"Uang lima puluh ribu masih kurang untuk kebutuhan kita, Mas. Bukannya Aku tidak bersyukur atas pemberian dari mu dan rezeki kita hari ini. Tetapi itu memanglah kenyataannya." kata Zea, dia wanita berusia 25 tahun yang sudah memiliki dua anak, istri dari Andam pria yang sudah berusia 37 tahun ini.
"Apa katamu?" geram Andam. "Lima puluh ribu masih kurang? Padahal Aku setiap hari selalu memberi kamu uang Zea, memangnya uang yang kemarin Kamu kemana'kan, Hah!" tanya Andam, dia kesal pada Zea karena menurutnya dia sangatlah boros menggunakan uang.
Setiap hari dikasih uang masa selalu habis, kalau bukan boros, apa itu namanya? Setiap hari padahal Andam sudah mati-matian bekerja menjadi pedagang buah dipasar pagi, tentu saja dia kesal karena Zea selalu mengeluh uangnya habis.
"Mas, Aku sudah katakan! Uang yang setiap hari Kamu kasih untukku belum cukup untuk kebutuhan kita! Kamu mendengar tidak sih!" teriak Zea, dia sudah lelah memberitahukan pada suami tentang hal ini.
penasaran? baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Taurus girls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ZTS 32
Giska tersenyum dan melambaikan tangan kepada Riko. Riko melihatnya dan langsung mendekati mereka. "Giska! kamu disini?" tanya Riko dengan senyum lebar.
Giska memperkenalkan Riko kepada Gean. Mereka berbincang-bincang sebentar dan Riko mengajak Giska untuk bergabung dengan mereka sebentar.
Giska setuju dan meninggalkan Gean sejenak untuk bergabung dengan Riko dan temannya. Mereka berbicara tentang berbagai hal, termasuk rencana masa depan dan impian mereka.
Ketika Giska kembali ke Gean, dia merasa sedikit lebih bahagia dan terinspirasi. Dia menyadari bahwa ada banyak hal yang bisa dia lakukan dan capai dalam hidupnya, dan dia tidak perlu terlalu terpaku pada kesedihan karena Levis.
"Aku rasa aku sudah siap untuk melangkah maju," kata Giska kepada Gean dengan senyum kecil.
Gean tersenyum kembali dan memeluk Giska erat-erat. "Kakak selalu ada disini untukmu, Dik," kata Gean. "Dan kakak akan mendukungmu dalam setiap langkah yang kamu ambil."
Giska merasa bersyukur memiliki keluarga yang begitu mendukung dan menyayanginya.
...----------------...
Hari berganti.
05:40.
Giska terbangun dari tidurnya, dia mengucek kedua mata sejenak dan beranjak dari tempat tidur. Dia berjalan menuju kamar mandi untuk membuang yang ingin dibuang sekaligus mandi karena Giska ada mata kuliah dipagi ini.
Beberapa menit berlalu.
Giska keluar kamar mandi dengan keadaan rambut yang basah dan wajah yang lebih segar. Dia baru saja selesai mandi dan langsung menuju meja rias. Giska ingin mengeringkan rambutnya lebih dulu.
Disaat Giska tengah serius dengan rambut panjangnya, ponsel miliknya bergetar. Giska meletakan hairdryer dimeja rias dan mengambil ponselnya lebih dulu.
Terpampang nama Bunga dilayar ponselnya, Giska tersenyum dan menerima panggilan tersebut.
"Hallo, Bung,"
"Gis, kamu tahu tidak kalau Levis mau tunangan sama Vivi?" Suara Bunga terdengar heboh.
Giska tersenyum masam. "Iya, aku tahu kok. Kemarin Levis kirim foto cincin pertunangannya ke aku."
"What...!" Bunga terdengar syok. "Levis terang-terangan seperti itu Gis, Astaga,"
Bunga tidak habis pikir jika Levis akan nekat menyakiti perasaan Giska. Selama masuk ke kampus Bunga adalah teman terdekat Giska jadi Bunga tahu seperti apa kedekatan dan mesranya Levis dan Giska selama berpa.ca.ran.
"Lagi pula kenapa kamu pagi-pagi sudah telepon aku cuma buat bicarain kabar bu.suk seperti itu? Padahal aku sudah lupa, malah kamu ingatkan lagi," Giska lagi-lagi tersenyum masam.
Bunga merasa bersalah dan paham dengan perasaan Giska. "Sorry, Gis. Aku pikir kamu belum tahu jadi ya..."
"Sudah lah, jangan membahas Levis lagi. Cowok banyak kok tidak hanya Levis saja," potong Giska.
Bunga tercenung mendengar ucapan Giska. Sum.pah, Bunga seperti sedang bermimpi. "Kamu serius bicara seperti itu? Bukannya kamu cinta banget sama Levis ya?"
"Hm..."
"Seriusan kamu sudah move on dari Levis, Gis?" tanya Bunga kembali memastikan.
"Lebih tepatnya aku mau menunjukkan sama Levis dan Vivi kalau aku bisa mendapat cowok yang lebih segala-galanya dari Levis." ucap Giska mantap.
Bunga bertepuk tangan senang. "Wooaaah, gi.la! Itu baru keren Gis. Aku dukung kamu seratus persen." Bunga tertawa heboh.
Giska tersenyum kecut mendengar suara tawa bahagia Bunga. "Tapi Bung, memangnya ada ya cowok yang mau sama aku dikampus? Secara aku ini tidak cantik seperti Vivi si primadona kampus." Ada tekad dalam diri Giska tapi juga ada rasa ragu yang menguasai.
"Yeee, itu urusan gampang Gis. Kamu tinggal merubah diri jauh lebih fres mulai dari sekarang. Sebenarnya kamu tuh sudah cantik hanya saja kamu tidak suka dandan. Kita ke salon deh pulang ngam.pus, gimana?" ajak Bunga antusias.
Giska berpikir sejenak dan menurutnya ide Bunga tidak terlalu buruk. Selama ini kan Giska memang tidak pernah ke salon.
"Boleh deh, lagi pula uang yang dikasih Ayah ke aku juga banyak banget. Nanti kamu aku bayarin cat kuku, mau?" tawar Giska.
"Aaaaa! Mau banget Gis, aku memang tidak salah pilih sahabat seperti kamu. Terima kasih banyak, beb," seru Bunga sangat girang.
...----------------...
Hingga kini, waktu sudah menunjukan pukul 06:54. Giska segera bersiap dan keluar kamar langsung menuju ruang makan.
Disana Ayah dan Ibu beserta kak Gean sudah duduk seperti biasanya dan Giska ikut bergabung dengan mereka. Giska duduk disebelah Gean.
"Aku pikir kamu belum bangun," seru Gean setengah menyindir.
Giska melirik kakaknya dengan senyuman kecil. Dia tidak akan ngamuk atau mencak-mencak seperti biasanya. Dan sifatnya Giska yang berbeda membuat Gean heran, begitu juga dengan Andam dan Zea.
"Tumben tidak ngamuk, Gis. Habis ketiban wahyu ya?" sindir Zea menahan senyumnya, sambil mengambilkan nasi untuk suami dan kedua anaknya.
Giska tersenyum. "Maybe,"
...----------------...
"Giskaaa...!"
"Ish ... Apaan sih Bung? Jangan membuatku malu ih," Giska mendorong Bunga yang siap memeluknya. Pasalnya banyak anak kampus lainnya yang sejak tadi memperhatikannya.
Bunga cemberut. "Kamu tidak asik. Eh, kantin yuk! Aku belum sarapan." ajak Bunga sambil mengusap perutnya.
Giska mengangguk dan keduanya pergi ke kantin kampus.
Sambil menuju kantin, Giska dan Bunga saling bersenda gurau. Setelah sampai dikantin Giska dan bunga memesan menu yang sama, seblak ceker pedas.
Setelah pesanannya jadi Giska dan Bunga segera memilih tempat duduk yang masih kosong dan enak untuk ngobrol berdua. Tanpa mereka berdua sadari sejak mereka masuk kantin ada seseorang yang sejak tadi memperhatikannya.
"Beb, kamu ngapain sih, lagi lihat apa?"
"T-tidak. Aku hanya sedang mengingat tugas kuliahku sudahku kerjakan apa belum, takutnya lupa dan terkena tegur dosen."
"Oh, aku kira sedang memikirkan apa. Setelah ngampus kita ke butik ya kita fitting baju,"
"Siap, Vi,"
"Kok Vi sih Lev? Panggil sayang atau apa gitu, yang romantis, masa panggil nama," Vivi cemberut. "Aku saja panggil kamu, Beb,"
Levis tersenyum dan memeluk Vivi erat-erat. "Baiklah, Beb. Aku akan memanggilmu dengan sebutan yang lebih romantis."
Vivi tersenyum dan memeluk Levis kembali.
Ditempat sama, Giska dan Bunga sedang menikmati seblak ceker pedas sambil ngobrol. Mereka berdua sedang membahas rencana mereka untuk mengubah penampilan Giska.
"Gis, aku punya ide. Kita bisa pergi ke butik yang baru buka di mall. Aku dengar mereka memiliki koleksi baju yang sangat stylish," kata Bunga.
Giska mengangguk dan tersenyum. "Ide bagus, Bung! Aku ingin tampil stylish dan menarik."
"Kamu lahap banget makannya Gis belum sarapan juga?" ~ Bunga.
"Sudah kok, tapi aku pingin nambah berat badan biar sedikit berisi dan terlihat sexi. Hihihi,"
Bunga tersenyum kecil. "Gi.la, kamu beneran mau membuat Levis menyesal?"
"Yup, tentu saja." jawab Giska, disusul tawa dia dan Bunga.
tapi aku gakkk🤧🤧🤧