke dalam, dan bertatapan dengan Rindu sebentar.
Angkasa yang melihat kehadiran Adik tirinya itu menghela napas panjang.
"Pulang. Ayah nunggu lo di rumah. Ada yang mau diomongin katanya."
"Gue gak mau. Dan gak akan pernah mau." Tekannya di akhir kalimat, membuat Rindu menghela napas berat.
"Apa karena ada gue sama Ibu di dalamnya?"
Karena dari awal, memang mereka yang membuat Angkasa tidak suka dengan hidupnya. Dan akhirnya Rindu menyadari itu sekarang.
"Gue mohon, pulang dulu. Anggap gue sama Ibu gak ada. Dengerin dulu Ayah, pasti ada hal penting yang mau beliau sampein sama lo. Demi Ayah, gue mohon."
Angkasa menatap Rindu cukup tajam. Tau apa Rindu tentang itu? Orang asing seharusnya diam saja.
"Kalau lo gak mau pulang karena ada gue sama Ibu. Gue bakal pergi."
Angkasa menggeleng. "Gak usah. Karena gue gak akan pernah mau pulang ke rumah itu lagi."
"Angkasa Adiwarna!"
Baru kali ini Rindu berani menyentaknya. Dan Angkasa cukup terkejut ketika suara Rindu begitu menggelegar dengan tangan yang terkepal. Napasnya juga tidak beraturan karena menahan kesal.
"Gue ngerti kalau lo anggap gue sama Ibu orang asing di rumah. Tapi masa Ayah juga mau lo anggap asing? Dia Ayah kandung lo, Sa. Keluarga yang lo punya sekarang cuman Ayah. Dan sekarang ketika dia mau bicara, lo malah terus lari kayak gini. Gue cuman gak mau lo nyesel kalau nanti Ayah pergi, dan lo masih belum tau omongan apa yang mau Ayah sampein."
Tidak, Angkasa bukan lari, hatinya hanya belum siap untuk berbicara dengan orang yang sudah membuat Ibu terluka. Karena ketika melihat wajah Ayah, dalam pikirannya juga terlintas wajah Ibunya yang menangis tersedu-sedu. Dan itu membuat hatinya terluka.
"Jangan egois. Pulang!"
Setelah mengucapkan itu, Rindu berbalik badan untuk meninggalkan. Menyisakan perasaan campur aduk yang tiba-tiba menyerang tanpa Angkasa pinta.
***
Matanya berbinar ketika melihat gadis yang ia rindukan itu sudah ada di hadapannya. Ketika mendapat pesan jika Rai sedang ada di Bandung untuk beberapa hari ke depan, ia langsung bergegas mengajaknya jalan-jalan.
Dan disinilah ia sekarang, di depan rumah Rai dengan motor kesayangan.
Rai melangkah ke arahnya dengan senyum yang selalu ia suka. Matanya yang dihiasi kacamata itu menyipit karena senyum yang ia ciptakan.
"Kamu apa kabar?"
Suara itu seakan membelai hatinya begitu lembut. Menciptakan perasaan nyaman yang tiba-tiba datang.
"Baik."
Rai mengangguk mendengarnya. Lalu ia menepuk tangannya pelan. "Oke! Jadi hari ini kita mau kemana?"
Bumi menyodorkan helm kepada Rai untuk segera dipakai. Setelah Rai memakainya dengan sempurna, Bumi menyuruh Rai untuk segera naik di belakang.
"Keliling Bandung! Let's go!"
Rai mengangkat kedua tangannya tinggi. "Let's go!"
Sekitar satu bulan mereka tidak bertemu, sekarang saatnya mereka melepas rindu. Berkeliling kota Bandung adalah satu hal yang selalu Rai lakukan dengan Bumi di akhir pekan. Mereka akan menikmati Kota yang Tuhan ciptakan dengan seribu keindahan.
"Kamu betah di Jakarta, Rai?" Tanya Angkasa dengan berteriak, karena mereka sedang berada di jalan raya sekarang.
"Belum bisa jawab, euy. Soalnya 'kan di Jakarta aku baru sebentar."
"Mau naik bandros gak?"
Rai mengangguk antusias. "Ya udah, kita keliling Bandung nya pake bandros aja. Gimana?"
Karena kebetulan mereka sudah sampai, Bumi langsung menghentikan laju motornya di tempat parkiran alun-alun kota Bandung. "Oke, ayok!"
Mereka mulai berjalan menuju tempat bus bandros berada. Karena ini hari rabu, jadi tidak terlalu banyak yang menaiki. Hanya ada beberapa orang dewasa yang ingin berkeliling Bandung seperti mereka.
"Vanilla gimana kabarnya?" Ini pertanyaan pertama yang Rai ucapkan ketika bandros yang mereka tumpangi mulai bergerak.
Dan Vanilla adalah temen dekatnya di sekolahnya yang dulu.
"Dia baik."
"Syukur, deh! Soalnya kemarin sebelum aku pindah ke Jakarta, hati Vanilla katanya mati karena orang tuanya pisah."
Bumi hanya sedikit menutupi, karena nyatanya Vanilla memang masih mati rasa. Tapi tinggal sedikit lagi untuk membuat hatinya hidup kembali.
"Kamu punya temen deket di Jakarta, Rai?"
Rai mengangguk memberikan jawaban. Karena matanya begitu fokus melihat pemandangan diluar.
"Cowok? Atau cewek?"
"Cowok."
Ketika mendengarnya, hati Bumi sedikit tidak tenang. Hatinya tiba-tiba gelisah sekarang. Seakan Rai akan diambil darinya oleh keadaan.
"Buat vlog mini, ayok!"
Rai mengarahkan kameranya kepada Bumi dan dirinya. Mereka saling melambaikan tangan ke arah kamera dengan senyuman yang merekah sempurna.
Dari pagi sampai sore, mereka menghabiskan waktu bersama. Hal apapun itu mereka lakukan untuk melepas rindu yang kemarin terkekang waktu.
"Kamu mau es?" Tanya Bumi ketika mereka tengah beristirahat di bangku panjang yang ada di taman.
"Boleh!"
"Oke, tunggu. Aku beliin."
Rai mengangguk. Sembari menunggu, ia membuka handphonenya dan melihat hasil potretannya ketika berkeliling barusan.
Senyumnya mengembang sempurna ketika melihat bagaimana sempurnanya ia mengabadikan momen ini. Senyum mereka terlihat hidup dan tidak ada pura-pura di dalamnya, Rai bisa merasakan itu.
Untuk itu, ia memposting salah satu foto selfie dengan Bumi di media sosialnya, dengan caption: Bandung terasa indah jika ada kamu, Bumi..
"Aku beli es kesukaan kamu. Nih!" Bumi datang menyodorkan satu porsi es durian kesukaannya.
"Wahh! Makasih banyak!" Balasnya sembari menerima es durian dari tangan Bumi.
"Sekolah tanpa kamu itu ibarat lauk tanpa nasi. Hambar. Pindah lagi, ya! Kamu ke Bandung buat itu, 'kan?"
Sayangnya tidak. Rai akan menyelesaikan sekolahnya di Jakarta. Selanjutnya ia belum tau akan tinggal dimana.
"Bukan. Aku ke Bandung karena sekolah di Jakarta lagi libur lumayan lama."
Saat itu Bumi hanya tersenyum kecil untuk menanggapi. Walau nyatanya, hatinya sedikit tidak mau mendengar jawaban Rai yang seperti itu.
"Abis ini mau langsung pulang? Atau mau kemana?"
Karena ketika Bumi melihat jam tangannya, sekarang sudah pukul empat sore.
"Pulang aja, deh! Besok kita masih bisa main. Tapi lusa aku ke Jakarta lagi."
Bumi mengangguk. "Oke."
Ketika mereka menikmati es krim durian yang tersisa setengah, handphone Rai bergetar, menandakan ada pesan yang masuk. Tapi belum mau Rai buka karena dirinya tengah sibuk makan sekarang. Ia janji, ketika sampai rumah, ia akan menanggapi pesan yang entah dari siapa itu.
...Rey,AS...
Itu siapa? Pacar lo?
***
^^^27-Mei-2025^^^