Namanya Kevin. Di usianya yang baru menginjak angka 20 tahun, dia harus mendapati kenyataan buruk dari keluarganya sendiri. Kevin dibuang, hanya karena kesalahan yang sebenarnya tidak dia lakukan.
Di tengah kepergiannya, melepas rasa sakit hati dan kecewa, takdir mempertemukan Kevin dengan seorang pria yang merubahnya menjadi lelaki hebat dan berkuasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenyataan Menyakitkan
Tatapan Kevin menerawang, tertuju pada pria yang baru saja mengatakan alasan dibalik kebenciannya terhadap Kevin. Meski tidak bersuara, tapi tatapan Kevin menunjukan dia butuh penjelasan lebih dari Dirgantara.
"Papa? Apa itu benar?" Vano juga tak kalah terkejutnya mendengar ucapan ayahnya. Meski dia selama ini membenci Kevin, tapi Vano tidak pernah, tahu alasan utama sang Papa sangat membenci adiknya.
Sedangkan di sisi lain, Argo malah tersenyum sinis. Meskipun dia juga terkejut, mendengar fakta dari Dirgantara, tapi informasi itu akan dijadikan senjata bagi Argo untuk terus menindas Kevin.
"Tentu saja Papa benar!" ucap Dirgantara dengan segenap emosi yang membakar rongga dadanya. "Kamu tahu, dulu, ketika Papa, baru pulang setelah melakukan perjalanan bisnis selama enam bulan, Papa disambut kabar yang sangat menyakitkan. Mama kamu tiba-tiba hamil dan kehamilannya baru satu bulan."
"Apa!" Vano terperangah, begitu juga dengan Kevin dan Argo.
"Parahnya lagi, laki-laki yang menghamili Mama kamu tidak bertanggung jawab. Dia memilih kabur entah kemana, tanpa jejak."
"Bagaimana bisa menghianati Papa?" Suara Argo sampai terbata.
"Kamu dengar itu Kevin!" bentak Dirgantara dengan suara yang sangat menggelegar. "Buka telinga kamu, Kevin! Buka lebar-lebar! Masih untung aku mau menerima kamu, Meski aku selalu muak setiap melihat wajah kamu!"
Kevin terbungkam, dadanya berdegup kencang dengan tangan terkepal. Dia pun terbakar amarah, tapi Kevin seakan tak punya daya untuk mengucap satu katapun.
"Sekarang, kamu mengerti bukan, apa posisi kamu di keluarga Wiguna? Cuma anak tak berguna, anak yang tidak diinginkan!" Dirgantara langsung keluar dari ruangan itu dengan segenap amarah yang masih membara.
Vano menatap penuh benci pada Kevin. Dia pun turut meninggalkan ruangan tersebut.
"Ternyata nggak salah, kalau aku menganggapmu sampah," ucap Vano saat langkah kakinya tepat berada di sisi Kanan Kevin. "Selain telah menghilangkan nyawa Ibuku, ternyata kamu juga anak yang tidak jelas, siapa ayahnya. Menjijikkan!" Vano pun melanjutkan langkahnya.
Kevin masih terdiam dengan hati yang tidak bisa diuraikan rasa sakitnya.
"Waw, ternyata kamu lebih buruk dari aku, Vin," sekarang giliran Argo yang tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk menghina. "Berarti, masih mending aku sebagai anak tiri dong ya? Aku lebih jelas, ayahku jelas siapa. Sedangkan kamu... hihihii."
Tangan Kevin semakin terkepal kuat. Namun untuk kali ini, dia enggan melakukan perlawanan. Kevin masih dirundung dengan kabar yang baru saja dia dengar.
Setelah tak ada satu orang pun dalam ruangan tersebut, Kevin bertekuk lutut. Matanya merah dengan air yang menggenang kedua sudut matanya.
"Aku anak haram?" Suara Kevin terbata dan bergetar. "Aku anak haram? Hah!" Kevin langsung berteriak dan suaranya sangat menggegelar, sampai mengusik semua telinga yang yang tak jauh dari tempatnya berada. "Ha! Ha! Ha!" Kevin langsung mengamuk.
Tak lama kemudian, Dirgantara kini sedang menemui kepala kampus setelah pria itu sudah ada di ruangannya.
Seperti biasa, sebelum membicarakan inti dari masalah yang ingin dibicarakan, dua pria itu terlibat basa bask sejenak untuk mengurai kecangggungan.
"Hal penting apa yang ingin anda bicarakan, Tuan Dirgantara?" tanya ketua kampus mulai memasuki inti dari pertemuan mendadak.
Melihat raut wajah Dirgantara yang nampak dipenuhi amarah, sang kepala kampus merasa ada hal yang tidak beres, yang akan dia dapatkan dari pria itu.
"Kenapa anda sangat lancang, Tuan Gunandi? Kenapa anda mau menerima Kevin kembali ke kampus ini? Apa yang ada dalam pikiran anda?" Tanya Dirgantara dengan penuh penekanan dan cukup menggelar, membuat takut siapapun yang mendengarnya.
"Harusnya anda mengkaji ulang, dampak yang bisa ditimbulkan dari kejadian yang telah dilakukan Kevin! Bukan malah seenaknya menerima anak itu kembali. Apa anda mau, seluruh donatur berhenti memberi dukungan finansial pada kampus ini?"
"Maaf, Tuan Dirgantara, saya juga tadinya tidak tahu, kalau Kevin akan kembali lagi ke kampus ini," jawab kepala kampus. "Tapi, ini sudah menjadi keputusan dari yayasan pusat, Tuan. Mereka yang meminta. Saya tidak bisa menolaknya."
"Dari yayasan pusat? Maksud kamu?" Dirgantara agak terkejut mendengarnya.
"Seperti yang saya katakan tadi, Tuan, kembalinya Kevin ke kampus ini, karena keputusan dari Tuan Rudolf, selaku direktur utama kantor pusat yayasan di Inggris yang menaungi kampus ini."
Dirgantara terperangah tak percaya. "Tuan Rudolf? Bagaimana bisa Tuan Rudolf tunduk pada Kevin?"
"Saya sendiri kurang tahu, Tuan. Tapi yang pasti, Tuan Rudolf melakukan keputusan tersebut, juga karena permintaan donatur utama dan terbesar, yang juga bernaung di Inggris."
"Donatur utama dan terbesar di yayasan pusat? Siapa namanya?"
"Saya tidak dikasih tahu nama donaturnya, Tuan. Tuan Rudolf bahkan memberi tahu saya, kemungkinan orang tersebut akan menjadi donatur utama kampus ini demi kenyamanan Kevin dan Nadira serta para siswa yang sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan selama berada di kampus ini."
"Apa!" Dirgantara semakin dibuat tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Tangan Dirgantara terkepal, rasa kesalnya kembali bergejolak. Dia tidak menyangka Kevin akan mendapat perlindungan dari seseorang.
Karena rasa terkejut yang luar biasa, Dirgantara sampai tak bisa berkata-kata. Hingga akhirnya pria itu memutuskan untuk pergi dengan suasana hati yang semakin kacau. Pikirannya benar-benar berkecamuk. Dia sungguh tidak menyangka, akan ada orang yang melindungi Kevin.
Jika kekuasaan orang yang melindungi Kevin, sudah termasuk taraf dunia. Sudah pasti, pengaruhnya lebih kuat daripada pengaruh Dirgantara, yang hanya sampai batas dalam negeri dan beberapa negara tetangga.
"Sekarang, apa rencana Papa selanjutnya?" tanya Vano saat dalam perjalanan.
"Kita harus cari tahu, siapa orang yang melindungi Kevin," ucap Dirgantara. "Papa yakin, dia orang yang sangat penting. Papa harus bisa membujuk orang itu, agar mau bekerja sama dengan perusahaan kita."
"Wahh, ide bagus tuh, Pa," balas Vano. "Tapi bagaimana cara mencari informasinya? Sedangkan yang tahu orangnya, kemungkinan hanya Kevin."
"Tidak, masih ada satu lagi," jawab Dirgantara. "Bukankah tadi Argo bilang, Kevin bersama Nadira? Katanya, Nadira sudah kenal orang itu sejak kecil."
"Ah iya, benar juga," jawab pria muda yang sedang memegang kendali mobil. "Berarti kita harus mendekati Nadira dong, Pa."
"Ya, dan Papa akan tugaskan kamu, Argo serta Vina, untuk mendekati anak itu."
"Baiklah, aku yakin, aku mampu melakukannya," ucap Vano penuh rasa percaya diri.
Sedangka di tempat lain, tepatnya di dalam ruang pemimpin sekaligus pemilik gedung berlogo Black Diamond, dua pria paling berpengaruh dibuat terkejut dengan apa yang mereka baca saat ini.
Sementara satu pria lainnya menatap dua pria di depannya dengan wajah gelisah.
"Bukankah ini, Tes DNA? Kamu melakukan tes DNA pada siapa? Kenapa bisa cocok begini?" tanya Hernandez pada pria lain yang sudah seperti saudaranya.
Mario mendengus pelan, menetralkan gemuruh di hatinya. "Pada Kevin."
"Apa!" Hernandez dan Harvez terperangah bersamaan.
"Ternyata firasatku benar, Kevin adalah anakku dengan Paulina."