NovelToon NovelToon
Bintang Hatiku

Bintang Hatiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:984
Nilai: 5
Nama Author: lautt_

Di antara pertemuan yang tidak disengaja dan percakapan yang tampak sepele, terselip rasa yang perlahan tumbuh. Arpani Zahra Ramadhani dan Fathir Alfarizi Mahendra dipertemukan dalam takdir yang rumit. Dalam balutan nilai-nilai Islami, keduanya harus menavigasi perasaan yang muncul tanpa melanggar batasan agama. Bersama konflik batin, rahasia yang tersembunyi, dan perbedaan pandangan hidup, mereka belajar bahwa cinta bukan hanya tentang perasaan, tetapi juga tentang kesabaran, keikhlasan, dan keimanan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lautt_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hati Yang Bimbang

Semakin dekat kepulangan Fathir, semakin besar pula ujian yang datang.

Arpa berpikir bahwa keputusan yang telah ia buat akan membawa ketenangan penuh di hatinya. Namun, takdir seolah ingin menguji keyakinannya hingga batas terakhir.

Beberapa hari setelah ia merasa lebih mantap dengan pilihannya, sebuah pesan masuk ke ponselnya.

Daffa: "Arpa, boleh kita bicara sebentar? Aku ingin menyampaikan sesuatu sebelum semuanya terlambat."

Arpa membaca pesan itu dengan hati yang bergetar.

Sudah berbulan-bulan sejak ia menolak lamaran Daffa, dan laki-laki itu tak pernah lagi menghubunginya.

Namun, kini—ketika ia hampir sampai pada akhir penantiannya—Daffa kembali datang.

Hatinya bimbang.

"Kenapa sekarang? Kenapa ketika aku hampir sampai di akhir jalan?"

Arpa menarik napas panjang sebelum akhirnya membalas dengan hati-hati.

Arpa: "Baik, kita bisa bertemu di taman kampus setelah asar."

---

Pertemuan Terakhir

Sore itu, langit mulai meredup saat mereka bertemu di sebuah bangku kayu di taman kampus.

Suasana terasa begitu hening. Angin sore berhembus lembut, menyapu dedaunan yang berserakan di tanah.

Daffa duduk di hadapan Arpa, ekspresinya sulit ditebak.

Ia terlihat berbeda—lebih tenang, lebih ikhlas. Tidak ada sorot mata penuh harap seperti dulu.

Setelah beberapa saat diam, akhirnya ia membuka suara.

“Arpa...” Ia menghela napas panjang sebelum melanjutkan, “Aku tahu kamu sudah membuat keputusan. Tapi aku ingin kamu mendengar satu hal sebelum aku benar-benar pergi.”

Arpa menatapnya dalam diam.

Daffa tersenyum tipis, tetapi kali ini bukan senyum penuh harapan, melainkan senyum seseorang yang telah menerima kenyataan.

“Aku ingin kamu tahu bahwa aku benar-benar tulus. Aku tidak akan memaksamu mengubah keputusanmu. Aku tidak akan lagi menunggu sesuatu yang bukan untukku. Aku hanya ingin mengatakan satu hal—jika suatu hari kamu butuh seseorang untuk mendengarkan, aku masih ada. Tapi aku tidak lagi berharap.”

Arpa menggigit bibir bawahnya, perasaannya berkecamuk.

Ia tahu betapa sulitnya bagi Daffa untuk sampai pada titik ini.

Daffa menghela napas panjang sebelum melanjutkan, “Aku sudah terlalu lama berusaha melawan takdir, Arpa. Aku sadar, mungkin selama ini aku terlalu banyak berharap. Tapi sekarang, aku sudah sampai pada pemahaman bahwa takdir Allah jauh lebih baik dari keinginanku sendiri.”

Mata Daffa menatap langit yang mulai berwarna jingga.

“Aku memilih untuk berhenti, Arpa. Bukan karena aku menyerah, tapi karena aku ingin menyerahkan semuanya kepada Allah.”

Arpa menundukkan kepalanya.

Di satu sisi, ia merasa lega bahwa Daffa akhirnya bisa menerima kenyataan. Tapi di sisi lain, ia juga merasa bersalah karena tahu bahwa Daffa telah begitu banyak berjuang dalam perasaannya.

Dengan suara lirih, ia akhirnya berkata, "Daffa... terima kasih atas perasaanmu. Aku sangat menghargainya. Tapi aku sudah memilih jalan ini. Aku harap kamu bisa menemukan seseorang yang lebih baik dariku."

Daffa tersenyum tipis. “Aku tahu, Arpa. Aku tidak lagi meminta apa-apa.”

Ia menghela napas, lalu menatap Arpa dengan mata yang kali ini jauh lebih tenang.

“Aku hanya ingin melihatmu bahagia. Dan aku ingin melangkah tanpa membawa harapan yang salah.”

Arpa menggigit bibirnya, mencoba menahan air mata yang tiba-tiba menggenang.

Daffa berdiri, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.

“Mulai sekarang, aku akan berhenti berharap kepadamu, Arpa. Tapi aku akan tetap berharap kepada Allah, bahwa jika aku telah melepaskan sesuatu dengan ikhlas, maka Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik.”

Arpa menatapnya dalam diam, hatinya terasa begitu penuh.

Daffa akhirnya memilih jalan yang benar—menyerahkan segalanya kepada Allah.

Dan itu membuatnya semakin yakin bahwa keputusan yang telah ia ambil adalah jalan yang paling Allah ridhoi.

Tanpa kata-kata lebih lanjut, Daffa melangkah pergi.

Arpa menatap punggungnya yang semakin menjauh, perasaannya bercampur antara haru dan lega.

Ia tahu, ia baru saja menutup satu pintu dalam hidupnya.

Tapi ia juga yakin, pintu lain akan segera terbuka—pintu yang telah ia nantikan selama ini.

---

"Ketika kita berhenti berharap kepada manusia dan mulai berharap kepada Allah, saat itulah takdir terbaik akan datang dengan caranya sendiri."

1
Uryū Ishida
Gemesin banget! 😍
✨♡vane♡✨
Baca cerita ini adalah cara terbaik untuk menghabiskan waktu luangku
Dandelion: Jangan bosan ya bacanya
total 1 replies
KnuckleBreaker
Bagus banget! Aku jadi kangen sama tokoh-tokohnya 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!