"Hentikan berbuat konyol untuk menarik perhatianku, segera tanda tangani surat cerai?!" kata pria itu sedikit arogan.
Lisa menatap pria itu, dan tidak mengenalinya sama sekali. Kecelakaan yang dialami membuatnya amnesia.
Lisa tak lagi memandang Jonathan penuh cinta, dan bahkan setuju untuk menandatangani surat cerai. Namun, sikap yang acuh malah membuat Jonathan kalang-kabut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon erma _roviko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Di sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Lisa menatap keluar jendela, mencoba menutupi rasa sakit dan pedihnya hati. Dia tidak bisa menghilangkan gambaran tentang suaminya yang lebih membela wanita lain, Meira, daripada dirinya sendiri.
Diam-diam, Lisa menyeka air mata yang mengalir di pipinya, berusaha menyembunyikannya dari Alex yang duduk di sebelahnya. Dia tidak ingin menunjukkan kelemahan di depan Alex, atau siapa pun lainnya.
Dengan nafas yang dalam, Lisa mencoba menenangkan dirinya sendiri, tapi rasa sakit dan kecewa itu masih terasa sangat kuat. Dia tidak tahu bagaimana cara melupakan pengkhianatan suaminya, atau bagaimana cara memulihkan hatinya yang terluka parah.
‘Kenapa ingatan ini harus muncul!’ ucap Lisa di dalam hati, sambil menatap keluar jendela dengan mata yang berkaca-kaca. Kenyataannya sangat menyakitkan, dan dia tidak bisa menghilangkan rasa sakit itu.
Ingatan tentang pengkhianatan suaminya, tentang Meira, tentang semuanya, masih sangat segar di otaknya. Dia merasa seperti ditikam berkali-kali, dan luka itu tidak kunjung sembuh.
Lisa menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri. Tapi, ingatan itu terus menghantuinya, membuatnya merasa lemah dan tidak berdaya. Dia tidak tahu bagaimana cara melupakan semuanya dan melanjutkan hidupnya.
"Antar aku pulang, aku tidak mau ke rumah sakit!" pinta Lisa dengan suara yang lemah dan tidak bersemangat.
Alex menoleh kepadanya, dan terdengar helaan napas dari pria itu.
"Luka di keningmu harus diobati, juga yang lainnya," kata Alex dengan nada yang lembut tapi tegas. "Kamu tidak bisa membiarkan luka itu tanpa perawatan."
Lisa tidak menjawab, dia hanya menatap keluar jendela lagi, menunjukkan bahwa dia tidak ingin berbicara tentang hal itu.
Alex memahami keadaan Lisa dan memutuskan untuk mengantarnya ke rumah sakit terlebih dahulu sebelum membawanya pulang.
"Kamu pasti menertawakan keadaanku, kan?" Lisa tersenyum pilu, menatap Alex dengan mata yang berkaca-kaca. Air matanya kembali menetes, membasahi pipinya.
Alex tidak menjawab dengan kata-kata, tapi dia melakukan sesuatu yang membuat Lisa terkejut.
Dengan lembut, dia menyeka air mata di pipi Lisa, menunjukkan kepedulian yang tulus.
"Aku tidak sekejam itu, aku peduli padamu," kata Alex dengan suara yang lembut dan penuh perasaan.
Gerakan lembutnya itu membuat Lisa merasa sedikit lebih nyaman, dan dia tidak bisa tidak memikirkan tentang kebaikan Alex.
"Apa aku terlihat menyedihkan?" seloroh Lisa, berusaha mengubah suasana dengan sedikit humor, walaupun air matanya masih membasahi pipinya.
Alex menatapnya dengan tatapan yang dalam, kemudian mengangguk perlahan.
"Kamu tampak menyedihkan," kata Alex dengan suara yang lembut, tapi jujur.
Lisa kembali tersenyum, walaupun senyum itu tidak bisa menyembunyikan kesedihan yang mendalam.
"Aku tahu itu," kata Lisa dengan nada yang ringan, mencoba menutupi rasa sakit yang sebenarnya.
Alex membalas senyumnya, dan untuk sesaat, suasana menjadi sedikit lebih ringan.
Tapi, di balik senyum itu, Lisa masih merasakan kesedihan yang mendalam. Dia merasa seperti telah kehilangan sesuatu yang berharga, sesuatu yang tidak bisa digantikan.
Alex, di sisi lain, merasa bersimpati pada Lisa, dan menyesal karena datang terlambat.
‘Sayang sekali aku datang terlambat,’ batin Alex yang penyesalan.
‘Jika saja aku bisa lebih cepat mengungkapkan perasaanku padanya, mungkin keadaan bisa berbeda.’
Alex menyesali tidak berani mengungkap perasaan cintanya dulu kepada Lisa, bahkan dia memutuskan tidak akan menikahi wanita lain selain wanita itu, cinta pertamanya. Dia selalu berharap bahwa suatu hari nanti Lisa akan menyadari perasaannya, tapi kesempatan itu tidak pernah datang.
Jonathan lebih dulu memiliki kesan di hati Lisa, dan semenjak itu Alex pergi menjauh, tidak berani mendekati lagi.
Dia tidak ingin mengganggu hubungan Lisa dan Jonathan, walaupun dia tahu bahwa dia sendiri yang lebih mencintai Lisa dengan tulus.
Sekarang, setelah melihat Lisa terluka dan sedih, Alex merasa bahwa dia telah membuat kesalahan besar. Dia tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa dia seharusnya berani mengungkapkan perasaannya dulu, sebelum semuanya menjadi terlambat.
‘Bibi Diana setuju aku denganmu, juga memberi kita restu, tidak akan aku lepaskan kesempatan ini.’
Alex masih ingat kata-kata ibunya yang memaksanya untuk pergi ke kencan buta. Awalnya, dia tidak ingin pergi, tapi ibunya bersikeras dan memperlihatkan foto wanita yang akan dikencani.
Alangkah terkejutnya dia saat melihat wanita di dalam foto itu adalah Lisa, cinta pertamanya yang telah lama hilang dari kehidupannya.
Dia tidak percaya bahwa kesempatan untuk bertemu dengan Lisa kembali telah datang dengan cara yang tidak terduga.
Dengan hati yang berdebar, Alex memutuskan untuk pergi ke kencan itu, berharap bahwa dia bisa mendapatkan kesempatan kedua untuk mengungkapkan perasaannya kepada Lisa.
Setelah tiba di rumah sakit, Lisa langsung ditangani oleh dokter yang memeriksa luka-lukanya dengan teliti. Dokter memberikan perawatan yang tepat untuk luka di kening dan beberapa luka lainnya di tubuhnya.
Alex menunggu dengan sabar di luar ruangan, memperhatikan setiap langkah dokter yang menangani Lisa.
Dia merasa lega ketika melihat Lisa mendapatkan perawatan yang tepat, dan berharap bahwa Lisa bisa pulih dengan cepat dari luka-lukanya.
Setelah beberapa saat, dokter keluar dari ruangan dan memberikan laporan tentang kondisi Lisa kepada Alex.
“Luka-lukanya tidak terlalu parah, tapi perlu perawatan yang tepat untuk menghindari infeksi,” terang dokter.
Alex mengangguk, merasa lega bahwa Lisa akan baik-baik saja.
"Sudah aku katakan, aku baik-baik saja, tapi kamu malah membawaku kesini!" protes Lisa dengan wajah cemberut.
Alex menatapnya dengan lembut. “Maaf, aku terlalu khawatir padamu.”
Tiba-tiba, dering ponsel Alex berdering. Melihat siapa yang menghubunginya, Alex langsung mengangkat telepon.
“Tunggu aku di sana, aku angkat telepon dulu!” katanya kepada Lisa.
Lisa mengangguk. "Iya."
Dia duduk sendirian di ruang tunggu, menunggu Alex selesai berbicara di telepon. Tak sengaja, dia melihat suaminya, Jonathan, datang ke arahnya.
Tapi, yang membuat Lisa merasa sakit hati adalah bahwa Jonathan tidak menanyakan keadaannya atau mengkhawatirkannya, melainkan dia terlihat cemas dan khawatir dengan kondisi Meira, cinta pertama Jonathan.
Perasaan Lisa semakin terluka ketika dia melihat perhatian Jonathan yang begitu besar pada Meira, sementara dirinya sendiri merasa diabaikan.
Dia tidak bisa tidak membandingkan perhatian Jonathan pada dirinya dengan perhatian Jonathan pada Meira, dan itu membuatnya merasa sangat sedih.
Lisa penasaran dan melangkah menuju ruangan tempat Meira dirawat. Dia melihat bagaimana antusiasnya Jonathan merawat Meira yang terluka, dan itu membuatnya merasa sakit hati.
"Kamu sudah membuat pilihan, sekarang giliranku membuat pilihan!" kata Lisa pada dirinya sendiri, sambil menyeka air mata yang mengalir di pipinya.
Dia bertekad tidak akan lagi mengeluarkan air mata berharganya untuk pria seperti Jonathan yang tidak menghargainya.
Dengan hati yang berat, Lisa membalikkan badan dan meninggalkan ruangan itu, meninggalkan Jonathan dan Meira di belakangnya.
Dia tahu bahwa dia pantas mendapatkan yang lebih baik, dan dia siap untuk memulai hidup baru tanpa Jonathan.
cinta nanti dulu biarakam si Alex membuktikan jangan cuma ngomong doang